Bab 8
Malam harinya, Fara baru saja pulang ke rumah saat Kris meneleponnya dari rumah sakit.
"Maaf, Fara .... Aleya ... lagi nggak enak badan dan perlu dirawat selama beberapa hari lagi."
"Kakaknya sudah memintaku untuk menjaganya dan aku nggak mungkin ingkar janji. Aku harus menjaganya di rumah sakit selama beberapa hari ke depan, jadi aku nggak bisa pulang menemanimu."
"Nggak apa-apa, kamu temani saja dia," jawab Fara dengan nada tenang.
Fara tidak masalah apabila Kris menghabiskan hari-hari ke depan bersama Aleya.
Karena dia akan berangkat tiga hari lagi.
Tiba-tiba, Aleya mengirimkan sebuah video kepada Fara.
Video itu menunjukkan Aleya yang sedang mengenakan gaun putri dan mahkota berdiri di tengah tumpukan hadiah. Dia berada di tempat pesta ulang tahun yang sama.
Kris memeluknya dari belakang sambil mencium daun telinganya dengan penuh kasih sayang. "Selamat ulang tahun, Putri Kecil. Kamu punya keinginan apa?"
"Aku mau jadi seperti Fara!" jawab Aleya sambil mengangkat dagunya dengan manja. "Kamu harus mengabulkan apa pun permintaanku!"
Kris pun mencubit hidung Aleya dengan penuh kasih sayang. "Oke, akan kupenuhi semua permintaan putri kecilku."
Fara tidak memberikan tanggapan apa pun. Dia diam-diam menyimpan video itu, lalu keluar.
Dia pergi menuju kantor hukum sambil membawa kertas kosong yang sudah berisi tanda tangan Kris.
"Nona Fara, surat perceraiannya sudah dibuat. Nona hanya perlu tanda tangan di sebelahnya dan pernikahan kalian akan benar-benar usai."
Fara mengangguk mengerti, lalu langsung membubuhkan tanda tangannya.
Mulai sekarang, dia dan Kris bisa dibilang orang asing.
Sisa dua hari lagi sebelum keberangkatannya.
Lagi-lagi Aleya mengirimkan sebuah video kepada Fara.
Video itu menunjukkan Kris yang menempelkan telinganya di perut Aleya dengan hati-hati.
"Janinnya baru berusia tiga bulan, memangnya kamu bisa dengar apa?" tanya Aleya sambil tersenyum.
"Aku bisa dengar dia panggil aku ayah," jawab Kris dengan ekspresi serius.
Aleya pun tertawa makin senang, lalu menarik piamanya hingga turun setengah. "Anak kita nggak mungkin bisa memanggilmu begitu, tapi kalau kamu memang mau, aku bisa membuatmu mendengar dipanggil ayah sepuasnya."
Kris sontak menelan ludahnya dengan gugup, lalu langsung berbalik badan dan menindih Aleya ke atas kasur.
Detik berikutnya, kasur itu langsung berguncang dengan hebat.
"Jangan, Kris. Jangan gendong aku di posisi begini."
"Bukannya kamu mau memanggilku ayah?" sahut Kris dengan suara yang rendah dan serak. "Beginilah cara ayah menggendong putrinya yang penurut ...."
Fara tetap tidak memberikan tanggapan apa pun. Dia langsung menelepon pengacaranya dan menjual semua saham yang Kris berikan padanya.
Setelah itu, Fara pergi ke bank dan menarik sejumlah uang, lalu menukarnya dengan mata uang asing.
Akhirnya tibalah hari keberangkatannya. Fara bangun pagi-pagi sekali.
Ada tiga hal yang dia lakukan.
Pertama, mengemas semua hadiah yang pernah Kris berikan kepadanya selama ini dan membagi-bagikannya kepada para pelayan di vila.
Tentu saja para pelayan itu merasa senang. Namun, mereka juga kebingungan karena mereka tahu betapa berharganya semua hadiah ini.
"Aku habis mengalami sesuatu yang sangat membahagiakan, jadi aku ingin membagikan kebahagiaan ini dengan semua orang," kata Fara sambil tersenyum lebar. "Kalian nggak perlu merasa terbebani atau semacamnya, terima saja."
"Terus, kalian juga nggak perlu mengurus vila hari ini. Nggak perlu bebersih, memasak, ataupun menyiram bunga. Pulanglah lebih cepat."
Para pelayan sontak merasa sangat gembira dengan berkat sebaik ini. Mereka berulang kali berterima kasih kepada Fara, lalu meninggalkan vila dengan membawa banyak hadiah.
Kedua, Fara memilah semua pesan, video dan rekaman provokatif yang Aleya kirimkan selama beberapa hari belakangan.
Dia mencetak pesan itu sebanyak satu juta salinan, lalu menyebarkannya ke seluruh penjuru kota menggunakan pesawat nirawak.
Fara juga menampilkan video kemesraan Aleya dan Kris di layar iklan yang berukuran besar di pusat kota agar semua orang bisa menontonnya.
Untuk rekaman suara yang Fara miliki, dia memutarnya secara berulang-ulang di alun-alun menggunakan sepuluh ribu pengeras suara.
Ketiga, Fara mengemasi semua barang bawaannya dan meletakkan surat cerai di atas meja.
Tepat pada saat itu, ponselnya berdering. Kris meneleponnya.
"Fara, urusanku sebentar lagi selesai," kata Kris dengan nada bicara yang masih terdengar lembut. "Aku akan segera pulang menemanimu."
Fara mengiakan singkat, lalu berkata, "Kebetulan aku ada kejutan buatmu."
"Oh, ya?" sahut Kris, nada suaranya terdengar penuh harap. "Kamu bikin kejutan apa buat suamimu, Sayang?"
"Nanti kamu bisa lihat sendiri pas pulang," jawab Fara dengan tenang.
Jika Kris tepat waktu, bisa saja dia melihatnya saat perjalanan pulang.
Semua pesan, video dan rekaman itu ....
Kris pun menutup telepon dengan penuh harap, sementara Fara langsung berjalan keluar sambil membawa koper yang sudah dia siapkan.
Dia bertemu beberapa orang tetangga di jalan.
"Fara, kamu mau jalan-jalan, ya?" sapa mereka dengan antusias.
Fara mengangguk dan menjawab dengan bersemangat pula, "Ya."
Dia tidak akan pernah pulang lagi ke tempat ini.
Matahari bersinar cerah hari ini. Fara pun naik taksi ke bandara bersama semua barang bawaannya tanpa rasa ragu ....