Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6 Menyelesaikan Prosedur

Melihat surat perceraian dan beberapa kartu di tangan Maura, Gaston merasa kesal. Dia menganggap Maura hanya sedang merajuk, tetapi Maura benar-benar berani melakukannya. Sambil menahan amarahnya, Gaston mengeluarkan beberapa kata, "Apakah kamu serius?" Maura mengangkat alisnya dengan acuh tak acuh. "Lebih serius dari apa pun. Setelah kamu menandatanganinya, kita bisa melakukan prosedur kalau ada waktu." Gaston menatap istrinya yang di depannya dengan saksama. Setelah tiga tahun menikah, Maura selalu menjadi nyonya Abalos yang sangat baik. Dia berperilaku baik, patuh, baik kepada anggota keluarga Gaston, bahkan menyandung Gaston. Namun sekarang, dia tampak seperti orang yang berbeda. Maura tampak tidak sabar dan mengucapkan kata-kata dingin, dia benar-benar tidak sabar untuk meninggalkan Gaston. Gaston merasakan sebuah tusukan di hatinya. Dia dengan cepat membuang muka, berjalan ke ruang tamu. Lalu suara acuh tak acuhnya terdengar. "Nggak perlu tunggu senggang. Sampai bertemu di Biro Urusan Sipil jam 9 pagi besok." Maura mengira dirinya sudah siap, tetapi saat ini, dia menyadari bahwa hatinya masih kesemutan seperti ribuan jarum menusuknya. Separuh tubuhnya mati rasa, dia tidak tahu bagaimana dia berjalan keluar. Maura kembali ke studio dalam keadaan linglung. Dia berbaring di tempat tidur, menyadari rasa sakit yang menjalar di perutnya. Maura menutup mulutnya dan bergegas ke kamar mandi. Dia memuntahkan semua yang dia makan dan minum di malam hari. Rasa sakit di perutnya bukannya menghilang, malah makin panas. Setiap kali Maura sakit perut, rasa sakit itu selalu menyiksanya. Namun, sudah lama sejak terakhir kali dia sakit perut, bekas lukanya telah sembuh sehingga dia lupa akan rasa sakitnya. Ketika dia pindah rumah, dia tidak membawa obat maag. Maura berjalan dari kamar mandi ke kasur hingga punggungnya basah. Dia menahan rasa sakitnya sambil menelepon Monica. Monica sedang tertidur pulas sehingga dia tidak mendengar dering ponselnya. Maura mungkin akan mati kesakitan malam ini. Setelah mempertimbangkannya, dia menelepon Gaston. Dering pertama tidak diangkat. Setelah deringan kedua, panggilan teleponnya diangkat. Lalu terdengar suara lembut seorang wanita yang tak lain adalah Lula. "Halo? Dengan siapa ini?" Gaston masih sendirian ketika Maura keluar dari apartemen tadi. Dalam sekejap, dia dan Lula sudah bersama. Maura merasa dirinya tidak waras sehingga dia ingin meminta bantuan kepada Gaston. Mendengar Maura tidak merespons, Lula pun bertanya, "Apakah ini Maura? Kamu mencari Gaston?" Maura tidak ingin mendengar omong kosong seperti Gaston sedang mandi, jadi dia menutup telepon, lalu meringkuk di karpet. Dia menghirup napas, kemudian memblokir semua kontak Gaston. Meletakkan ponselnya, pandangan Maura menjadi gelap, lalu dia pingsan. ... "Maura?" Keesokan paginya, Maura dibangunkan oleh Monica. Monica masih mengenakan piyamanya. Dia jelas-jelas bergegas ke studio sebelum dia mengganti pakaiannya. Dia merasa bersalah dan menyalahkan dirinya. "Apakah kamu sakit perut? Semua salahku. Aku tidur terlalu nyenyak kemarin, jadi nggak mendengar panggilan teleponmu." Maura mengabaikannya. Dia duduk, lalu bertanya, "Jam berapa sekarang?" "Sudah jam sembilan." Kepala Maura berdengung. Gawat. "Aku membuat janji dengan Gaston untuk pergi ke Biro Urusan Sipil jam sembilan untuk mengurus prosedur perceraian." Gaston paling benci orang yang terlambat. Maura mengambil ponsel yang jatuh di karpet, kemudian dia segera menelepon Gaston. Telepon berdering sekali, lalu mati secara otomatis. Maura juga diblokir. Maura dengan tegas memblokir Gaston tadi malam, sekarang dia mengeluarkan pria itu dari daftar blokir. Lalu, dia menelepon Gaston. Ketika panggilan tersambung, dia bertanya dengan sopan dan menjaga jarak, "Apakah kamu masih di Biro Urusan Sipil? Aku akan pergi sekarang." Suara dingin Gaston terdengar melalui telepon. "Maksudmu, kamu ingin aku menunggumu di depan pintu Biro Urusan Sipil selama setengah jam?" Maura meminta maaf tanpa menjelaskan apa pun. Dia berdiri untuk mengganti pakaiannya sambil berujar, "Maaf, aku akan pergi secepat mungkin. Dua puluh menit, oke?" Gaston menyahut dengan nada dingin, "Apakah menurutmu waktuku sama nggak berharganya dengan waktumu?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.