Bab 16
"Aku nggak mau bicara," jawab Kelvin sambil memalingkan kepalanya dengan dingin.
Isabel sontak terdiam. Alasan ini terdengar seenaknya sekali.
"Kalau begitu, berjanjilah pada Bibi untuk bicara lebih banyak mulai sekarang, ya? Suaramu indah sekali, sayang kalau nggak dipakai! Kalau kamu berdoa kepada langit dengan suaramu itu, doamu pasti terkabul."
"Itu konyol," kata Kelvin sambil menatap Isabel dengan tidak percaya.
Oke, oke.
Anak tiga tahun zaman sekarang memang tidak mudah dibohongi.
Isabel terus memikirkan cara untuk mengajak Kelvin bermain agar anak itu mau bicara.
Satu hari pun berlalu dengan cepat. Tiba-tiba, waktu sudah menunjukkan pukul 17:30. Saatnya menjemput Eleya pulang sekolah.
Sayangnya, Cedric belum pulang juga. Isabel juga tidak mungkin meninggalkan Kelvin sendirian.
Dia akhirnya menelepon Frans. "Pak Frans, kira-kira kapan Pak Cedric akan pulang? Aku harus pulang karena masih ada urusan."
Begitu mendengar ucapan Isabel, Kelvin yang sedang bermain pasir sontak menundukkan kepalanya. Ekspresinya langsung berubah menjadi murung dan dia mengunci rapat-rapat mulutnya.
Tangannya yang mungil pun menggenggam pasir dan menyebarkannya dengan asal.
Isabel sontak menyingkirkan ponselnya dengan kaget. "Loh, Kelvin, kamu kenapa? Jangan disebar begitu, nanti pedih kalau kena mata."
"Kalau Bibi mau pergi, biarkan saja kusebar begini," bantah Kelvin.
Oh.
Ternyata karena itu.
Isabel pun menghibur Kelvin dengan sabar, "Bibi ada urusan di rumah, jadi malam ini harus pulang. Besok Bibi janji akan ke sini lagi buat menemanimu. Kelvin yang nurut, ya."
"Nggak! Nggak mau!" bantah Kelvin sambil menyebarkan pasir itu dengan sekuat tenaga hingga mengotori sekujur tubuhnya. Anak itu sudah berada di ambang kesabarannya.
Isabel tahu anak-anak tidak boleh dibiarkan tantrum, tetapi Kelvin punya kondisi yang khusus. Jika dibiarkan, bisa-bisa putranya ini akan mengamuk.
Isabel akhirnya berkata dengan pasrah, "Iya, iya, Bibi nggak pulang. Bibi temani Kelvin malam ini. Kelvin yang tenang, ya."
Barulah setelah itu tangan Kelvin berhenti menebar pasir. Dia pun memeluk Isabel dan bergantung di tubuh ibunya seperti koala.
Seolah-olah Kelvin takut Isabel membohonginya.
Isabel merasa sangat terharu. Dia sama sekali tidak menyangka putranya yang sudah tiga tahun tidak bertemu dengannya itu akan setergantung ini kepadanya.
Hati Isabel pun melembut. Sambil menggendong Kelvin, Isabel menelepon Alva dan meminta tolong untuk menjemput Eleya.
Sementara itu, pembicaraan Isabel di telepon itu terdengar di dalam sebuah mobil RV.
"Licik sekali," kata Frans. "Dia tahu Tuan Muda Kelvin nggak mau berpisah darinya, jadi dia sengaja telepon di depan Tuan Muda Kelvin dan mengatakan akan tetap di sini."
Ekspresi Cedric pun berubah menjadi lebih serius, auranya terasa dingin.
Dia tidak berkomentar apa-apa, hanya menyuruh Frans untuk terus mengemudi sambil menelepon Kate.
Bagi Cedric, Kate yang lembut dan sopan itu adalah ibu kandung Kelvin. Jika Kate lebih dekat dengan Kelvin, Kelvin pasti tidak akan dekat-dekat dengan Isabel.
Sayangnya, kali ini telepon Cedric tetap tidak tersambung.
Apa Kate sebegitunya sibuk bekerja?
Cedric pun memutuskan panggilan dengan ekspresi dingin.
Setengah jam kemudian, Cedric tiba di vilanya.
Isabel baru saja memandikan Kelvin dan makan bersama. Sekarang, dia sedang mencuci piring. Begitu melihat Cedric pulang, Isabel langsung menyapa pria itu.
"Hari ini berjalan dengan lancar. Kelvin ada di atas."
Cedric melepas jasnya dan melemparkannya ke samping. Dia tidak mengacuhkan Isabel.
Cih! Cedric pikir Isabel mau bicara dengannya jika bukan karena putranya yang menggemaskan itu?
Meskipun begitu, tetap saja Isabel harus memperlakukan Cedric dengan sopan.
"Ada dua hal yang ingin kubicarakan denganmu," kata Isabel lagi. "Besok, aku mau mengajak Kelvin ke mal untuk membeli pakaian. Dia masih kecil, jadi harus mencoba berbagai macam pakaian anak-anak dan jangan menggunakan hitam saja. Itu bisa mempengaruhi suasana hatinya."
"Terus, malam ini aku harus menginap di sini karena Kelvin tantrum waktu aku bilang mau pulang. Aku takut malam ini dia akan mengamuk, jadi aku akhirnya menyanggupi menginap di sini."
Isabel menjelaskan dengan sedetail mungkin karena takut Cedric menganggapnya punya motif tersembunyi.
Sebenarnya, Cedric sudah salah paham. Dia balas menatap Isabel dengan dingin.
"Isabel, jangan pernah lupakan syarat-syarat yang kemarin malam. Nggak usah mencoba yang macam-macam di hadapanku."