Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Valery merasa hubungannya dengan Wendy cukup baik. Mereka berasal dari desa yang sama dan pernah menjadi teman sekelas. Jadi, ketika diminta menjadi pendamping pengantinnya, Valery pun langsung menyetujuinya. "Oke, aku bisa!" balas Valery dengan singkat. Belakangan ini, dia jarang menghadiri pernikahan teman-temannya. Reuni sekolah kini terasa berbeda karena semua orang sibuk membanding-bandingkan satu sama lain. Entah itu soal pekerjaan, pacar, atau kehidupan mereka. Setelah itu, Valery meletakkan ponselnya dan mengeluarkan kristal energi dari ruang dimensinya. Setelah menghancurkan kristal tersebut, dia pun mulai menyerap energinya. Ada tujuh buah kristal energi yang Michael berikan padanya dan dia menyerap semuanya. Awalnya, dia tidak menyukai baunya, tetapi sekarang dia sudah terbiasa. Setelah proses penyerapan, dia merasa bahwa penglihatannya terasa agak kabur. Jadi, dia pun melepas kacamatanya. Namun, dia terkejut karena saat itu dia bisa melihat dengan jelas pemandangan di sekitar! Saat melihat ke arah komputer, dia bisa melihat kata-kata di layar dengan jelas tanpa bantuan kacamatanya! "Mata ... mataku sudah nggak rabun lagi!" Haha! Matanya bisa melihat dengan jelas! Dia tidak menyangka kristal energi itu memiliki manfaat seperti ini! Meskipun dia tahu asal usul kristal tersebut dari otak zombi, dia tidak peduli. Yang penting, saat ini dia bisa melepas kacamatanya! Selain kondisi matanya yang membaik, dia juga merasa sangat berenergi, seakan kekuatannya tidak terbatas. Sepertinya dia bisa membantu orang tuanya bertani di sawah! Dia juga menyadari bahwa ruang dimensinya memang telah meluas beberapa meter persegi! Ternyata, menyerap kristal energi sangat efektif untuk memperluas ruang dimensinya! Kemudian, dia memperhatikan perhiasan-perhiasan indah yang ada di dalam ruang dimensi. Saat mengingat acara pernikahan Wendy dan perannya sebagai pendamping pengantin, Valery pun memilih kalung berwarna merah muda yang serupa untuk dirinya sendiri. Sisa perhiasan yang lain dia letakkan di dalam kotak besar dan rencananya akan dia jual. Saat hari masih pagi buta, Henry pergi ke sawah, sementara Yassie pergi ke pasar. Hanya sang nenek yang berada di rumah sambil menikmati sinar matahari pagi dan berbincang dengan tetangga. Keluarga Valery dan keluarga pamannya bergantian merawat sang nenek, masing-masing satu bulan sekali. Setelah sarapan, Valery pun mengendarai sepeda listriknya ke sawah. Dalam perjalanan, dia bertemu dengan seorang kakek yang merupakan salah satu tetangganya. "Valery, kenapa kamu pulang ke desa? Apa kerja di kota nggak enak?" tanya Kakek tersebut. Sebagian besar anak muda yang ada di desa ini berlomba-lomba untuk pindah ke kota demi mencari penghidupan yang lebih baik. "Ya, aku memutuskan untuk berhenti bekerja dan pulang ke sini untuk membantu orang tuaku bertani." Saat mendengar jawaban Valery, Kakek tersebut menatapnya dengan penuh keterkejutan. "Apa kamu nggak takut diolok-olok orang lain? Kerja di sawah itu sangat melelahkan. Untuk apa juga seorang mahasiswa sepertimu harus kembali ke desa dan bertani?" Kakek tersebut berkata sambil menggelengkan kepalanya. Dia tahu bahwa semua orang tua bekerja sangat keras untuk menyekolahkan anak-anak mereka agar tidak berakhir menjadi petani. Namun, Valery tetap tersenyum dan berkata tanpa gentar, "Sejak kecil aku sudah terbiasa membantu orang tuaku bekerja di sawah." "Tapi, itu bukan pekerjaan yang sesungguhnya," ujar sang Kakek sambil tertawa. "Kerja di sawah membutuhkan tenaga fisik yang kuat. Kamu terlalu lemah untuk melakukan pekerjaan kasar ini." "Lihatlah penyemprot pestisida yang kubawa ini! Isinya air dan pestisida dan beratnya sampai puluhan kilogram!" "Selain itu, kamu harus membawanya keliling sawah sepanjang hari! Saat musim panas, terik matahari akan sangat menyengat dan banyak nyamuk yang mengerubungi." Namun, dibandingkan dengan pekerjaan lain, bertani sebenarnya bisa dianggap sebagai pekerjaan yang relatif ringan jika dilakukan dengan cerdas. Kemudian, Valery pun berpikir sejenak. Setelah menukar semua emas dan perhiasannya menjadi uang, dia akan membeli beberapa mesin pertanian, lalu mempekerjakan beberapa orang untuk bertani di sawahnya, sehingga dia bisa mengurangi banyak pekerjaan manual. Biaya untuk mekanisasi pertanian sangat tinggi, apalagi untuk membayar upah pekerja. Sekarang, harga jual hasil pertanian juga tidak menguntungkan, jadi para petani akan rugi jika menggunakan mesin. Saat melihat Valery tetap bersikukuh pada tekadnya untuk bertani, Kakek tadi pun diliputi rasa penyesalan. Beliau pun menggelengkan kepalanya sembari memandang punggung Valery yang menjauh. Sesampainya di sawah, Valery mendapati sang ayah sedang menggendong tangki pestisida yang berat. Tubuhnya pun terlihat membungkuk karena beban yang dipikulnya dan bahkan keringat membasahi seluruh tubuhnya. Ketika melihat kedatangan sang anak, Henry pun segera berkata, "Kenapa kamu datang ke sawah? Cepat pulang! Kamu nggak perlu membantuku." "Ayah, sudah kubilang kalau aku kembali ke sini untuk membantumu bertani! Lagi pula, sayuran ini sudah hampir panen. Jadi, aku akan membantumu menjualnya." Karena akan memberikan sayuran ini kepada Michael, Valery pun harus melihat sayuran ini sendiri. "Kamu mau menjualnya?" Henry tampak terkejut mendengar usulan putrinya. Menanam sayuran sangat membutuhkan tenaga yang banyak. Namun, saat panen, harga jual sayuran seperti kubis sangat murah. Kemunculan rumah kaca memang memungkinkan petani menanam semua jenis sayuran sepanjang tahun. Meskipun hasil panen dalam beberapa tahun terakhir cukup melimpah, harga sayuran di pasar tetap saja anjlok. Beberapa orang pun beralih menanam sayuran berkualitas tinggi, meskipun persyaratannya juga jauh lebih rumit. Namun, harga benih dengan kualitas tinggi sangat mahal dan para petani biasa dengan untuk menanamnya. Selain karena takut gagal panen, mereka juga khawatir sayurannya tidak akan laku dan membuat mereka rugi. "Benar! Aku akan membantumu menjual hasil sayuran ini. Itulah alasanku kembali ke rumah. Aku punya pelanggan besar di kota dan dia sudah membayar uang mukanya! Nanti, semua sayuran yang kita punya bisa dijual ke orang itu!" Henry ingat bahwa putrinya telah membelikan ponsel dan beberapa barang lain untuknya. Jadi, sepertinya anak itu memang sudah menerima uang mukanya. "Syukurlah kalau begitu. Aku juga khawatir sayuran kita mungkin nggak akan laku di kota." "Tomat yang kita tanam kualitasnya juga sangat baik." Saat melihat tomat di sawah yang hampir matang, Valery pun berencana untuk memberikannya kepada Michael. Bagaimanapun, pria itulah pelanggan besar yang tadi dia bicarakan dengan ayahnya. "Ayah, istirahatlah. Biar aku saja yang menyemprot pestisida," ujar Valery. Setelah itu, Valery langsung mengambil alih tangki pestisida. "Jangan! Tangkinya berat sekali! Kamu nggak akan kuat!" Ketika Henry hendak melarang Valery, dia terkejut karena putrinya bisa mengangkat tangki pestisida itu dengan mudah. Dulu, mungkin Valery memang tidak akan bisa mengangkatnya. Namun, setelah menyerap kristal energi, tenaganya jadi jauh lebih kuat dan fisiknya juga membaik! Dengan langkah pasti dan ringan, Valery pun berjalan menuju sawah untuk menyemprotkan pestisida tersebut. Ketika melihat putrinya berjalan dengan begitu lincah dan tampak seperti tidak terbebani, Henry merasa agak sedih. Dia mengingat masa kecil putrinya yang selalu dimanjakan dan tidak pernah dibiarkan melakukan pekerjaan berat. Mereka berhemat habis-habisan untuk menyekolahkan putri mereka di luar kota. Hidup mereka di desa sangat sederhana, bahkan biaya hidup bulanan mereka kurang dari 200 ribu rupiah. Meskipun begitu, mereka selalu menyisihkan satu juta rupiah setiap bulannya sebagai uang saku Valery agar anak itu tidak perlu menggunakan gaji pekerjaan paruh waktunya. Henry yakin bahwa putrinya pasti sangat menderita saat di kota. Setiap kali mereka berbicara di telepon, putrinya selalu sibuk bekerja lembur atau sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja. Dia merasa sedih mengetahui putrinya harus bekerja keras seperti itu. Jadi, jika putrinya memang ingin kembali ke desa dan bertani, dia tidak akan berkomentar apa-apa. Baginya, yang terpenting adalah putrinya tidak lagi menderita. "Tapi, bertani itu pekerjaan yang berat. Bukankah lebih baik dia mencari pekerjaan lain di kota?" gumam Henry dalam hati. Saat Henry ingin meminta putrinya untuk beristirahat sejenak, dia mendapati bahwa putrinya menggendong tangki pestisida itu dengan sangat mudah. Puluhan kilogram air yang ada di dalamnya pun seakan-akan menguap begitu saja dan dalam waktu singkat dia sudah menyemprotkan semua pestisida ke tanaman yang ada di sawah. Valery menyadari bahwa kekuatan fisiknya yang luar biasa ini pasti ada kaitannya dengan kristal energi yang telah dia serap. Saat ini, dia pun sudah selesai menyemprot semua sisa tanaman yang belum dipestisida. Setelah menyemprot tanaman sayurnya, Henry perlu beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaganya. Namun, Valery bisa menyelesaikan semua pekerjaannya dengan cepat dan tanpa terlihat kelelahan. Awalnya, Henry berpikir bahwa putrinya tidak akan kuat melakukan pekerjaan berat. Namun, dia merasa heran saat melihat putrinya menyelesaikan semua tugas dengan penuh senyuman. Dia pun menatap tangannya yang kasar dan merasa bingung dengan kemampuan putrinya. Biasanya, dia membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk menyemprotkan pestisida itu ke semua tanaman yang ada di sawah. Namun, putrinya bisa menyelesaikan semua itu hanya dalam waktu beberapa menit saja. Dia pun bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya sudah terlalu tua? Padahal, usianya belum genap 50 tahun. Saat melihat sayuran yang sudah disemprot, Valery merasa sangat puas. Kemudian, dia memberikan uang sebesar sepuluh juta kepada ayahnya. "Ayah, tolong terima uang ini. Mulai sekarang, Ayah nggak perlu jualan sayur lagi di pasar. Aku yang akan mengurus semuanya!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.