Bab 6
Langkah Fara sontak berhenti seolah kakinya dipaku di tempat.
Pembicaraan di dalam belum selesai sampai di situ.
"Kak Kris dan Aleya belum selesai juga? Lama banget sih, ini sudah lima jam loh."
"Ngapain buru-buru? Kak Kris itu 'kan ganas, Aleya juga sangat menggoda. Mereka nggak akan mungkin selesai kalau belum seharian."
"Tapi, mereka terlalu terang-terangan. Masa mereka melakukannya dengan penuh gairah di ruangan sebelah? Aku bahkan bisa mendengar suara erangan di tengah-tengah. Untung saja aku pintar dengan meminta orang untuk menaikkan volume musik, jadinya Kak Fara nggak kedengaran. Kamu tahu nggak sih betapa gugupnya aku tadi?"
"Kenapa juga kamu harus gugup begitu? Nanti juga kamu terbiasa kalau sudah beberapa kali melakukannya sepertiku. Kak Kris akhirnya punya sosok wanita yang dia sukai, jadi dia nggak perlu bergantung pada Kak Fara seorang. Kita sebagai teman-teman baiknya harus membantunya dan membiarkannya mencoba wanita cantik di luar sana sepuasnya! Hahaha!"
"Kak Fara memang cantik sih, tapi dia terlalu tertutup. Menurutku, kalau soal urusan ranjang itu dia seperti ikan mati. Pria mana yang nggak suka dengan wanita cantik yang menggairahkan?"
Fara tidak dapat mendengar percakapan setelah itu.
Telinganya seperti berdengung dan dia berjalan keluar dalam keadaan linglung.
Ternyata semua orang sudah tahu! Mereka juga bekerja sama menyembunyikan soal ini darinya!
Walaupun teman-teman Kris ini dari luar tampak memperlakukannya dengan hormat, ternyata mereka diam-diam membantu Kris menutupi kebejatannya. Mereka bahkan secara terang-terangan membicarakan dan menjelek-jelekkannya!
Rasanya hati Fara seperti dirobek habis-habisan, setiap jengkal tubuhnya terasa begitu kesakitan.
Hujan lebat sedang turun di luar, tetapi Fara seolah tidak menyadarinya. Dia terus berjalan maju seperti mayat hidup.
Fara berjalan sendirian ke Kantor Imigrasi, lalu menandatangani dokumen yang diberikan dengan linglung.
Setelah itu, Fara berjalan pulang sendirian dan langsung mengunci diri di dalam kamar.
Sejak hari itu, Fara mengalami demam tinggi.
Kris baru pulang keesokan harinya. Waktu itu, Fara sedang tidak sadarkan diri karena demam, dia bahkan tidak mengenali siapa-siapa.
Kris sontak menjadi ketakutan seolah-olah jiwanya akan melayang keluar. Dia langsung melarikan Fara ke rumah sakit seperti orang gila.
Untung saja Fara hanya menderita flu ringan. Setelah diinfus seharian, Fara akhirnya siuman.
Meskipun begitu, Kris yang ketakutan langsung memesan seluruh lantai rawat inap dan juga berhenti ke perusahaan setiap hari agar bisa selalu menemani Fara.
Hingga suatu hari, asisten Kris membuka pintu dan memberi tahu Kris bahwa ada klien penting yang sedang berkunjung. Klien itu bersikeras meminta bertemu dengan Kris.
Kris pun mengernyit dan hendak menolak, tetapi asisten itu membisikkan sesuatu di telinganya.
Ekspresinya langsung berubah sedikit dan dia akhirnya melepaskan tangan Fara. "Fara, aku ...."
"Pergilah," sela Fara dengan tenang sambil memejamkan matanya.
Kris menatap ekspresi tenang Fara dan entah kenapa hatinya tiba-tiba terasa sakit.
Dia sebenarnya menyadari ada yang aneh dari Fara, tetapi karena sedang terburu-buru untuk pergi, Kris pun menenangkan dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa dia berpikir terlalu jauh. Suasana hati Fara pasti buruk karena sedang sakit.
Kris pun meminta perawat untuk menjaga Fara dengan baik, lalu memberi tahu Fara bahwa dia akan kembali menemani Fara setelah urusannya selesai. Setelah itu, Kris berbalik badan dan berjalan pergi.
Tiga hari kemudian, Kris tetap tidak kembali. Aleya malah menelepon Fara.
"Kak Fara, aku punya kabar baik untukmu," kata Aleya dengan puas dari ujung telepon sana. "Aku hamil! Aku akan jadi seorang ibu. Ayah dari anak ini adalah suamimu."
"Dia menemani dan merawatku dengan sangat baik selama beberapa hari ini. Dia menggendongku bangun dari kasur dan juga menyuapiku makan. Oh ya, dokter bilang kami sudah bisa kembali berhubungan setelah usia kandunganku menginjak tiga bulan. Dia senang sekali, dia langsung menindihku ke atas kasur dan kami berulang kali melakukannya malam itu. Kami juga nggak perlu menggunakan pengaman karena aku sudah hamil, jadi dia lebih agresif. Kami mencoba belasan posisi berbeda sepanjang malam. Aku merasa lelah sekali, tapi tetap saja rasanya sangat menyenangkan. Aku suka sekali."
"Ya ampun, aku jadi membocorkan terlalu banyak. Kak Fara, kamu nggak marah, 'kan? Ini bukan salah Kak Kris kok. Bagaimanapun juga, anaknya lebih penting daripada demam, 'kan?"
Kata-kata Aleya benar-benar tajam menusuk. Jika Aleya mengucapkan semua itu di lain waktu, Fara yakin hatinya akan terasa begitu sakit.
Namun, sepertinya hati Fara sudah mati rasa sejak lama. Dia sama sekali tidak menangis mendengarkan ucapan Aleya.
Fara tidak memberikan tanggapan atau pertanyaan apa pun dan hanya menekan tombol perekam.
Fara ingin tahu seperti apa perasaan Kris saat mendengarkan rekaman ini.