Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Apalagi ini

Seorang wanita cantik mengamati dari kejauhan, aku dan pak Devan. Siska, adiknya pak Devan menatap tajam kearah kami. Aku sempat menaruh curiga dengannya, yang mengarahkan ponselnya kearah kami. Tapi aku gak mungkin menghampirinya. Setelah urusanku selesai dengan pak Devan. Aku memutuskan untuk pulang. Aku masih kepikiran dengan kehadiran Siska di cafe tadi. Seperti sedang ada yang direncanakan. Tapi, ya sudahlah. Aku tidak memiliki bukti untuk itu. Lima belas menit kemudian aku sampai di rumah. Aku terkejut saat melihat ada mobil papa yang terparkir di halaman rumah nenek. Aku segera turun, untuk memastikan itu. Ternyata benar. Mama dan papa memang ada disana. Mereka langsung memelukku, saat menyadari kehadiran ku. Aku pun membalas pelukan mereka. "Maafkan Mama ya, Wik!" ujarnya seraya terisak dalam pundak ku. "Sudah Ma. Dewi sudah maafkan Papa dan Mama. Dewi ngerti perasaan kalian." Kami melepas pelukan kami. Setelah itu kami bertiga gabung bersama nenek. "Mama dapat kabar dari mertuamu. Kalau kalian akan rujuk, besok. Apa itu benar sayang?" tanya mama di sela-sela obrolan kami. "Iya Ma. Tapi rencananya pernikahannya cuma akan dilakukan di KUA saja, kok. Papa dan mama datang, ya?" Mereka tersenyum padaku. Aku bisa melihat dengan jelas kebahagiaan yang terpancar dari keduanya. Mereka memang sudah senang dengan mas Guna. Dari awal kami menjalin hubungan, mereka sudah merestuinya. "Kita pasti datang. Iya kan, Pa?" Mama melirik kearah papa. "Iya dong Ma. Kali ini kamu jangan sia-siakan kesempatan yang diberikan Guna padamu, Wik!" Papa sepertinya masih menyalahkan ku atas kejadian malam itu. "Pa, Dewi tidak pernah membohongi Mas Guna." "Sudahlah Wik, apapun itu. Kamu jangan melakukan kesalahan lagi pada Guna." Aku hanya meng 'iya' kan apa yang dikatakan papa padaku. "Oh iya, Wik! Apa bener kamu keluar dari pekerjaan mu?" tanya Mama padaku. Darimana mama tahu kalau aku keluar dari pekerjaan ku. Aku bahkan belum berani memberitahu mereka tentang rencana rujuk kami. Tapi mereka kok bisa tahu. "Iya Ma. Atas permintaan Mas Guna. Dewi keluar dari pekerjaan Dewi," jawabku jujur. Sepertinya mereka justru terlihat senang dengan pengakuan ku itu. "Ya sudah kalau gitu. Mama dan Papa pamit dulu. Besok kami akan datang, ke pernikahan mu. Lagi." Setelah pamit pada nenek dan aku, mereka pulang ke rumah. Selepas kepergian orang tuaku. Aku pergi ke kamar untuk meletakkan barang-barang yang aku beli tadi. Setelah itu merebahkan tubuhku sejenak. Lelah rasanya seharian berada di luar rumah. Tapi tiba-tiba ingatan tertuju ke omongan pak Devan tadi. Dia mencintaiku sejak lama. Bahkan jauh sebelum aku mengenal Mas Guna. Sedalam itu kah perasaannya sehingga saat aku sudah menikah dengan mas Guna, dia masih mencintaiku. Tapi ya sudahlah, aku gak mau ambil pusing dengan masalah itu. Toh, aku juga sudah memilih rujuk lagi dengan Mas Guna. Di sela, aku sedang terbaring. Tiba-tiba ada notifikasi pesan dari nomor baru. Awalnya aku ragu untuk membukanya. Tapi setelah aku ingat, aku meninggalkan nomor telpon ku pada salon langgananku. Akhirnya aku membuka nontifikasi pesan itu. Setelah aku buka, ternyata isinya dari mas Guna. "Wik, nanti jam delapan aku tunggu kamu di restoran merga. Kamu dandan yang cantik, ya. Aku mau dinner malam ini sama kamu." Aku senyum-senyum sendiri membaca pesan itu. Tapi aku bingung, kenapa mas Guna mengganti nomor telponnya. Padahal dia tidak pernah sekalipun mengganti nomornya, meskipun handphone nya pernah hilang. Ah, ya sudahlah. Aku bisa tanyakan langsung nanti padanya. Malam pun tiba. Aku bersiap diri untuk dinner dengan mas Guna. Aku memakai gaun, yang pernah di belikan mas Guna saat pertama kali dia melamarkan. Katanya kalau aku memakai gaun itu, aku terlihat cantik. Jadi, aku ingin terlihat cantik malam ini di depan calon suamiku. Dengan menggunakan taksi online, aku sampai di restoran 'Merga'. Restoran bernuansa klasik yang sangat nyaman untuk dinner dengan pasangannya. Saat aku memasuki restoran itu, ada seorang pelayan menghampiriku. "Selamat malam, dengan mbak Dewi?" tanyanya tersenyum ramah padaku. "Iya, saya Dewi," jawabku. "Mbak, sudah ada yang menunggu disana. Mari ikut saya!" ajaknya padaku. Aku hanya menuruti kemana pelayan itu mengajakku pergi. Pelayan itu berhenti di sebuah ruangan VIP. Ruangan yang khusus di pesan untuk pasangan-pasangan yang bulan madu. Karena di dalamnya ada ranjang dan toilet. Awalnya aku bingung. Kenapa mas Guna mengajakku bertemu dengannya di tempat itu. Dia bukan tipe orang yang menghamburkan uang untuk hal yang nggak penting seperti itu. Kalau hanya dinner, tentu dia tidak akan memilih tempat itu. Karena sewa ruangan itu mencapai lima belas juta. Dengan sedikit rasa curiga, akhirnya aku masuk kedalam. Ruangan itu memang di desain sangat cantik. Ruangan yang penerangannya hanya dengan lilin-lilin cantik yang menghiasi ruangan itu. Menambah suasana romantis di dalamnya. Di tambah lagi, ada alunan musik klasik yang disetel di ruangan itu. Aku sempat terperangah melihat itu semua. Tapi, aku tidak melihat siapapun ada di situ. Hingga seorang pelayan datang membawa minuman itu. Sebuah cairan berwarna biru langit di suguhkan padaku. "Silahkan, Mbak!" Aku hanya mengangguk menanggapi ucapannya. Setelah menyuguhkan minuman itu, pelayanan itu kembali meninggalkanku. Sebelum dia benar-benar pergi dari tempat itu. Aku memanggilnya. . "Mbak, dimana calon suami saya?" tanyaku yang sudah tak sabar menunggu kehadiran mas Guna. "Saya tidak tahu. Saya hanya ditugaskan kepala pelayan disini untuk mengantar minum minuman itu, kesini!" jawabnya. Aku diam sejenak dan berfikir. Kalau semuanya sudah disediakan begini. Berarti memang sudah ada yang memerintahkan pelayan-pelayan itu. Aku sempat berfikir, apa mas Guna mau memberikanku surprise. Sembari menunggu kedatangan Mas Guna, aku mencoba menghubungi nomor yang tadi siang mengirim pesan padaku. Tapi, nomor itu tidak aktif lagi. Akhirnya aku menelpon nomor lama mas Guna. Tersambung, tapi tidak diangkat. Sebenarnya ada apa ini. Apa aku hanya di kerjain seseorang. Tapi siapa? Aku sudah mulai curiga ada yang tidak beres ini semua. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Tapi saat aku mau membuka pintu ruangan itu. Pintunya di kunci dari luar. Aku berusaha menggedor-gedor pintu itu. Tapi tidak ada satupun orang yang mendengarnya. Karena memang ruangan ini adalah ruangan kedap suara. Jadi percuma saja aku berteriak disini. Tidak akan ada satupun yang mendengarnya. Akhirnya aku kembali duduk di sofa itu. Aku berfikir sejenak, setelah itu aku mengambil handphoneku lagi. Aku akan meminta bantuan teman-temanku untuk mengeluarkan aku dari sini. Tapi, sial! Baru saja aku mau menelpon Rianti, handphoneku tiba-tiba mati. Aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Selain menunggu orang yang akan membukakan pintunya dari luar. Karena haus, akhirnya aku meminum minuman yang ada di atas meja itu. Aku meneguk semua minuman itu hingga tak bersisa. Setelah habis, ku letakkan kembali gelasnya di atas meja. Tapi sesaat kemudian kepalaku rasanya sangat berat, pandanganku pun mulai tidak jelas. Aku mulai terkapar lemas di sofa itu, tapi aku masih sedikit sadar. Remang-remang aku melihat ada seorang pria yang mengangkat tubuhku di ranjang. Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi... To be continued...

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.