Bab 3
Aku pergi ke kantor dan menyerahkan surat pengunduran diri. Awalnya, aku mencari pekerjaan ini agar bisa lebih dekat dengan Larissa.
Namun, sekarang hal itu tidak lagi diperlukan.
Atasan berkali-kali mencoba menahanku, tetapi aku tetap menolaknya dengan tegas.
Beberapa hari lalu, aku menerima balasan dari perusahaan luar negeri yang kuincar selama ini. Aku diterima.
Perusahaan ini adalah perusahaan impianku sejak kecil, tetapi dulu aku menolaknya demi Larissa. Untungnya, sekarang masih belum terlambat untuk mengejar impian.
Setelah mengundurkan diri, aku menyelesaikan tugas-tugas terakhirku dan menelepon teman-temanku untuk memberi kabar baik ini.
Mendengar kabar itu, teman-temanku turut senang dan terdiam sejenak sebelum bertanya, "Lalu, bagaimana dengan Larissa? Apa dia akan ikut keluar negeri bersamamu?"
Aku tersenyum pahit. "Nggak, aku sendirian. Hubunganku dengannya sudah hampir selesai."
Setelah selesai penyerahan pekerjaan, aku mulai menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk pergi ke luar negeri.
Orang tuaku sudah tiada, di negara Dorbai ini hanya ada beberapa teman dan Larissa.
Dulu, aku merasa di mana ada Larissa, di situ pula rumahku.
Namun sekarang, aku tidak lagi memiliki rumah. Aku seperti ilalang terapung, di mana aku singgah, di situ pula rumahku.
Saat pulang ke rumah, Larissa sedang bersiap-siap keluar.
Dia mengenakan riasan yang sempurna dan memakai celana pendek, membuat kakinya yang panjang tampak semakin memukau.
Tangannya membawa kue ulang tahun, dan aku langsung paham.
Hari ini adalah ulang tahun Freddy, dan Larissa akan merayakannya bersama Freddy.
Dia sedang menelepon dan suaranya terdengar senang, "Sudahlah, jangan nebak-nebak! Kalau aku kasih tahu hadiahnya, mana ada lagi yang namanya kejutan. Kamu tunggu aku saja."
Entah apa yang dikatakan orang di seberang, tetapi Larissa tertawa geli sampai menampakkan giginya yang bertaring.
Senyumannya sangat sederhana, tetapi bagiku sangat langka.
Dia terus tersenyum, tetapi saat melihatku, senyumnya segera hilang.
Dia selalu memenuhi keinginan Freddy, tetapi tidak pernah rela memberiku senyuman yang sama.
Ekspresi Larissa berubah dingin. Dia tidak berkata apa-apa dan berpaling dengan tatapan tidak suka.
Dengan cepat, dia mengganti sepatu dan keluar rumah dengan suara pintu yang tertutup rapat.
Aku tahu, Larissa ingin berperang dingin lagi denganku. Dulu, setiap kami bertengkar, alasannya tidak lain karena Freddy.
Tiap di saat-saat seperti ini, aku selalu merasa seperti menghadapi musuh, dan berusaha keras membuatnya senang.
Meskipun dia tidak membalas satu pun pesanku, aku tetap berusaha keras untuk membuatnya bahagia.
Namun kali ini, aku hanya mencari resep masakan luar negeri di internet dan berlatih memasak di rumah.
Aku harus mulai membiasakan diri dari sekarang.