Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

"Sekarang juga kubuktikan padamu!" Adelia menarik kotak obat dari bawah tempat tidur dan membukanya. Terlihat sembilan jarum perak yang berkilauan dengan cahaya dingin, tersusun rapi. Adelia pun mengeluarkan sebuah jarum panjang dan langsung menusukkannya tepat di titik akupunktur kaki Justin. Adelia memiringkan kepalanya dan dengan penuh perhatian menatap Justin sambil bertanya, "Terasa sesuatu nggak?" Setelah satu tusukan ini, kaki Justin yang tadinya mati rasa tiba-tiba merasa kesemutan. Justin melihat wajah cantik Adelia yang serius, sebuah sinar berkilat di matanya yang gelap. Telunjuk Justin mengusap ruas jarinya dengan lembut, lalu dia memalingkan wajahnya yang pucat dan mengernyit kesakitan. Adelia tahu Justin merasa sakit, dia pun menusukkan lagi sebuah jarum kecil di bagian bawah dan berkata, "Bagus kalau kamu merasa sesuatu. Aku memang nggak pernah mengobati orang terkenal dan nggak punya sertifikat medis, tapi aku yakin aku bisa menyembuhkan kakimu." "Asal tiap hari ditusuk jarum akupuntur untuk mengeluarkan darah kental, lalu ditambah dengan jamu dan pijatan, kamu pasti bisa berdiri lagi dalam waktu sebulan, paling lama setengah tahun lah." Hatiku meleleh, wajah tampan nan angkuh itu terlihat lembut. "Kamu mau apa?" Justin yang seorang pengusaha, tahu tidak ada makan siang gratis di dunia. Tangan Adelia berhenti bergerak dan terlihat malu-malu. "Nenekku dibawa oleh keluarga Andoko ke Kota Hanara, mereka mau merebut proyek besar kerjasamamu dengan Grup Viel supaya Sarah bisa menikahi sepupumu." Meski Adelia seorang gadis desa, dia juga pernah mendengar nama Grup Viel. Grup Viel adalah konglomerat tingkat internasional, bahkan Grup Vijendra yang mendominasi di Kota Hanara tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Grup Viel. Proyek itu adalah sebuah kesempatan emas. Adelia menatapnya dengan cemas. Dia merasa bersalah dan kasihan pada Justin. Bukan hanya kehilangan sumber daya, tetapi juga harus melepaskan tunangannya. Justin tersenyum sinis. Adelia sadar diri, dia pun menjawab dengan nada kecewa, "Maaf, aku sudah keterlaluan." Adelia pun mencabut jarum akupunturnya, merapikan kotak obat dan meninggalkan ruangan. Justin menatap sosok Adelia yang berjalan lunglai seolah tidak bernyawa dan tatapan Justin pun menjadi kelam. Justin mengambil ponselnya di nakas dan menelepon seseorang. "Nathan, ini aku." Nathan di ujung telepon kaget setengah mati seolah mendengar suara hantu. "Justin! Kamu beneran sadar? Kukira tahun depan aku harus mempersiapkan kematianmu!" Justin menjawab singkat, "Tolong siapkan data kerja sama Grup Viel dan Grup Vijendra, lalu otak-atik datanya." "Oke." Nathan menjawab dengan serius, "Aku ingatkan, kecelakaan mobil ini bukan perkara kecil, tapi juga nggak ada jejak sama sekali. Aku nggak bisa menemukan bukti." Wajah Justin terlihat dingin, "Nggak perlu, aku sudah tahu siapa pelakunya." "Jangan bilang ini ulah kakak sepupumu?" geram Nathan. "Dasar berengsek! Sudah nggak bisa apa-apa, bisanya main licik! Data yang tadi kamu minta aku siapkan itu buat kasih ke dia, 'kan? Kalau gitu aku harus membuat data palsu nih!" Justin menyela Nathan, "Nggak usah mikir kejauhan. Setelah itu, tolong cari informasi seseorang." "Siapa?" "Adelia ... " "Oh, istrimu," jawab Nathan. Justin tidak membantah ucapan Nathan dan berkata, "Selidiki riwayat hidupnya, coba cari tahu dia punya hubungan dengan istri pertama atau nggak. Kalau perlu, pakai saja kemampuan Divisi Rahasia untuk menyelidiki hubungannya dengan keluarga putra sulung." Setelah mendengar ucapan Justin, napas Nathan jadi memburu. "Maksudmu dia utusan keluarga putra sulung? Posisi kamu bahaya banget! Kayaknya harus dijaga pengawal 24 jam deh." Justin langsung menutup telepon, memutus keluhan yang tak henti-hentinya dari Nathan. Justin menatap ke bawah dan sisi wajahnya terlihat bersinar. Dia teringat sosok istri barunya yang keras kepala dan ceria itu. Spontan, jemari lentiknya pun mengusap tepi kasur. Kenapa bisa begitu kebetulan? Kakinya cacat, keluarga Andoko mengirimkan pengantin pengganti yang katanya bisa menyembuhkan kakinya. Adelia bilang ingin minta balasan dengan proyek yang ada di tangannya. Justin tidak percaya ada yang namanya durian runtuh! Apalagi dengan penampilan Adelia … Di ruang tamu. Adelia turun tangga dengan mengenakan gaun pengantin merah, Bu Jihan memegang tangannya dan berkata, "Aku sudah mengambil satu stel baju putriku untukmu, cepat ganti baju. Setelah itu kita jalan-jalan buat belanja pakaian dan perhiasan." "Nggak usah, aku ... " Bu Jihan tidak menerima rasa sungkan Adelia. Dia meminta Adelia untuk segera berganti pakaian, lalu menyuruh sopir mengantar mereka ke pusat perbelanjaan yang ramai di Kota Hanara. Begitu masuk, Jihan langsung berbelanja dengan gila-gilaan. "Ini, ini juga! Bungkus semuanya! Aduh, Adelia, kamu pasti cantik banget pakai semua ini!" "Ini terlalu banyak. Bukannya ... " Adelia sontak merasa gelisah, dia ingat Justin memberitahunya bahwa mahar dari ibu mertuanya ini masih tersangkut di pasar saham. Baju-baju yang paling murah saja senilai puluhan juta. Itu nominal yang bahkan tidak pernah bisa Adelia habiskan selama setengah tahun hidup di desa. Uang tabungannya tidak akan cukup untuk menggantikan pengeluaran Jihan. "Gadis itu harus pakai nuansa yang cerah dan ceria. Menantu itu 'kan sudah seperti anak sendiri, ngapain sungkan dengan ibu mertuamu?" Adelia sontak merasa terharu. Setelah mengunjungi toko pakaian, mereka berdua pun masuk ke toko perhiasan. Tentu saja ada yang tidak suka dengan kehadiran mereka. "Ya ampun, Bu Jihan, masih sempat-sempatnya Bu Jihan belanja? Katanya putra Bu Jihan sudah sadar, ya? Baguslah. Cuma, sayang banget dia jadi cacat ... Kalau begitu, berarti hak waris keluarga Vijendra mau nggak mau jatuh ke tangan keluarga putra sulung, ya?" sindir salah seorang istri kaya yang ada di sana dengan nada mengejek. Justin memang hebat, entah berapa banyak orang yang berhasil dia kalahkan. Begitu dia mengalami kemalangan, semua orang berbalik melawannya. Jihan pun balas tersenyum dengan dingin. "Bu Anara, katanya putramu masuk rumah sakit karena habis mempermainkan wanita, ya? Hati-hati, jangan sampai dia malah mati pas lagi menikmati wanita. Ya ampun, kok bisa-bisanya sih kena penyakit kutil kelamin?" "Kamu!" bentak wanita kaya itu dengan marah. "Aku apa? Walaupun putraku lumpuh, tetap saja dia lebih hebat daripada anakmu! Katanya dokter hebat sekalipun nggak bisa mengobati kemandulan putra keluarga Saputra, ya! Itu berarti ... keluarga Saputra bakal punah!" Jihan menatap wanita bernama Bu Anara itu dengan kesan meremehkan, setiap patah katanya benar-benar tajam menusuk. Sudah menjadi rahasia umum di Kota Hanara bahwa putra tunggal keluarga Saputra memang memiliki masalah dengan kejantanannya. Selain itu, dia juga suka menyalahgunakan obat dan tukang bikin onar. Dia menjadi bulan-bulanan semua orang. "Anakmu juga sama saja, 'kan!" bantah Bu Anara tidak mau kalah. "Lihat saja, suatu saat nanti kami pasti bisa menemukan Pak Roman! Jangan memohon minta tolong padaku, ya!" "Aku? Memohon padamu? Lucu sekali! Keluarga kami itu beruntung, bisa saja 'kan Pak Roman datang sendiri buat mengobati Justin!" Dalam adu debat antara kedua keluarga kaya ini, Bu Jihan lebih unggul dalam berkata-kata. "Kamu ... jangan lupa keluarga Saputra masih menjadi penguasa di tanah ini! Aku mau lihat bagaimana Justin bisa tetap mengerjakan proyeknya dengan Grup Viel!" Wajah Bu Anara terlihat pucat, dia mengambil tas dan pergi. Begitu mendengar tentang proyek Grup Viel, sinar rumit berkilat di mata Adelia. Jihan mengatur ekspresi wajahnya, balik badan dan menunjuk ke lemari kaca paling atas, lalu berkata, "Tunjukkan kalung berlian biru itu padaku." Penjaga toko yang mengenakan sarung tangan putih, mengambil kotak perhiasan itu dan memujinya, "Anda benar-benar memiliki selera yang bagus." Adelia langsung pusing begitu melihat sederet angka nol yang panjang. Saat Adelia masih terpana, Jihan sudah memakaikan perhiasan itu pada Adelia. Liontin safir berbentuk tetesan air itu membuat kulit Adelia terlihat putih seperti salju, cahaya lampu yang berkilauan memberikan lapisan aura di tubuhnya. "Cocok banget buatmu." Bu Jihan berdecak kagum. Adelia menggeleng, mengigit bibirnya dan berujar dengan serius, "Sebenarnya aku nggak berani menolak hadiah pemberian dari orangtua. Tapi, Bu Jihan sudah memberiku terlalu banyak barang. Aku benar-benar nggak bisa menerima kalung ini." "Hmmh, ya sudah lah. Kamu ini." Bu Jihan bisa melihat tatapan Adelia yang tidak enak hati, dia pun meletakkan kalung itu kembali. Adelia pun memanfaatkan kesempatan ini untuk bertanya, "Pak Roman itu siapa sih?" Kenapa sepertinya dia sedang dicari oleh para orang kaya di Kota Hanara? "Pak Roman itu Roman Prambudi, dokter pengobatan tradisional," jawab Bu Jihan sambil berjalan menggandeng tangan Adelia. "Dia itu seorang ahli akupunktur yang tersohor, ahlinya dalam mengobati penyakit yang sulit. Dia bisa menyembuhkan penyakit apa pun dengan teknik akupunkturnya. Tapi, waktu dia berusia 60 tahun, dia pensiun dan hilang entah ke mana. Katanya sih dia punya murid." Jika tidak bisa menemukan Roman, muridnya juga tidak jadi masalah. Orang kaya itu lebih peka dengan kesehatan. Siapa juga yang tidak pernah sakit kepala atau demam? Bisa berteman dengan seorang dokter terkenal akan menjamin nyawa saat sedang menghadapi penyakit berat. Adelia mengangguk-angguk mengerti. Sewaktu di desa, tetangganya, Kakek Roman, juga ahli akupunktur. Adelia bisa mengobati penyumbatan meridian di kedua kaki Justin berkat ilmu yang dia pelajari dari Kakek Roman. Dia sebenarnya sempat terpikirkan sesuatu yang konyol. Namun, dia langsung mengenyahkan pemkiran itu. Seingatnya, nama Kakek Roman bukanlah Roman Prambudi. Mereka beda orang. Lagi pula, mana mungkin seorang dokter pengobatan tradisional tinggal di desa? "Justin baru bisa bergerak kalau diobati oleh Roman ... " Belum sempat Bu Jihan selesai bicara, ponselnya sudah bergetar. Dia melepaskan tangan Adelia dan mengangkat telepon itu. "Halo." Entah apa yang orang di ujung telepon sana katakan, yang jelas Adelia melihat wajah Bu Jihan langsung berubah menjadi pucat pasi. "Suruh bajingan itu menunggu! Aku akan segera pulang!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.