Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bukan Seorang Istri

Mobil mahal itu berhenti tepat di halaman luas sebuah Mansion mewah. Liora terdiam, memandang lekat keseluruhan bagian dari dalam mobil. “Kau sudah sampai di kediamanku,” ucap Christopher. Liora menoleh, menatap pria yang duduk di sampingnya saat sopir pria angkuh itu sudah keluar, berdiri di sisi pintu mobil Christopher. Di saat Liora akan berbicara, ia sudah mendapati tangan Christopher menarik jemari yang melingkari cincin pernikahan pria itu. “Kau juga harus melepaskan cincin pernikahan ini.” Napas Liora tercekat, ia menatap nanar Christopher yang sangat mudah menarik cincin pernikahannya. Pria itu segera memasukkan ke dalam saku mantel, menatap lurus Liora dengan sorot datarnya. “Apa kau ingin memakainya terus?” Perempuan itu tertegun. Christopher menarik sudut bibirnya. “Aku tidak mungkin memperkenalkanmu pada Gabriella sebagai istriku juga, bukan?” Entah kenapa Liora terjatuh dalam perasaan yang sempat membuatnya frustrasi. Ia tidak pernah berpikir jika kalimat yang dilontarkan itu terlalu menyakitkan, meskipun ia memang tidak juga mengharapkan pernikahan ini. Perempuan itu berusaha menarik napas dan mengembuskannya perlahan saat ada rasa sesak dan kabut yang menutupi manik hijaunya. “Apa kau berniat merahasiakan pernikahan ini?” tanyanya dengan sorot tajam. “Jika kau menginginkan hal ini tidak dapat diketahui istrimu atau bahkan orang-orang di luar sana yang mengenalmu. Kenapa kau memutuskan bersusah payah untuk menikahiku?” Christopher melihat jika manik hijau itu sedikit berkabut. Senyum angkuh ia perlihatkan dan membuat Liora kian membenci pria berengsek yang sudah membawanya ke dalam pernikahan menyesakkan ini. “Karena aku sudah memutuskan sejak awal, jika tidak ada satupun pria yang bisa memilikimu kecuali aku.” “Kau akan merahasiakan hubungan kita. Apa itu terlihat lebih baik di bandingkan kau membiarkanku bebas?” “Ya. Tubuhmu sejak awal sudah menjadi milikku, Sayang,” desisnya tersenyum puas dan tidak peduli saat Liora mengetatkan rahangnya. Ia dengan penuh emosi menunjukkan jemari yang memperlihatkan cincin yang melingkar sangat cantik dan berkilau di sana. “Kau lihat cincin ini, bukan?” tanyanya begitu tajam. Liora tersenyum mengejek, lalu berucap, “Aku akan melepaskannya sesuai keinginanmu,” cetusnya dan langsung menarik paksa. “Kau lihat ini?” Detik selanjutnya tanpa Liora duga, cincin yang akan ia lempar di dalam mobil itu, justru digenggam Christopher. Pria itu mengepal penuh kepalan tangan Liora, menahan supaya lemparan itu tidak dilakukannya. Napas perempuan itu memburu, menatap tajam Christopher yang mendekat ke arahnya, mengikis jarak. “Kenapa kau tidak memperbolehkanku membuangnya?” “Aku memintamu untuk melepaskannya, bukan membuang cincin pernikahan ini,” tegasnya penuh dengan sorot tajam. Liora tersenyum mengejek. “Kurasa tidak ada bedanya saat aku tidak akan mendapatkan status sebagai istrimu. Ini terlihat menjijikkan, tidak ada yang bisa kuterima sama sekali,” balasnya berusaha menarik tangannya yang masih digenggam oleh telapak tangan Christopher. Manik biru itu menatap lekat manik hijau dengan jarak dekat. Ia bisa melihat kebencian di dalam manik tersebut. Perlahan pria itu menarik sudut bibirnya, berbisik tepat di hadapan Liora dan berucap, “Statusmu memang hilang dan tidak diakui. Tapi kau akan tetap mendapatkan tubuhku dan juga semua kebutuhanmu selama di sini aku aku penuhi tanpa batas.” “Semua akan kau dapatkan selama hidup denganku.” “Kecuali statusmu sebagai istriku. Itu tidak akan pernah aku ucapkan di depan wartawan, termasuk istri pertamaku.” Sakit sekali. Liora tidak bisa menjelaskan jika dirinya telah jatuh ke kehidupan baru yang Christopher ciptakan. Manik matanya berkabut, siap jatuh membasahi kedua pipinya saat pria itu lebih dulu turun dari mobil. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, berusaha tidak mengeluarkan emosi yang berbalut rasa penyesalan, serta kebenciannya pada Christopher. Ia tidak tahu apa salahnya di masa lalu ketika pertemuan mereka begitu dibenci Christopher. Jika Liora bisa memilih, ia menginginkan sebuah keberanian atau setidaknya bisa bertahan di antara luka saat berhasil mengungkapkan semuanya pada Christopher. Liora sangat ingin memaki dan memukul pria itu yang telah berubah. Ia ingin memperbaiki pikiran berengsek dan tidak memiliki hati untuk pria bernama Christopher Harcout. Karena ... Pria itulah yang meninggalkan Liora. Ia berhasil menjadi pria pertama yang dicintai Liora dan telah menjadi pria pertama juga yang membuat luka di dalam hatinya hingga kini. Ya. Rasa kecewa dan kebenciannya pada Christopher adalah bentuk emosi yang ia keluarkan saat pria itu sudah bahagia bersama pujaan hatinya dan ingin kembali memporandakan kehidupan baru yang Liora bangun. Pria itu telah melupakan hubungan yang pernah mereka bangun dan hingga detik ini, tidak ada perasaan bersalah. Termasuk ucapan ‘maaf’ yang tidak pernah pria itu lontarkan. ** “Perkenalkan, Sayang. Dia adalah sepupuku. Liora Felice,” cetus Christopher berdiri di samping perempuan yang sangat Liora yakini sebagai istri Christopher. Gabriella Benedict Harcout. Perempuan berparas cantik dengan rambut coklat dan manik birunya adalah perempuan yang sebenarnya menjadi Nyonya Harcourt. Liora tersenyum pedih, menatap uluran tangan dari perempuan yang dua sentimeter lebih tinggi di bandingkannya. Tubuh semampai dan senyum manis itu sangat membuat Liora merasa jika sebenarnya, Christopher sudah menemukan penggantinya yang lebih baik dan cantik di bandingkan Liora. Perempuan berkewarganegaraan Prancis. Liora tidak banyak mengenal siapa perempuan ini. Tapi ia tahu jika perempuan di hadapannya berasal dari keluarga terpandang dan diajarkan sopan santun yang kuat. “Aku Gabriella. Senang bertemu denganmu, Liora,” ucapnya dengan hangat. Liora memandang nanar tangan tersebut. Perkenalan yang membuatnya tidak bisa berucap lebih atau sekadar membuat keadaan semakin rumit. Ia menarik napas yang terasa sesak dan mengembuskannya perlahan. Liora merasa jika dirinya kian tidak kuat dengan semua ini. Apa ia harus mengikuti alur yang sudah diciptakan suami dari Gabriella? “Aku ...” “Namaku Liora. Aku Adik sepupu Christopher.” Sebuah jabat tangan yang begitu hangat. Tidak ada rasa curiga dari manik biru di hadapannya. Jika Liora bisa mengulang masa lalunya. Ia ingin seluruh khalayak tahu mengenai siapa dirinya. Ia adalah anak dari Tuan Zucca, pemilik perusahaan fashion ternama yang kini berkembang pesat di Amerika dan negara besar lainnya. Sayangnya, Liora dan keluarganya memang tidak ingin memperlihatkan siapa sebenarnya keturunan satu-satunya dari Tuan dan Nyonya Zucca. Mereka ingin melindungi Liora dari orang yang ingin menjahatinya. Karena terlalu banyak musuh dari orangtua Liora. Itu sebabnya ia selalu berhati-hati membawa nama Zucca, kecuali untuk orang terdekat, terutama teman-temannya. “Kau sangat cantik sekali, Liora. Aku bahkan baru tau jika Chris mempunyai sepupu perempuan.” Liora tersenyum pedih, melirik Christopher yang justru memandangnya begitu santai. “Ayo, aku temani untuk ke kamar tamu. Kau bisa beristirahat sekarang juga dan nanti malam, kita bisa makan malam bersama. Ini akan sangat berkesan dan cukup berbeda dari malam biasanya. Karena selama ini hanya aku dan Chris yang memenuhi kursi meja makan.” Sebuah senyum dan tawa kecil itu membuat Liora tidak sanggup untuk menyakiti perempuan sebaik Gabriella. Mungkin, jika saja perempuan di hadapannya adalah perempuan dengan sikap sombong dan angkuh yang tidak bisa membuat Liora diam. Ia mungkin akan tetap memaksakan diri untuk membongkar rahasia suami berengseknya. Tapi ia harus berpikir berulang kali dengan sapaan hangat dan senyum manis Gabriella. Perempuan itu menerimanya di sini dengan senang hati. Setelah memutuskan mengambil kamar di sudut ruangan lantai dua. Berjarak cukup jauh dari kamar suami istri itu dikarenakan tawaran Gabriella, memberikan pilihan tepat di kamar mereka. Liora langsung menolak. Ia tidak mungkin berada tepat di samping kamar mereka. Sekarang, ia duduk di pinggir ranjang, berusaha mengendalikan napas dan terlebih perasaannya saat ini bukanlah sebuah gambaran dari sangkar emas. Perasaan Liora akan disiksa dan ia tidak akan sanggup berada di sini. Ia menunduk, menutup mata untuk menenangkan dirinya sendiri. Tapi perempuan itu tidak tahu jika ada langkah dan pintu yang tertutup itu seharusnya masuk jelas di indera pendengarannya. Liora terlalu larut dalam pikiran dan perasaannya. “Apa kau memikirkan tentang perlakuanku padamu nantinya?” Liora terkesiap. Ia mendongak dan mendapati Christopher sudah berjalan, mengikis jarak di antara mereka. Ia dengan cepat berdiri, menatap tajam dan penuh waspada untuk pria dengan nama belakang Harcourt itu. Christopher berhenti melangkah, melipat kedua tangannya di depan dada, lalu memberikan senyum miring pada Liora. “Aku tidak akan berlaku tidak adil pada kalian berdua, Liora. Aku akan tetap memanjakanmu dengan kehangatan yang akan selalu aku berikan pada tubuhmu itu.” Kedua tangan Liora terkepal kuat. “Aku cukup terpukau saat kau mulai menjadikanku sebagai perempuan murahanmu. Kau tidak menjadikanku sebagai istrimu atau seseorang yang berada dalam sangkar emasnya.” Bukannya tersulut emosi, Christopher memilih tertawa kecil dan mengedik santai. “Sudah kukatakan terserah apa pun yang ingin kau lontarkan padaku, Liora.” “Aku tidak akan menanggapi dengan cukup rumit.” Ia mendekat dan Liora berusaha mundur yang ternyata membuatnya terantuk di ranjang dan terduduk. Saat ia berusaha untuk berdiri, pria itu sudah lebih dulu mendorong kasar kedua bahu Liora, membawanya terlentang dan mengungkung dengan sorot tajam. “Kau pria berengsek yang aku kenal, Chris,” desisnya dengan tatapan penuh kebencian. “... Dan dirimu adalah perempuan cantik dengan tubuh sangat menggoda yang aku kenal. Aku tidak akan pernah mendapatkan kepuasan dari perempuan lain, kecuali dirimu, Sayang.” Liora mengumpat bersama dengan dirinya yang menggigit bibir saat Christopher dengan lancang meremas dada kanannya. “Tubuhmu sudah menjadi milikku.” “Terlebih saat kau sudah menyandang sebagai Nyonya Harcourt,” tegasnya dengan suara pelan, sarat akan penuh penekanan. “Itu hanya dalam pandangan matamu saja, tidak untuk sebuah status yang kau publikasikan,” balasnya berusaha mendorong dada bidang itu. Tapi kedua tangan Liora sudah dicekal Christopher. Ia menatap Liora dalam pandangan tegasnya. “Semakin kau tidak peduli dengan ucapanku. Maka semakin puas juga aku menyalurkan hasratku pada tubuhmu karena sikap keras kepalamu.” Napas Liora tercekat bersama senyum miring yang diperlihatkan Christopher. Ia puas melihat tubuh itu membeku dan ia pun menunduk. Christopher berbicara tepat di telinga Liora, “Kau tidak perlu mengkhawatirkan jika aku tidak berlaku adil padamu, Sayang. Karena setiap malam, aku akan mengunjungi kamar barumu dan kita akan menciptakan desahan yang lebih menggairahkan.” Gelenyar dalam tubuh Liora kian terasa kuat. **

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.