Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Berbanding Terbalik

Christopher tersenyum kecil memerhatikan dua perempuan yang kini sibuk bermain bulu tangkis. Ia mendekat, berjalan ke area lapangan bulu tangkis, melihat lebih dekat permainan di antara Liora dan Gabriella. Keduanya menikmati pagi hari dengan melakukan aktifitas bersama. Bahkan, kedua perempuan dalam balutan kaus lengan pendek dan celana training panjang itu tidak memerhatikan kedatangan Christopher. Ia berdiri di tengah-tengah net, tidak terlalu jauh dari pandangan keduanya seraya melipat kedua tangan di dadanya. Sejenak ia memerhatikan kuncir rambut kuda itu tampak terayun, mengikuti ke manapun mereka bergerak. “Apa kalian tidak berminat mengajakku?” Gabriella menghentikan gerakannya saat ia seharusnya mengembalikan lemparan itu. Ia tersenyum manis dan diikuti Liora yang menoleh ke samping, mendapati pria bertubuh tinggi itu yang melemparkan senyum memesona. Ia berdecih pelan. “Kau ingin bermain denganku, Sayang?” Christopher mengedik. “Sepertinya pakaianku tidak sesuai,” jelasnya memerhatikan tubuhnya sendiri yang masih bertelanjang dada dan memakai celana pendeknya. Bahkan, hanya melihat rambut acakannya saja, Liora tahu jika pria itu baru saja bangun tidur. Kenapa pria itu tidak tidur selamanya saja? Pikirnya menatap tajam Christopher sebelum mendengkus sebal, beranjak ke meja kecil dengan dua kursi duduk di luar lapangan bulu tangkis. Ia meraih botol minum, menenggak hingga setengah tandas. “Liora ... Hari ini aku memutuskan untuk pergi ke rumah orangtuaku. Apa kau ingin ikut bersamaku?” Liora menoleh, ia mendapati Gabriella mendekat dan memberikan tatapan ramahnya. Tapi yang sudah dipikirkan kali pertama adalah sebuah kesempatan. Mansion ini sepi dari Tuan dan Nyonya Harcourt? Ia ingin menampilkan senyum semringah saat Christopher berdiri di samping istrinya, memandang Liora dengan santai. Perempuan itu menggeleng lemah, berusaha memperlihatkan raut sedihnya seraya memegang handuk kecilnya. “Aku di sini saja, Gabriella. Aku tidak ingin merepotkanmu dan sebenarnya ... Aku nyaman tinggal di sini,” balasnya melemparkan senyum hangat. Gabriella. Perempuan yang sebenarnya seusia Liora, tapi memiliki sikap yang dewasa dan mampu menunjukkan ketulusan cintanya pada Christopher. “Kau yakin, Liora? Aku akan pergi selama dua hari kedepan. Ya, keluargaku masih tinggal di sini. Tapi aku menginginkan kebersamaan sementara waktu dengan orangtuaku.” Perempuan itu tanpa sadar merespons penjelasan Gabriella dengan menghadirkan sendu dalam dirinya. Liora merasakan rindu pada orangtuanya yang sampai hari ini pasti sangat malu dan meyakini jika Felice mereka tidak akan kembali. Seandainya mereka tahu jika sekarang ia telah berada di Roma. Ia menerbitkan senyum kikuknya. “Tidak masalah. Aku akan menjaga Mansion ini sebaik mungkin,” balasnya membuat Gabriella tertawa kecil. Perempuan itu mengangguk pelan. “Aku akan pergi siang ini. Jaga dirimu baik-baik di sini, Liora. Seluruh pelayan akan tetap menuruti permintaanmu. Kau keluargaku juga, bukan?” “Ya. Aku keluargamu, sekaligus Adik sepupu Chris,” balasnya melirik sinis Christopher yang dibalas senyum miringnya. Setelah semua selesai di lapangan olahraga. Perempuan itu memutuskan untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan lebih santai. Ia hanya membalut tubuhnya dengan tank top dan celana pendek. Entah kenapa di saat Liora menghirup udara segar dari area balkon, udaranya begitu sejuk. Hatinya damai ... Sedamai pikirannya akan terlepas dari Gabriella dan terlebih suaminya. “Setidaknya aku bisa memikirkan rencana lebih matang,” cetusnya menutup kelopak mata, merentangkan kedua tangan untuk sekadar menikmati pagi ini dengan berita mendadak Gabriella. “Lebih baik mereka tidak berada di sini setiap waktu.” Liora membuka kembali kelopak matanya dan berdecak sebal. “Tapi aku tidak menemukan satupun telepon di sini. Kenapa pria itu mampu melakukannya dengan sangat manis?” Ia berkacak pinggang, menyorot sekitar bawah balkon yang memang memperlihatkan halaman luas dengan deretan mobil sedan yang terparkir rapi di luar bagasi. Bahkan, di dalam bagasi cukup banyak mobil mahal lainnya yang sepertinya menjadi koleksi pria bernama belakang Harcourt. Ketukan di pintu kamarnya membuat Liora berbalik, menatap sebentar pintu itu sampai langkahnya mendekat. “Ya?” “Nona Liora ... Apa Anda ingin kami menyiapkan makan siang kesukaan Anda?” Liora mengernyit, mendapati satu pelayan senior dan junior yang kini tersenyum hangat padanya dalam balutan pakaian kerja mereka. Namun, mengetahui kebingungan perempuan itu, kini giliran pelayan muda yang menimpali. “Nyonya Harcourt meminta kami untuk bertanya makan siang apa yang Anda inginkan, Nona. Jadi, kami memutuskan untuk bertanya pada Anda.” Perempuan itu mengembuskan napas pelan, menyadari Gabriella yang begitu baik padanya. Sayangnya, perempuan itu tidak tahu seberengsek apa suaminya. Andaikan satu celah hadir sekaligus melibatkan dirinya, mungkin Liora akan merelakan harga dirinya diinjak. Setidaknya ia puas melihat rumah tangga Christopher hancur tanpa perlu ia bersusah payah melakukannya. “Baiklah. Aku ingin kalian membuatkan makan siang untukku Panzanella, arancini dan bruschetta,” balasnya dengan cukup semangat. Liora sudah lama tidak memakan hidangan tersebut. Ada senyum senang ketika membayangkan hidanga yang sangat menggugah selera makannya. Keduanya tersenyum dan mengangguk hormat. “Makan siang kali ini akan terasa istimewa, Nona. Kami akan menyiapkan sebaik mungkin dan tidak akan mengecewakan Anda.” Liora tersenyum semringah. “Terima kasih!” serunya ikut senang. “Oh, iya! Tolong pesankan aku pizza dan pasta dari restoran paling terkenal di kota ini. Aku sepertinya ingin makan sambil menonton film. Bisa, kan?” “Tentu, Nona. Apa pun yang Anda minta, kami akan melakukannya sebaik mungkin.” Liora merasa cukup bahagia. Biarkan saja ia menjadi gemuk atau pun ucapan Christopher terulang kuat dalam ingatannya. Ia hanya ingin memanjakan diri tanpa perlu merasa takut apa pun. Sangkar emas, bukan? Mari kita mulai dari makanan yang nikmat. ** “Bye ... Bye ... Sampai jumpa ...” Liora melambai pada Range Rover yang sudah meninggalkan halaman Mansion, bergerak keluar gerbang menjulang itu. Tidak ada yang melihatnya karena penumpang itu memang tidak melihatnya. Tapi Liora sangat bahagia, melambai dengan begitu semangat dan wajahnya penuh keceriaan. “Akhirnya aku bisa terbebas selama dua hari di sini!” pekiknya mengepalkan kedua tangan, berbalik badan untuk kembali ke kamar sampai perempuan itu menegang. Manik hijaunya membeliak sempurna mendapati Christopher sudah berdiri di penghubung balkon. Berdiri dengan senyum angkuh seraya melipat kedua tangan di dadanya. Liora menelan saliva susah payah. “Kau ... Di sini?” “Apa kau berharap aku ikut pergi bersama istri pertamaku?” Detak jantungnya berpacu cepat dengan rasa gugup yang sudah melandanya. “Pemikiran yang kau anggap sebagai kebahagiaan. Itu semua tidak ada, Sayang,” ucapnya mengikis jarak, membuat Liora sedikit melangkah mundur dan berakhir menabrak pembatas balkon yang memang cukup tinggi sebatas dadanya. Senyum miring Christopher terpatri di paras tampannya dan ia mengedipkan sebelah matanya, lalu berucap, “Kita akan bersenang-senang selama dua hari kedepan,” lanjutnya semakin puas mendapati wajah Liora pucat. Ia tidak pernah tahu jika apa yang dipikirkan di harapkannya, selalu saja berbanding terbalik dengan yang akan dilakukan Christopher. **

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.