Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Dia mengetahui semuanya

Semalam aku bisa tidur dengan nyenyak. Masalahku dengan mas Guna sudah menemui titik terang. Semalam dia mengabari aku, akan mengurus pernikahan kami lagi. Aku senang mas Guna benar-benar mewujudkan ucapannya untuk kembali rujuk denganku. "Wik, ada Guna di depan," ujar Nenek memberitahu kehadiran mas Guna. Aku sedikit terkejut, saat mendengar ucapan nenek tadi. Semalam mas Guna juga tidak memberitahu ku kalau mau datang ke rumah. Aku pun beranjak dari dapur untuk menemui mas Guna. Tapi saat aku melintasi kaca lemari, aku melihat wajahku sedikit kusam. Ku urungkan niatku untuk menemuinya. Gak mungkin lah aku menemui dia dengan wajah kayak baju belum disetrika. Aku takut dia ilfill denganku. Aku kemudian berlari ke kamar untuk sedikit memoles wajahku. Aku sekarang memiliki hobi baru, aku lebih sering bercermin dan sedikit mulai menyukai ber-make up. Kurasa sudah sempurna barulah aku bergegas ke ruang tamu menemui Mas Guna. Seorang pria dengan tatanan rambut belah pinggir, membuat hatiku berdebar tak menentu. Dia duduk di sofa ruang tamu. "Mas," sapaku tersenyum padanya. Mas Guna pun tersenyum melihatku. Senyumannya itu membuat orang yang melihatnya pasti langsung meleleh. "Kok semalam gak ngasih tau kalau mau mampir." Aku kemudian duduk di sampingnya. Dia menoleh kearah ku. "Emangnya kenapa? aku mau kasih kejutan buat kamu." Ucapannya seketika membuat wajahku memerah. Padahal itu bukan yang pertama kalinya dia datang ke rumah. Tapi entahlah rasanya ada yang beda dalam hatiku ini. "Aku kangen Wik, sama kamu," bisiknya membuat bulu kudukku merinding. "Aku nggak sanggup lagi pisah dari kamu, Wik. Aku tersiksa menahan rindu padamu. Aku ingin mengulangnya lagi." Dia menatap lekat mataku. Tatapannya yang penuh mendamba untukku. Aku tidak menyangka kalau dia serapuh ini menjalani hari-harinya usai menalakku. "Setelah ini aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi. Aku janji!" Sunyi diantara kami tak lagi bersuara. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Aku bahagia, sangat bahagia mendengar semua ucapannya. "Mas kamu udah sarapan apa belum?" tanyaku memecah keheningan. Kami mulai terbawa perasaan. Aku gak mau kejadian malam itu terulang lagi. "Belum," jawabnya beralih menatap ke depan. "Kita sarapan dulu, yuk," ajakku mulai menarik diriku dari sofa. Diikuti oleh mas Guna, setelah itu kami keruang makan untuk sarapan bersama. Disela-sela sarapan kami. Ponsel mas Guna terus berdering. Namun tak membuat pemiliknya segera mengangkat. "Mas, itu handphonenya bunyi,"ujarku sedikit bingung karena mas Guna seperti membiarkan ponselnya bunyi. "Biarkan saja, aku tidak mau ada yang mengganggu kebersamaan kita." Lagi-lagi ucapannya membuatku meleleh. "Angkat dulu Mas, siapa tahu penting." Dia menghentikan makannya, setelah itu menatapku lekat. "Bagiku sekarang tidak ada yang lebih penting dari kamu Wik," ucapnya menggodaku. Ada apa denganmu mas Guna. Jadi bucin begini. Apa mungkin perpisahan kami selama sebulan ini membuat dirinya berubah. Berubah menjadi lebih manis. Nenek pun tergelak mendengar ucapannya. "Nenek seneng, kalian bisa rujuk lagi. Setelah ini jangan lagi ada prahara. Kalian harus dewasa dalam menyikapi masalah yang menimpa rumah tangga kalian. Jangan sampai kalian menyesal untuk kedua kalinya." Mas guna hanya tersenyum menanggapi ucapan nenek setelah itu dia berucap, "makasih ya Nek, udah menampung Dewi. Disaat Guna mengusirnya, dan tidak lagi yang percaya padanya. Nenek dengan besar hati menerima Dewi disini." Ucapan Mas Guna tulus dari hati. Ada raut penyesalan diwajahnya. "Itu sudah menjadi kewajiban Nenek. Oh iya, kapan kalian akan menikah lagi? Jangan menunda-nunda niat baik. Takut terjadi fitnah nantinya," ujarnya memberi saran. "Inshaa Allah lusa Nek. Guna masih mengurus semuanya. Tapi sepertinya kita menikahnya di KUA saja ya Wik. Aku gak mau semua orang tahu, kalau aku pernah menalakmu." Aku hanya Mengangguk tanda setuju dengan perkataan mas Guna. Dari awal kami memang merahasiakannya dari teman-teman kami. Usai sarapan aku mengantar mas Guna ke depan. Sebenarnya dia sudah sangat terlambat. Tapi dia tetap berangkat ke kantor. Usai berpamitan denganku. Mobilnya segera meluncur ke kantor. Sementara aku, rencananya hari ini aku akan keluar. Aku mau belanja kebutuhan rumah. Karena stok bahan makanan sudah mulai menipis. Nenek memang tinggal sendiri. Beliau tidak mau tinggal bersama anak-anaknya. Dengan alasan tak ingin meninggalkan kenangan manis dengan almarhum kakek. Kisah cinta mereka sangatlah pelik tapi berujung bahagia. Aku ingin rumah tangga ku kelak seperti rumah tangga nenek dan kakek. Selalu bersama meskipun rintangan-rintangan datang silih berganti. Tapi tak menggoyahkan keduanya. Selepas beres-beres aku bersiap pergi ke supermarket. Tapi aku juga mau mampir butik temanku. Aku mau mencari kebaya untuk akad nikahku lusa. Karena aku tidak mau menggunakan kebaya yang dulu aku pakai saat pernikahan pertama kami. Disebuah butik yang letaknya tak jauh dari rumah sakit tempat mas Guna bekerja, mobilku aku hentikan. Aku langsung masuk kedalam butik itu. Penjaga butiknya langsung membantuku untuk mencari kebaya yang pas untuk aku pakai. Setelah menemukan kebaya itu, aku langsung menuju ke supermarket. Tapi saat aku akan masuk kedalam, Pak Devan keluar dari supermarket itu. "Dewi!" Dia kemudian menyapaku. Aku sedikit canggung saat bertemu lagi dengannya. "Iya Pak," jawabku sekenanya. "Kebetulan bertemu denganmu disini, ada yang ingin aku tanyakan padamu." Aku mulai tidak nyaman karena teringat dengan pengakuannya padaku, waktu itu. Tapi aku juga tidak bisa kalau langsung menjauh darinya. "Maaf Pak, saya buru-buru!" Aku mulai beranjak dari situ. Tapi langkahku berhenti saat dia bersuara lagi. "Apa kamu sudah bercerai sama Guna," ujarnya, membuatku berbalik arah menatap wajah sendu milik pria itu. Akhirnya kami mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol. Aku gak mau akan ada kesalahpahaman lagi nantinya. Aku yakin pak Devan ingin memastikan berita itu langsung padaku. Diseberang supermarket itu ada sebuah cafe yang tak begitu ramai. Cafe itulah yang dipilih pak Devan untuk kami mengobrol. Setelah pelayan mengantarkan minuman yang kami pesan, pak Devan pun mengulang pertanyaannya tadi, "Apa benar kamu bercerai dari Guna." Aku pun bingung harus menjawab apa. "Iya," akhirnya kata itu yang keluar dari mulut ku. "Tapi aku dan mas Guna akan rujuk lagi," sambungku sedikit membuat pria yang dihadapanku ini kecewa. "Apa kamu yakin akan kembali pada Guna," tanyanya sedikit tak sabar menunggu jawaban ku. "Aku yakin, karena memang kami saling mencintai." Dia beralih menatap kesamping. "Kalau kalian saling mencintai, lantas kenapa Guna menceraikan mu?" Pertanyaan pak Devan membuatku diam mematung. Aku tidak mungkin mengatakan kejadian itu padanya. Ini aib rumah tanggaku dengan mas Guna. "Sudahlah Pak, tidak ada gunanya Bapak menanyakan hal itu padaku." Aku mulai berdiri dan ingin segera meninggalkan tempat itu. "Karena aku masih berharap bisa memilikimu." Ucapannya membuatku sedikit tercengang. Aku kemudian mengurungkan niatku untuk pergi. "Maaf! tapi itu tidak akan mungkin terjadi. Aku sudah milik mas Guna, Bapak cari saja wanita lain." Dia tersenyum remeh menanggapi ucapan ku. "Kalau aku bisa, itu sudah aku lakukan sejak dulu." Pandangan ku teralih pada seseorang yang menatap tajam kearah kami. To be continued...

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.