Resmi menjanda
Satu Minggu berlalu. Aku sekarang tinggal bersama Nenek di rumahnya. Hanya beliau yang mempercayai aku. Beliaulah yang selalu mensupport aku saat ini. Orang tuaku tahu kalau aku tinggal bersama nenek.
Aku juga sudah mulai dengan aktivitas ku. Aku bekerja di sebuah rumah sakit ternama di kota ku. Aku bekerja sebagai manajer keuangan di sana.
Pagi itu saat aku akan pergi ke kantor. Tiba-tiba mobil mas Guna berhenti di depan rumah nenek. Aku sempat senang karena aku pikir dia akan menjemput ku pulang kerumahnya. Mas Guna turun dari mobilnya dan menghampiri aku yang akan naik ke mobil.
"Mas, kamu datang!" ujar ku akan memeluk dia. Tapi dengan keras dia mendorongku, dan mengusap-usap pakainya yang tak sengaja aku sentuh.
"Jangan sentuh aku!" celetuk nya dengan nada dingin. Bulir air mataku tak tertahan lagi menetes. Ternyata dugaan ku salah. Aku masih tetap menatap laki-laki yang ada dihadapan ku saat ini. Laki-laki yang dulu begitu lembut memperlakukan aku.
"Mas, ayo masuk dulu," tawar ku mengajak dia masuk.
"Aku kesini mau ngasih ini untukmu!" Mas Guna mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih dari tasnya. Kemudian amplop itu di berikannya padaku.
"Ini apa Mas?" tanyaku setelah menerima amplop itu dari tangan mas Guna.
"Kamu bisa membacanya sendiri kan! Atau kamu memang bodoh tidak bisa membedakan wanita yang masih perawan atau tidak!!!" ujarnya kemudian pergi meninggalkan ku.
Aku masih tercengang mendengar ucapannya. Aku masih mematung memandang punggung lelaki yang masih sangat aku cintai itu. Sampai dia masuk ke mobilnya dan melajukan nya dengan sangat kencang.
Pandangan ku beralih pada amplop yang aku pegang. Di depan amplop itu tertulis kop surat dari pengadilan agama. Pikiranku menerawang menerka-nerka isi dari amplop itu. Apa mungkin mas Guna menceraikan ku secara resmi. Akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka amplop itu. Setelah aku baca dan benar saja isinya adalah surat cerai dari mas Guna. Tubuhku seketika melemas. Sepertinya tidak ada lagi harapanku untuk kembali dengan pria itu. Air mata yang sedari tadi sudah menetes, kini lebih deras mengalir membasahi pipi.
Aku memutuskan untuk tetap bekerja hari ini. Aku ingin bicara pada mas Guna untuk kembali padaku. Aku gak mau pisah darinya. Aku masih mencintainya, sangat mencintainya.
Aku melajukan mobilku membelah keramaian lalu lalang kendaraan yang sedang melintas. Perasaan ku hancur saat ini. Tapi aku harus tetap bekerja untuk menghidupi diriku. Orang tuaku sudah tidak mau menerimaku lagi karena mereka menganggap aku ini adalah aib.
Tiga puluh menit kemudian aku sampai di kantor. Aku memarkirkan kendaraan ku terlebih dahulu. Dari dalam mobil aku melihat mas Guna yang baru saja turun dari mobil. Aku hanya bisa menatap wajahnya dari jauh. Laki-laki yang sempat menjadi suamiku dalam satu malam, pesonanya masih sama bagiku.
Aku kemudian turun dari mobil setelah terparkir rapi di parkiran. Mas Guna sempat melirikku, tak ada ranum kesedihan di wajah mas Guna. Aku turun dari mobil dan berusaha mengejar dia yang akan beranjak.
"Mas, tunggu!!!" teriakku namun tak diindahkan olehnya. Laki-laki itu tetap tak berhenti walau mendengar teriakkan ku. Aku berusaha mengejar dia, tapi sebuah suara mengurungkan niatku.
"Dewi, hari ini ikut saya meeting dengan klien dari Surabaya!" ucap Pak Devan, direktur utama di perusahaan, tempat aku bekerja.
"Baik Pak, saya akan siapkan dulu berkasnya." Aku kemudian berjalan menuju kantor ku bersama dengan pak Devan.
Pak Devan adalah pewaris tunggal perusahaan tempatku bekerja. Beliau adalah anak dari Pak Hartawan, pemilik rumah perusahaan. Usia nya yang masih muda menjadi daya tarik para wanita-wanita yang gencar mencari perhatiannya. Apalagi statusnya yang masih single menambah nilai plus di mata penggemarnya. Tapi tidak denganku, aku selalu di buat repot dengan perintah-perintahnya yang menurutku berlebihan. Tapi setelah beliau mengetahui aku menikah dengan Mas Guna, beliau tak lagi berbuat seenaknya padaku.
********
Aku masih mencoba untuk berdamai dengan keadaan. Tapi sayang terlalu sulit untuk aku bisa menerima keputusan Mas Guna yang menceraikan aku dengan alasan menurutku tidak masuk akal.
Aku berniat akan bicara dan menemui mas Guna. Mungkin dengan bicara dari hati ke hati, aku bisa meluluhkan hati mantan suamiku itu. Aku benar-benar tidak bisa tidur dengan nyenyak karena memikirkan masalah ini. Aku harus berbuat apa? Agar mas Guna percaya padaku. Kalau aku masih perawan, dan tidak pernah berhubungan dengan lelaki manapun.
Pagi ini adalah hari Sabtu, aku tidak masuk kantor. Aku berencana akan ke rumah mas Guna. Sebelum aku kesana, aku menelpon ibu mertuaku dulu. Aku ingin memastikan kalau mas Guna ada di rumah. Setelah nada tersambung...
"Assalamualaikum Bu."
"Waalaikumussalam Dew, gimana kabarmu Nak."
"Alhamdulillah baik Bu."
"Syukurlah kalau begitu. Ada apa sayang, apa ada hal yang penting?"
"Begini Bu, aku mau bicara dengan Mas Guna. Apa dia ada di rumah?"
"Lebih baik jangan di rumah, kalau mau ngomong sama Guna. Nanti Ibu bantu agar kamu bisa bicara dengan dia."
"Baiklah Bu, kalau begitu. Dewi tutup dulu ya telponnya. Assalamualaikum, Bu."
Aku bersiap-siap untuk bertemu dengan Mas Guna. Aku yakin dia masih mencintai ku. Aku harus menyakinkan Mas Guna. Aku gak akan membuang-buang kesempatan ini lagi.
Tiga puluh menit kemudian, Ibu mertuaku memberi alamat tempat janjian ku dengan mas guna. Aku bergegas pergi ketempat itu. Di sebuah cafe shop tak jauh dari rumahku, tempat yang dikirim Ibu mertuaku lewat aplikasi WhatsApp.
Aku berhenti dihalaman cafe itu, ku lihat mobil mas Guna sudah terparkir disana. Aku langsung masuk kedalam untuk menemuinya. Dia duduk tak jauh dari jendela, sebelah pojok cafe itu. Dia masih sama seperti dulu. Terlihat lebih tampan jika mengenakan kaos dan celana jeans. Aku segera menghampirinya.
"Mas," sapa ku pada pria itu. Dia nampak terkejut melihat aku berdiri disana.
"Ngapain kamu kesini?" tanyanya dengan suara berat.
"Mas, aku yang menyuruh Ibu untuk membujukmu menemuiku. Aku ingin bicara padamu Mas. Kita bicara dari hati ke hati. Jangan emosi dulu." Aku langsung duduk di kursi yang ada di depannya.
"Sudah tidak ada lagi yang harus dibacakan!" Mas Guna akan beranjak dari duduknya, tapi segera aku menahannya dengan cara menarik tangannya.
"Mas, aku mohon," ucapku memelas. Tampak dari wajahnya mas guna sedang berfikir sesuatu. Setelah itu dia urungkan niatnya untuk pergi dari sana.
Aku seneng karena mas pria itu mau mendengarkan permintaan ku. Paling tidak aku bisa bicara sejujurnya padanya. Dia kembali duduk di tempat duduknya yang tadi.
"Mas, aku tidak pernah membohongi kamu. Aku tidak pernah tidur dengan lelaki manapun selain kamu. Aku mohon percaya padaku." Aku mencoba meraih tangannya, aku pikir dia akan menolakku. Tapi dugaan ku salah, dia membiarkan aku menyentuhnya.
To be continued