Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 16

Yeni meminta sopir itu mengantarnya ke Mal Luminara. Setelah itu, dia mengikuti petunjuk Leira untuk pergi ke pusat kuliner di lantai dasar mal. Mal Luminara benar-benar ramai, membuat Yeni bergerak cepat menyusuri kerumunan untuk mencari mereka. "Orangnya banyak. Sulit mencari mereka, ya?" "Telepon ibu mertuamu!" "Kamu nggak lihat, ya? Dia sudah telepon ibu mertuanya di mobil, tapi ibu mertuanya nggak mengangkat." "Skenario penyiar ini dimainkan dengan baik. Menarik." "Aku yakin akan ketemu. Lagi pula, ini cuma skenario si penyiar." "Pergilah ke tangga di pojok." Leira tiba-tiba bicara untuk mengarahkan. Yeni lekas berjalan ke tangga itu. Namun, sebelum melangkahkan kakinya lebih jauh, Yeni mendengar suara yang tidak asing dari dalam. "Kita sudah sepakat 200 juta rupiah, kenapa sekarang berubah ke 100 juta rupiah?" Suara yang agak melengking tersebut adalah suara ibu mertuanya. Selain suara tersebut, ada suara pria menimpali, "Aku kasih 100 juta rupiah dulu. Tunggu sampai anak ini terjual, kuberi kamu sisa yang 100 juta rupiah." "Nggak bisa begitu, dong. Kalau 100 juta rupiah yang tersisa baru dikasih nanti, aku nggak tahu harus cari kamu ke mana! Sepakat 200 juta rupiah, berarti 200 juta rupiah. Nggak boleh kurang sepeser pun." Suara pria itu terdengar makin serius dan kurang senang. "Aku nggak tahu asal anakmu dan belum tahu apakah anak ini punya penyakit atau nggak …" "Ini cucuku. Lihat baik-baik pada wajah, kepintaran, dan kekuatan tendangan miliknya. Apakah menurutmu dia terlihat sakit?" "Kalau bukan karena menantu perempuanku bilang sudah cukup satu anak dan nggak mau melahirkan anak lagi untuk dapat seorang putra, aku nggak akan rela menyerahkan cucu perempuanku pada orang lain." Nenek itu melirik sang cucu di pangkuannya dengan sorot mata tak puas, lalu berseru, "Cepat beri uangnya dan bawa pergi anak ini. Aku mau pulang dan memberi tahu menantu perempuanku kalau anak ini hilang. Ingatlah untuk bawa anak ini jauh-jauh, jangan sampai ditemukan." Yeni menggertakkan giginya penuh amarah ketika mendengar ini. Dengan suara keras, pintu didorong terbuka. Nenek itu panik begitu melihat Yeni. "Kamu kenapa di sini?" Yeni cepat-cepat merebut sang putri dari tangan wanita itu, lalu berlari ke luar. Begitu Yeni berlari, pria itu langsung mengejarnya. Tubuh pria itu tampak tinggi besar. Dengan beberapa langkah saja, dia bisa menyusul Yeni dengan cepat. Dia mengulurkan tangan dan menarik rambut Yeni, kemudian mengangkat tangannya untuk menampar wanita itu. "Hei, wanita jalang. Kamu boleh lari, tapi serahkan anak itu padaku." Yeni menggendong erat putrinya sembari menahan sakit di kulit kepalanya. "Jangan mimpi," sergahnya. Ketika melihat pria itu bersiap memukul Yeni, Nenek langsung bicara, "Jangan pukul perutnya, jangan pukul perutnya. Kalau perutnya rusak, dia nggak bisa melahirkan anak laki-laki lagi." Lantas, dia berbalik dan mencoba untuk meyakinkan Yeni. "Sudah tahunan keluarga Larista hanya punya seorang putra per generasi. Kalau nggak ada anak laki-laki lagi, bukankah garis keluarga kita akan berakhir? Bagaimana bisa keluarga Larista tetap tegak di desa ini untuk masa yang akan datang?" "Saat ini, membesarkan anak butuh banyak uang. Cukup satu anak laki-laki saja. Kenapa harus membesarkan anak gadis? Keluarga kita nggak mampu membesarkan dua orang anak." Yeni menggendong sang putri erat-erat, membiarkan pria itu memukulinya seraya sang mertua pun menghinanya. Setelah terbangun, bayi yang baru berusia sembilan bulan itu pun menangis kencang. Selama beberapa saat, tangga itu penuh teriakan kasar dan tangis. "Polisi, berhenti!" Sambil bicara, seorang polisi berbadan besar tampak masuk dari pintu, lalu menjatuhkan pria itu ke lantai. Polisi lain masuk dengan cepat untuk menangkap Nenek. Ada juga polisi yang membantu Yeni untuk berdiri. "Ibu baik-baik saja?" Yeni menggangguk seraya menjawab, "Aku baik-baik saja." Dia menahan rasa sakit di tubuhnya, tampak menggertakkan gigi sambil berkata, "Aku akan laporkan mereka atas perdagangan manusia. Aku punya bukti." Siaran langsung dari ponselnya belum dimatikan, sehingga seluruh peristiwa yang baru terjadi pun tersiar secara langsung. "Penyiar itu sudah bilang padanya untuk menunggu polisi datang, baru masuk. Dia malah nekat masuk dan kena pukul." "Pasti kamu belum menikah dan punya anak! Sebagai seorang ibu, aku bisa bilang dengan yakin, semua ibu akan beranjak masuk saat terjebak di situasi begitu!" "Naskah penyiar ini luar biasa, sampai-sampai sekelompok aktor diundang untuk pura-pura bertugas sebagai polisi. Akting mereka sangat baik."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.