Bab 10
Suasana menjadi hening kembali.
Jevan berkata, "Kondisinya mendesak, tapi aku nggak sengaja ... "
"Nggak perlu dijelaskan." Shania sudah muak dengan semua kata-katanya. "Nggak peduli kamu sengaja atau nggak, faktanya kamu mendorongku."
"Oke, oke, ini salahku. Semuanya salahku. Beri tahu aku sekarang, kamu ada di mana?"
"Sudah kubilang, aku pasti pulang."
"Kamu harus pulang malam ini. Kalau nggak, aku akan mencarimu di seluruh Kota Awani!"
Jevan makin tidak bisa menahan kemarahannya.
" ... "
Shania akhirnya mengalah dan mengatakan akan pulang satu jam lagi.
Jika Jevan sudah bertindak gila, dia mampu melakukan apa saja, sedangkan Shania tidak mau Jevan mengetahui lokasi rumah barunya.
Siska mengantar Shania pulang. Dalam perjalanan pulang, Siska berkata, "Bajingan itu telah melakukan banyak hal yang menyakitimu, tapi masih bersikap seperti tuan besar. Dengan temperamen seperti itu, dia bisa bertindak membahayakan kalau lepas kontrol ... Shania, kalau dia tahu kamu menipunya demi dia menandatangani surat cerai, takutnya dia membunuhmu."
Shania menatap ke arah cahaya lampu di kejauhan. Dengan nada bercanda, Shania menjawab, "Sepertinya, aku harus siapkan racun supaya dia mati duluan sebelum sempat mencekikku."
Sesampainya di rumah.
Begitu memasuki pintu depan, Jevan langsung menyambut dengan langkah cepat, wajahnya dipenuhi kecemasan dan kegelisahan yang tidak bisa disembunyikan.
Shania meliriknya sekilas, lalu melepas sepatunya.
Begitu membungkuk, Shania merasakan kesakitan saat ada sesuatu yang menyentuh pinggangnya.
Jevan membantu memegang pinggangnya.
"Jangan sentuh aku!" Shania merasa jijik dengan sentuhan Jevan. Shania melepaskan diri dari sentuhan Jevan meskipun pinggangnya sakit.
Jevan merasa sedih.
Jevan menarik tangannya kembali. Dia mengikuti Shania masuk ke kamar. Sambil berjalan, Jevan menyodorkan ponsel kepada Shania. "Aku sudah pasang CCTV di kantor, kamu bisa periksa kapan saja dan di mana saja. Kejadian hari ini nggak akan terulang lagi."
Shania terkejut.
Shania mengira Jevan akan menghindari masalah seperti biasanya. Shania melirik ke layar ponsel dan bertanya, "Kamu takut aku akan memergoki kalian seperti hari ini dan membuat 'Si Manis' itu malu?"
Jevan terdiam sejenak, lalu menjawab, "Aku benar-benar nggak ada hubungan apa-apa dengannya."
"Oke, aku akui bahwa gadis itu imut, tapi aku hanya menganggapnya sebagai adik. Dia datang ke kantor juga atas permintaan ayahku, katanya aku perlu banyak belajar dari gadis itu."
"Kami akan menandatangani kontrak dengan Grup Ansara minggu depan. Ini hanya permintaan kecil dari Keluarga Gustama, masa kutolak?"
Lihatlah, betapa pintar dia berdalih.
Hanya karena menganggap gadis itu sebagai adik dan demi mendapat keuntungan bagi perusahaan, Jevan memanjakan dan memenuhi semua keinginan gadis itu tanpa takut melukai hati istrinya.
Dia sudah berubah menjadi pria munafik.
Shania merasa jijik. Matanya yang indah menatap Jevan dengan tajam. Sesaat kemudian, Shania pura-pura memahami kondisi dan berkata, "Oh, jadi begitu. Kamu benar-benar hanya menganggapnya adik? Bukankah katanya kalian sering menghabiskan malam bersama? Kakak menemani adik tidur, itu 'kan inses?"
"Sudah kubilang, dia masih anak-anak. Jangan anggap serius ucapannya."
"Kamu juga merasa semua omong kosongnya itu menarik dan lucu, 'kan?"
" ... "
Jevan tidak menghiraukan ucapannya. Sambil mendesah, Jevan berkata, "Pokoknya, aku nggak ada hubungan apa-apa dengan gadis itu. Setelah kamu berlibur, kita fokus program hamil. Setelah itu, kamu bisa tinggal tenang di rumah sebagai Nyonya Senjaya. Aku janji bahwa posisi sebagai Nyonya Senjaya akan selalu jadi milikmu."
Shania menatap Jevan, kemudian menyunggingkan senyum.
"Aku mengerti sekarang," pikir Shania dalam hati.
Posisi Nyonya Senjaya akan selalu menjadi milik Shania, jadi Shania harus mulai berpura-pura tidak melihat dan membiarkan suaminya bertindak sesuka hatinya di luar sana.
Namun, mengapa Shania yang harus memenuhi keinginan pria itu?
Pria itu mencari kesenangan dengan berselingkuh, berlibur, tidur, dan melihat matahari terbit bersama Qiara ... Semua yang dia lakukan membuat hati Shania hancur berkeping-keping. Namun, pada akhirnya, pria itu masih memintanya untuk menahan rasa sakitnya dan tetap menjadi istri serta ibu dari anak-anaknya, lalu menemaninya hingga tua?
Betapa kejam dan egoisnya pria ini.
"Sayang, aku mencintaimu." Jevan menatapnya dengan tersenyum. Pria itu mengira masalah hari ini sudah beres.
Meskipun Shania melawan, Jevan tetap memeluknya dengan erat.
Pelukan yang penuh dengan perasaan, seolah-olah pria itu benar-benar tidak ingin kehilangan istrinya.
Shania merasa hatinya hampa.
Makin bertemu Jevan, Shania makin yakin untuk meninggalkannya.
...
Jevan membantunya naik tangga.
Dia juga memanggil dokter untuk memeriksa kondisi pinggang Shania. Ketika mendengar bahwa lukanya tidak parah, Jevan merasa lega.
Ketika Shania masuk ke kamar mandi, Jevan juga ikut ke dalam sambil berkata, "Aku akan membantumu."
"Nggak perlu."
Jika Jevan berani menyentuh dengan tangan kotornya, Shania bersumpah akan meracuni kopinya.
Jevan merasa tidak senang karena Shania menolak sentuhannya dan menjauhinya. Namun, Jevan juga tidak ingin membuat Shania kesal.
"Aku tunggu di luar. Kalau butuh bantuan, panggil aku."
"Hm."
Shania mengangguk sambil tersenyum.
"Tenang saja, meskipun aku mati kesakitan, aku nggak sudi memanggilmu," cibir Shania dalam hati.
Shania keluar dengan mengenakan piama, sedangkan Jevan masih menunggu di depan kamar mandi.
Aroma sabun yang keluar dari kamar mandi tercium di hidung Jevan. Kulit Shania yang baru saja mandi berwarna merah muda dan lembut, memperlihatkan bahu dan tulang selangka yang wangi. Saat Shania bergerak, pinggangnya tampak menggoda.
Muncul hasrat dalam sorot mata Jevan.
Shania berjalan ke tepi kasur dan bersiap untuk tidur. Saat melihat tatapan Jevan yang aneh, Shania memperingatkan, "Pinggangku sangat sakit. Kalau kita melakukannya malam ini, takutnya nggak bisa memuaskanmu."
Jevan memeluknya dari belakang. Pria itu menunduk dan mencium bahu Shania yang wangi dan tidak membiarkan Shania menghindar. "Aku akan pelan-pelan ... "
"Aku sudah lelah, pinggangku juga sakit. Aku nggak ada keinginan bercinta."
Saat mendapat penolakan, Jevan merasa kesal, tetapi dia juga tidak mau memaksa Shania.
Jevan melepasnya. "Tidurlah."
Dengan ekspresi datar, Jevan berbalik dan keluar dari kamar.
Shania pernah mengatakan bahwa dia tidak akan datang ke kantor lagi, ternyata dia benar-benar tidak datang.
Dia menghubungi bawahan di departemen proyek secara pribadi, mengajak mereka makan, dan memberi tahu tentang pengunduran dirinya.
Semuanya merasa tidak rela setelah mendengarnya.
Seluruh perusahaan tahu bahwa Shania adalah pacar presdir. Awalnya, beberapa orang meragukan kemampuannya dan menganggap dia mendapatkan posisi itu karena presdir. Namun seiring berjalannya waktu, dengan setiap proyek yang berhasil, terbukti bahwa dia tidak hanya memahami manajemen, tetapi juga teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, Shania lebih fokus pada perusahaan dibandingkan presdir. Setiap kali berhasil meraih proyek, Shania yang terlihat paling bahagia.
Secara diam-diam, orang-orang mengatakan bahwa Shania memiliki ambisi menjadi istri presdir.
Namun, ternyata sekarang Shania malah mengundurkan diri.
"Aku minta maaf kepada kalian semua. Karena alasan pribadi, aku nggak bisa bekerja di Grup Mahesa lagi. Kalian harus tetap bekerja keras. Kalau butuh bantuan, silakan hubungi aku. Kalian juga boleh ajak aku kumpul-kumpul."
Sambil berbicara, Shania mengarahkan gelas ke arah teman-teman kantornya.
Ketua tim proyek menangis. Dia sudah bekerja dengan Shania sangat lama, jadi hubungan mereka lebih dekat dibandingkan yang lain.
Begitu Shania pergi, tonggak utama di departemen proyek pun tidak ada lagi.
Namun, mereka semua mengerti alasan Shania mengundurkan diri. Presdir membawa wanita selingkuhannya ke kantor. Beberapa hari lalu, Shania memergoki mereka berdua bermesraan di ruangan kantor presdir. Katanya, Qiara telanjang bulat. Mana mungkin Shania tidak marah?
Pertemuan makan ini membuat mereka sedih.
Akhirnya, mereka bertanya kepada Shania tentang rencana ke depannya. Shania menjawab bahwa dia belum memikirkan dengan baik. Ada salah satu yang merekomendasikan, "Mungkin Bu Shania bisa mencoba bekerja di Grup Junakara. Katanya, presdirnya baru pulang dari Amestika dan sedang membuka perekrutan sekretaris, tapi belum menemukan kandidat yang cocok."