Bab 14
Damian memiliki tinggi sekitar 1,9 meter, lebih tinggi setengah kepala dibanding Yulius.
Selain itu, tubuhnya tampak lebih berotot daripada Yulius.
Dengan perbedaan fisik yang begitu jauh, sama sekali tidak perlu membandingkan keterampilan bermain basket.
Hanya dengan mengandalkan fisiknya, Damian sudah bisa mengalahkan Yulius.
"Pertandingan satu lawan satu agak membosankan, harus ada hukuman." Damian tersenyum, lalu melemparkan bolanya ke tangan Yulius.
"Hukuman apa?" tanya Yulius.
"Orang yang kalah harus melakukan push-up seratus kali di depan semua orang dan semua orang di sini yang akan mengawasi, nggak boleh pergi sebelum selesai, gimana?" Damian bertanya sambil tersenyum.
"Oke." Yulius mengangguk.
Terdengar tawa ejekan dari sekitar.
Apakah Yulius sedang mencari masalah?
Jika kalah, dia harus melakukan push-up seratus kali. Apakah dia bisa melakukannya dengan tubuh seperti itu?
Lalu, para gadis di sekitar berubah menjadi pemandu sorak dan serentak berteriak, "Damian, semangat! Damian, semangat …"
Hampir semua orang mendukung Damian, membuat Yulius terlihat sangat sendirian.
Damian sudah lama memperhatikan Selina di pinggir kerumunan, ada sedikit kepuasan di matanya.
'Hari ini aku akan menunjukkan padamu perbedaan antara teman sebangkumu dengan diriku.'
Selina menggigit bibir merahnya. Melihat Yulius yang tanpa ekspresi, dia merasa sangat gugup.
Selina tahu Yulius tidak mungkin menang, dia hanya berharap Yulius tidak bertabrakan langsung dengan Damian. Jika tidak, dengan sifat Damian, dia pasti akan langsung menyerang Yulius.
Yulius memegang bola dengan kedua tangan dan melihat ring yang tidak jauh dari situ.
Yulius tidak berbohong, dia memang tidak begitu pandai bermain basket.
Namun, dia tahu asalkan bola dilemparkan ke dalam ring, maka sudah dapat poin.
Bukankah sangat sederhana?
Yulius memegang bola dengan satu tangan dan bersiap melemparkannya ke ring.
Damian berkacak pinggang, sama sekali tidak ada niat untuk bertahan.
"Hahaha … lihat pose lemparan Yulius, dia memang nggak tahu cara bermain basket."
"Ya, lucu sekali, bahkan Tuan Muda Damian sampai nggak mau bertahan."
"Bosan sekali …"
Para siswa yang menonton pun melontarkan ejekan, menunjukkan penghinaan terhadap Yulius.
Yulius sama sekali tidak peduli dan melempar bola itu.
Wush!
Bola basktet itu masuk ke ring.
Orang-orang yang awalnya mengejek pun tertegun.
Sembarangan melempar, tetapi bisa masuk?
Terlalu beruntung, bukan?
Damian mengangkat alisnya dan berkata, "Beruntung sekali."
"Terus? Apa giliranku untuk bertahan dari seranganmu?" tanya Yulius.
"Benar. Tapi mulai sekarang, kamu nggak akan punya kesempatan untuk melempar lagi." Damian berkata sembari tersenyum sinis. Dia bergerak ke luar garis tiga poin, menggantikan posisi Yulius.
"Damian, semangat …"
Melihat Damian menguasai bola, sorakan semangat di sekitar kembali terdengar.
Damian menatap Yulius yang berada di depannya dengan penuh kebencian.
Dia benar-benar ingin mempermalukan Yulius!
Ada dua cara untuk mempermalukan lawan di lapangan basket.
Yang pertama adalah dengan melewati pertahanan, dan yang kedua adalah dengan mengabaikan pertahanan, lalu melempar bola ke dalam ring.
Damian tahu bahwa dia lebih unggul dalam fisik, jadi dia ingin memberi Yulius pelajaran dengan tubuhnya.
Pak! Pak! Pak!
Damian mulai menggiring bola, lalu tiba-tiba mempercepat dan menyerang ke sisi kiri.
Bahunya didorong ke depan. Asalkan Yulius berani mendekat untuk bertahan, dia pasti akan terlempar jatuh.
Yulius benar-benar maju dan berdiri di depan Damian.
"Cari mati," kata Damian dengan senyum sinis, sambil mengumpulkan tenaga di bahunya.
Dengan kekuatan petarung tingkat lima, jika dia menabrak Yulius dengan bahu ini, Yulius setidaknya harus berbaring di tempat tidur selama seminggu.
Namun, ini adalah kesalahan Yulius sendiri.
Tabrakan Damian meleset.
Pada saat yang sama, dia malah merasakan tangan kanannya yang menggiring bola terasa ringan.
Bola basketnya telah diambil!
Bagaimana mungkin?!
Damian berbalik dan melihat Yulius sudah memegang bola basket itu.
Seketika terdengar suara terkejut dari sekitar.
Tidak ada yang menyangka, saat Damian menerobos dengan ganas, Yulius berhasil merebut bola darinya.
"Sialan!" Damian merasa sangat malu, terutama Yulius yang menatapnya dengan senyum sinis.
Yulius sekali lagi menggenggam bolanya dengan satu tangan dan bersiap untuk melempar.
Damian sudah bilang bahwa tidak akan memberi Yulius kesempatan untuk melempar!
Jadi, dia segera menuju ke arah Yulius dengan segenap kekuatan dan melompat sangat tinggi.
Jika Yulius melempar bolanya, bola itu pasti akan terhalang.
Namun, Yulius tidak panik sama sekali. Melihat Damian yang melompat, dia dengan tenang berjalan satu langkah ke kanan dan melempar bolanya.
Wush!
Bola kembali masuk ke ring.
Suasana di sekitar menjadi sunyi.
Semua orang tertegun.
Jika bola pertama yang masuk adalah keberuntungan, lalu bagaimana dengan yang kedua?
Keduanya masuk tanpa membentur tepi ring!
Selain itu, Yulius juga berhasil merebut bola dari Damian dan dengan gerakan palsu berhasil membuat Damian melompat.
Apa benar Yulius tidak bisa bermain basket?
Meskipun pose tembakannya aneh, jelas sekali dia bisa bermain basket!
Dan dia sangat ahli!
Saat ini, Damian merasa murka, tatapannya menjadi tajam.
Bukan hanya direbut oleh Yulius, tetapi juga dipermainkan olehnya!
Dengan begitu banyak orang yang menyaksikan, ini sungguh memalukan!
Damian paling mementingkan harga diri dan martabatnya.
"Bola terakhir." Yulius melempar bola ke tangan Damian.
Damian menangkap bolanya dan mulai menggiring.
Kali ini, dia pasti akan menabrak Yulius dan juga memasukkan bolanya.
Memanfaatkan Yulius yang belum bersiap untuk bertahan, Damian langsung berlari dan melompat di dekat garis bebas.
Dia akan melakukan dunk pada bola ini!
Yulius yang lebih pendek darinya sama sekali tidak bisa menghalangi!
"Wah, Damian marah, dia akan melakukan dunk!" teriak beberapa siswa laki-laki dengan antusias.
Para gadis melihat dengan mata berbinar, memperhatikan Damian yang terbang di udara.
Namun, Yulius justru melompat secara vertikal di jalur terbang Damian.
Dia terlihat tidak terlalu berusaha, tetapi berhasil melompat setinggi Damian.
"Kali ini kamu nggak akan bisa menghindar!" Damian menggeram, tubuhnya tegang dan kekuatannya mencapai puncaknya.
Pikirannya dipenuhi amarah dan dia sama sekali tidak peduli dengan konsekuensi dari tindakannya.
Bagaimana jika Yulius terluka parah atau bahkan mati?
Dengan adanya keluarga Yalendra, Damian tidak perlu menanggung konsekuensi apa pun!
Yulius mengulurkan tangannya dan langsung menekan bola basket yang ada di tangan kanan Damian.
Damian menggertakkan giginya dan mengerahkan seluruh kekuatannya, mencoba memasukkan bola ke dalam ring.
Meskipun dia sudah mengerahkan semua kekuatannya, dia tidak bisa mendorong bolanya ke depan.
Sebaliknya, setelah perlawanan ini, Damian merasa semua kekuatan di tubuhnya hilang, seperti memukul pada kapas dengan segenap tenaga, rasanya sangat tidak nyaman.
Bruk!
Damian kehilangan keseimbangan di udara dan jatuh terjerembab di lantai.
Sementara itu, Yulius dengan santai menangkap bolanya, lalu berjalan perlahan keluar dari garis tiga poin dan melemparkannya sekali lagi.
Wush!
Bola ketiga pun masuk.
Skor 3-0, Damian kalah telak!
Suasana di lapangan menjadi sangat sunyi. Semua orang menatap Yulius yang tampak tenang dan Damian yang tampak marah.
Mereka tidak pernah membayangkan bahwa Damian akan kalah, bahkan dengan cara yang sangat mencolok seperti ini.
Damian tidak mencetak satu poin pun.
Bahkan Selina saat ini juga menutup mulutnya, terpaku menatap Yulius.
Elvina merasa sedikit kasihan saat melihat Damian yang duduk di lantai.
Tatapan mereka ke Yulius mengandung sedikit kebencian.
"Damian, silakan push-up seratus kali dengan perlahan," kata Yulius, kemudian berbalik pergi meninggalkan lapangan.
Para siswa yang menyaksikan, secara sukarela memberi jalan untuk Yulius.
Penampilan Yulius barusan benar-benar membuat semua orang terkesima.
Bahkan beberapa gadis mulai merasa tertarik dengannya.
"Kenapa aku merasa Yulius mendadak jadi lebih ganteng, ya …"
Doni dengan cepat mengejar Yulius, wajahnya yang gemuk memerah karena terlalu bersemangat. Dia pun tergesa-gesa berkata, "Yulius, kamu menyimpan banyak rahasia. Biasanya nggak pernah melihatmu bermain basket, tapi kamu tiba-tiba bisa mengalahkan Damian."
"Aku memang nggak terlalu pandai bermain basket, aku hanya bisa melempar bola ke dalam ring," kata Yulius.
"Haha, jangan merendah, deh. Setelah hari ini, kamu pasti akan terkenal di seluruh sekolah dan kamu akan jadi bintang besar. Apa kamu nggak lihat tadi berapa banyak gadis yang menatapmu dengan penuh harapan, hmm …" Doni tertawa dengan mesum.
Yulius menghela napas.
Seperti yang dikatakan oleh Doni, setelah hari ini, dia benar-benar tidak bisa bersembunyi lagi.
Oke, Guru pernah bilang untuk membiarkan semuanya mengalir secara alami. Aku nggak perlu berusaha untuk rendah hati, juga nggak perlu berusaha untuk menonjol, biarkan saja semuanya mengalir dengan alami,' pikir Yulius.
Setelah pelajaran olahraga, Yulius kembali ke kelas dan tidak bisa menghindari tatapan aneh dari teman-teman sekelasnya.
Yulius tidak peduli dengan tatapan itu.
Namun, Selina yang duduk di sebelahnya, mendekat dan menatapnya, membuatnya tidak bisa mengabaikannya.
Mereka berdua adalah teman sebangku, jarak di antara mereka sudah dekat. Saat ini, Selina mendekatkan dirinya seperti ini, membuat jarak antara wajah mereka tidak sampai 10 sentimeter.
"Tampaknya kamu penasaran denganku."
"Menurut pengalamanku, sebagian besar cinta dimulai dari rasa penasaran.
Jadi, aku sarankan kamu sebaiknya segera hentikan rasa penasaran itu."
Yulius berbalik dan menatap langsung ke arah Selina.