Nyonya Harcourt
Perasaan Liora hancur. Ia tidak pernah menginginkan pernikahan seperti ini. Dalam mimpinya ... Dalam sebuah impian yang sejak memasuki masa dewasa dan menginginkan seorang pria menikahinya. Ia ingin di hadapan Tuhan saling mengucap janji bersama pria yang tulus mencintainya. Menjadikannya sebagai perempuan sempurna di dalam hidupnya.
Bahkan, ia tidak sanggup meneteskan air mata setelah janji suci itu terlaksanakan. Kini, ia harus mengakui jika dirinya telah menyandang nama belakang Harcourt.
Nyonya Harcourt.
Bukan.
Dirinya bukanlah perempuan pertama yang menyandang nama tersebut.
Ada satu perempuan yang sudah publik tahu siapa pemilik hati Christopher Harcourt yang sebenarnya.
Gabriella Benedict.
Liora menutup matanya, bukan menikmati ciuman yang diberikan Christopher saat keduanya telah resmi menyandang status suami istri. Pernikahan di dalam gereja yang hanya keduanya hadiri, tanpa siapa pun tidak membuat Liora bahagia.
“Kau sangat cantik hari ini, Sayang,” bisik Christopher yang menangkup paras cantik Liora, memandangnya lekat setelah ciuman sepihak itu berlangsung.
Ia bisa melihat manik biru itu penuh rasa puas. Liora diam, menatap dingin Christopher yang memberikan sebuah senyum. Perempuan itu tahu jika senyum itu tidaklah mengandung hal tulus.
“Aku membencimu, Chris,” bisiknya, menatap pria itu dengan kebencian mendalam dari manik hijaunya.
Pagi itu, Christopher berhasil mengancamnya, membawa nama orangtua Liora untuk hancur di tangannya. Terlebih jika perempuan itu masih tidak peduli, Christopher akan menghancurkan keluarga Ivander.
Jika Christopher yang berada di hadapannya adalah pria di masa lalu. Maka Liora yakin ancaman itu tidaklah berarti apa pun. Sedangkan sekarang? Christopher adalah pemilik Harcourt Corp, perusahaan property di Italia dengan nama yang sudah tersohor.
Liora tahu itu dan dirinya harus menelan pil pahit saat tidak bisa lagi berkutik.
“... Dan aku sangat mencintaimu, Nyonya Harcourt.”
Perasaan Liora hancur berkeping-keping.
**
“Seharusnya kau membawaku ke rumahmu. Kenapa kita berada di sini?”
Liora menatap tajam Christopher yang sedang melepaskan jas miliknya. Pria itu menatap sekilas, lalu menaruh asal jas putih tersebut di sandaran sofa kamar, tidak memedulikan perempuan yang kini mendekatinya dengan tatapan meremehkan.
“Apa kau takut istrimu akan tau kebusukanmu?”
“Kau tidak akan berani memulai masalah ini, Liora,” balasnya dingin, membuat tubuh Liora membeku sesaat.
Ia teringat ancaman itu dan kini ia menelan saliva susah payah. Liora membuang pandangan, menarik napas dan mengembuskannya dengan kasar. Perempuan yang kini masih berbalut gaun menjijikkan itu, harus kembali menyuarakan keinginannya.
“Jadi, kau akan mengurungku di apartemen ini?” tanyanya lagi, menyesali tempat yang pagi tadi membuatnya berada dalam mimpi buruk.
Christopher melipat kemeja lengan panjang sebatas siku, menyorot datar Liora. “Aku akan mengurungmu dalam sangkar emasku,” ucapnya dibalas dengkusan mengejek Liora.
Perempuan itu tertawa meremehkan. “Kapan kau akan membawaku ke Mansion mewah itu?” tantangnya, telanjur membenci kehidupannya kali ini.
Ia tidak peduli jika Christopher harus mendengarkan segala ucapan keras kepala Liora. Perempuan itu bahkan berharap jika Christopher membenci kehadirannya sekarang juga.
Senyum miring Christopher terpatri di sana. Ia mendekat, mengikis jarak pada perempuan yang menunjukkan sikap angkuhnya. Christopher dengan lembut menarik pinggang Liora dengan satu tangannya. Ia menunduk, mensejajarkan pandangan keduanya. “Sepertinya kau sangat ingin bertemu dengan temanmu, ya? Ah, iya. Sekarang kalian bisa berteman, menjadi dua orang yang pastinya akan sangat akrab.”
“Meskipun kita sudah menikah, aku tidak akan menganggapmu sebagai suamiku, begitupula dengan Gabriella yang secara tidak langsung menjadi istri pertamamu!” ketusnya membuat pria itu memertahankan senyum mengejeknya.
“Aku tidak peduli.”
“Kita sudah berjanji di hadapan Tuhan,” sambungnya.
Liora menatap manik biru itu dalam kebenciannya. Dengan kasar mendorong dada bidang berbalut kemeja putih itu, berusaha untuk menarik dirinya sendiri. Tapi Christopher sudah lebih dulu menguatkan pelukannya, membiarkan Liora frustrasi tidak terlepas dari rengkuhan itu.
“Kau yang memaksaku! Aku tidak akan pernah mengakui pernikahan ini karena kau sendirilah yang berbohong di hadapan Tuhan! Memaksa seorang perempuan untuk menikah dan menjadi istri keduamu!”
Napasnya memburu bersama tatapan tajam yang ia berikan pada Christopher. “Aku akan membahagiakanmu, Liora,” balasnya tersenyum penuh aura berkuasa.
“Tidak! Mungkin kau bisa membeli segalanya, termasuk mencukupi semua kebutuhanku. Tapi kau dengan kurang ajarnya membuang perasaanku dan kini kau mengambilnya kembali? Kau ke mana saja selama ini, Chris! Bahkan, di saat kau telah berjaya dalam karirmu, kau tidak menemuiku?”
Ia tertawa meremehkan, terlebih menertawai dirinya yang selalu berharap saat masih yakin Christopher kembali.
“Lupakan masa lalu dan aku sudah kembali menemuimu,” balasnya membuat Liora memandangnya tidak percaya.
Semudah itu? Tanpa meminta maaf dengan tulus?
“Kau sangat berengsek,” desisnya.
“Silakan memakiku sepuasmu dalam beberapa detik kedepan. Karena setelah ini suaramu akan berubah menjadi lenguhan yang sangat aku sukai.”
Senyum miring Christopher membuat tubuh Liora membeku. Bibirnya terkatup rapat bersama gemuruh dalam dadanya menatap lekat manik biru yang memperlihatkan kabut gairah.
Ia menelan saliva susah payah.
“Aku menginginkan dirimu, Sayang.”
“Sedari dulu, dari banyaknya perempuan yang singgah dan menawarkan diri untuk aku berikan kehangatan yang luar biasa mereka inginkan. Aku selalu menyukai tubuhmu, Liora. Bahkan di saat aku telah bersama Gabriella, kau jauh lebih menggoda hingga pertemuan kita setelah dewasa.”
Tubuhnya bergetar, tidak berkutik saat wajah Christopher menunduk, memberikan kecupan seringan bulu dan sangat panas di kulit leher jenjangnya. Ia berhenti di sana, mencium dan menggigit pelan hingga Liora tidak sadar telah melenguh.
Christopher tersenyum miring, semakin merapatkan tubuh keduanya dan perlahan tangan itu merambat menurunkan risleting gaun di balik punggung Liora.
Ia terus menggodanya, membuat Liora tidak menyadari hal yang terjadi sampai perempuan itu terkesiap. Kulit punggungnya sudah terasa dingin.
Di saat ia akan mundur, Christopher sudah menahan pinggang Liora dan tangan bebas satunya ia gunakan menangkup sisi wajah Liora, memagut dengan menggebu bibir yang akan selalu menjadi candunya.
Ia tidak akan pernah melupakan tekstur lembut bibir Liora dan setiap balasan pagutan yang perempuan itu berikan padanya.
Perlahan, Liora menyadari jika tenaganya tidak akan bisa mengalahkan Christopher. Ia merasa remuk saat sisi wajahnya ditahan begitu kuat, terlebih rangkulan itu semakin membuatnya sesak.
Ia tidak bisa memahami jika tubuhnya telah menghadirkan gelenyar kuat, menerima bibir tipis kemerahan itu. “Balas aku dan kita akan menikmati apa yang pernah kita lakukan di masa lalu, Sayang.”
Tubuh Liora bergetar, menutup kelopak mata saat Christopher meraih tangannya untuk melingkar di leher pria yang sudah berstatus suaminya. Ia terus memberikan pagutan menuntut, penuh mesra yang membuat Liora meninggalkan segala egoisnya, memilih terbuai pada hasrat yang ditawarkan pria itu.
Christopher tersenyum puas saat perempuan itu merapatkan tubuhnya, membalas ciumannya dengan kelopak mata tertutup. Ia pun menggerakkan dengan lembut sebelah tangan untuk membuka gaun di sisi bahu kanan Liora, lalu membuka satu lagi sampai gaun itu turun, teronggok di bawah kaki Liora.
“Hari ini kau lebih cantik dari pertemuan kita sebelumnya, Sayang,” bisiknya mesra, memeluk erat Liora saat hanya pakaian dalam itu yang menjadi pemandangan tubuh seksi Liora di mata Christopher.
Perempuan itu bergetar, menggigit bibir bawah saat Christopher merangsangnya, memberikan remasan pelan di bawah pinggulnya. “Aku ingin memilikimu setiap waktu dan setiap malamku hanya diisi oleh desahanmu, Sayang,” bisiknya dan membopong Liora, mengatakan kata cinta penuh mesra yang membuat Liora meruntuhkan segala kebenciannya pada Christopher untuk malam ini.
**