Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Pada malam hari, begitu Carina selesai mandi, Elsa menelepon. Elsa bertanya dengan girang di telepon, "Bagaimana wawancaranya? Apa kamu berkeyakinan?" Carina merapatkan bibir. Carina yang awalnya punya keyakinan tinggi menjadi ragu setelah bertemu dengan Andrea. Carina sangat mengenal Andrea. Dia kemungkinan besar tidak akan mendapat pekerjaan ini. Carina tidak memberitahukan hal itu pada Elsa. Carina menjawab, "Aku juga nggak terlalu yakin." Lalu, Carina mengalihkan topik. "Oh, ya. Apa kamu kenal agen properti yang bisa dipercaya? Bantu aku cari rumah dulu." Carina akan bekerja cepat atau lambat. Tidak mungkin Carina tinggal di hotel sepanjang waktu. Elsa berujar, "Aku Si Paling Tahu di Kota Arlen. Serahkan soal cari rumah padaku. Beritahukan kebutuhanmu dan aku jamin akan mencarikannya untukmu. Kamu fokus kerja saja, nggak perlu khawatirkan yang lain." Carina terharu. "Elsa, terima kasih." "Nggak perlu sungkan." Elsa memang sangat hebat. Rumah yang dicarikan oleh Elsa memberi sebuah "kejutan" besar pada Carina .... Keesokan pagi, Carina mendapat sebuah kabar gembira. "Sayang, aku sudah dapatkan apartemen eksklusif untukmu dengan bantuan temanku. Itu rumah siap huni. Kamu bisa ke sana sekarang." Carina sangat kaget. Dia tidak menyangka aksi temannya akan begitu cepat. "Oke, aku pindah ke sana nanti." Carina hanya membawa satu koper. Carina bisa langsung pergi ke sana, bahkan tidak membutuhkan jasa perpindahan. Elsa berkata dengan girang, "Kata temanku, semua penghuni di kompleks itu adalah pemuda unggul. Setelah kamu cerai, kamu mungkin bisa menjumpai jodoh keduamu di sana." Carina terkekeh. "Jodoh kedua apaan? Aku hanya ingin fokus ke karier sekarang, nggak mau pacaran. Nggak ada pria yang bisa diandalkan." Elsa sangat setuju. "Benar, semua pria itu busuk. Boleh saja hatimu nggak menginginkan pria, tapi badanmu nggak bisa. Di usia yang energik ini, kamu mungkin bisa menderita gangguan endokrin kalau nggak menguras energimu." Aduh, sungguh vulgar! Setelah mengakhiri panggilan telepon, Carina mulai mengemas barang. Lalu, Carina naik taksi ke Komunitas Weras. Carina sudah menghubungi pengurus apartemen di tengah perjalanan. Pengurus itu menyambut Carina di depan rumah dan membawanya ke rumah Carina. Carina menjelajahi rumah. Rumah itu memang bagus dengan penerangan yang sangat bagus. Dari balkon, Carina dapat memandangi sungai yang membentangi Kota Arlen. Pemandangannya sangat indah. Carina sangat puas sehingga langsung menandatangani kontrak. "Semoga Anda tinggal di sini dengan nyaman. Hubungi kami kalau ada masalah." Pengurus itu tersenyum, lalu berbalik badan dan pergi. Meskipun itu rumah siap huni yang dibekali dengan perlengkapan kamar dan dapur, Carina tidak berani menggunakannya karena rentan alergi. Carina memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang sering dia gunakan. Begitu selesai, hari sudah malam. Carina pulang dengan dua kantong belanjaan. Carina sedang menunggu lift di lobi. Tiba-tiba, Carina melihat sesosok yang jangkung dari sudut mata .... Carina mencium aroma yang familier dan menoleh ke samping. Carina tercengang ketika melihat wajah pria yang tegas itu. "Henry, kenapa kamu bisa ada di sini?" Henry menatap Carina dengan ekspresi kosong. Lift pun sampai. Henry masuk lebih dulu. Setelah itu, Carina dengan susah payah membawa dua kantong belanjaannya ke dalam. "Apakah kamu datang untuk bicarakan kasus perceraian?" Carina menaruh barang belanjaan ke lantai dan menoleh pada Henry dengan heran. Carina bertanya-tanya dalam hati, dia baru pindah ke sana hari ini, bagaimana Henry bisa tahu dia tinggal di sana? Henry tetap bersikap dingin. "Jangan bicarakan tentang pekerjaan di luar jam kerja." Carina makin bingung. "Lalu, kenapa kamu datang ke sini?" Henry melirik Carina dengan sinis, seakan-akan Carina baru saja mengatakan sesuatu yang bodoh. Carina cemberut. Apa arti dari tatapan mata Henry? Tepat saat itu, lantai yang dipilih oleh Carina sudah sampai. Carina menjinjing kantong belanjaannya di lantai dan hendak keluar. Henry yang berdiri di samping sudah berjalan melewatinya ke luar lift. Setelah itu, Henry merogoh sebuah kartu dan membuka pintu rumah di sebelah rumah Carina. Carina tercengang. Dia langsung bertanya, "Kamu juga tinggal di sini?" Henry menantang dengan suara dingin tanpa menolehkan kepala, "Kamu keberatan?" Lalu, Henry masuk ke rumah. Carina membeku di tempatnya. Tidak heran Henry tidak memilih lantai dan memberinya tatapan sinis. Ternyata, Henry juga tinggal di sana. Apakah ada semacam kesialan di antara mereka? Menyewa rumah pun bisa tinggal di sebelah rumah Henry! Bam! Pintu rumah sebelah ditutup. Carina menekan gejolak perasaan di dalam hati. Carina membawa barang belanjaan dan berjalan menuju rumahnya. Petugas kebersihan yang dibayar oleh Carina sebelum bepergian sudah membersihkan rumah. Carina menempatkan barang-barang belanjaannya. Kuali yang baru dibeli baru bisa digunakan besok. Jadi, Carina memasak semangkuk mie malam ini. Sesudah makan, Carina pergi ke balkon untuk menikmati pemandangan. Sungai di malam hari bagaikan kain sutra yang panjang. Sungai itu berkilauan dan sangat indah. Ketika Carina ingin memotret pemandangan menggunakan ponsel, ada panggilan masuk dari nomor asing. "Apakah dengan Carina Jisla?" "Iya." "Halo, aku manajer yang mewawancaraimu hari ini, Lusi Jayadi." Carina memegang pagar balkon dengan erat. "Benar. Sayang sekali, kamu nggak diterima." Carina merapatkan bibir. Terbersit rasa sedih di mata Carina. Meskipun sudah menduga hal itu, Carina tetap sedih saat mendengarnya secara langsung. Akan tetapi, Carina tidak menerima dengan pasrah. Carina bertanya, "Bisakah beritahukan apa alasannya?" Lusi menjawab, "Karena kamu menganggur selama 3 tahun dan nggak punya pengalaman kerja. Itu nggak sesuai dengan aturan perusahaan." "Bukankah waktu itu Bu Lusi bilang aturan itu dibuat oleh manusia dan seharusnya nggak boleh ada batasan pada orang berbakat?" Carina bertanya secara halus, "Apakah alasan aku nggak diterima hanya karena aku menganggur selama 3 tahun?" Di telepon, Lusi terdiam dan mengembuskan napas. "Maaf, aturan perusahaan nggak bisa dilanggar." Panggilan telepon diakhiri. Carina menatap ponselnya dengan suasana hati kompleks. Lalu, Carina berbalik ke ruang tamu. Carina fokus menelepon sehingga tidak memperhatikan bahwa ada sesosok yang jangkung berdiri di balkon rumah sebelah. Terbersit kepahaman dalam mata Henry setelah mendengar percakapan telepon Carina. Ternyata, Carina pergi ke Grup Angkasa di hari itu demi wawancara kerja. ... Carina tidak diterima di Grup Angkasa sehingga harus melamar kerja lagi. Sekarang, situasi pasar sedang tidak bagus dan ekonomi merosot. Sangat sulit untuk mencari pekerjaan. Sekalipun Carina memiliki kemampuan yang cukup bagus, Carina telah menganggur selama 3 tahun. Manajer divisi personalia bahkan tidak akan mengundang Carina untuk wawancara kerja begitu melihat bahwa Carina tidak memiliki pengalaman kerja yang relevan. Wawancara kerja yang Carina terima sesekali juga palsu dan tidak berhubungan sama sekali. Ada juga yang tiba-tiba berubah pikiran agar Carina beralih ke posisi asisten karena Carina cantik. Carina tidaklah bodoh. Posisi asisten itu mungkin memiliki makna tersembunyi. Pencarian kerja sepanjang hari itu tidak membuahkan hasil. Saat Carina keluar setelah wawancara kerja di perusahaan terakhir, turun hujan deras. Sulit untuk mendapatkan taksi di hari hujan. Carina terpaksa pulang naik kereta dan berlari sejauh ratusan meter sambil menerjangi hujan sampai ke rumah. Gaun kemeja putih Carina basah. Di tengah kekacauannya, Carina malah bertemu dengan Marco di lobi. Marco mengernyit ketika melihat kondisi Carina. Marco melepas jas untuk membungkusi Carina. Carina tidak menolak. Di bulan Maret, suhu di luar ruangan hanya belasan derajat saat turun hujan. Cuacanya sangat dingin. "Ada apa?" tanya Carina. Marco berkata sambil menatap Carina, "Aku datang untuk mengingatkanmu, kita harus menengok Ayah sekali setiap minggu. Jangan lupa." Michael menderita sakit dan kondisinya kian memburuk. Michael dirawat di rumah sakit selama ini. Setiap Jumat, Carina dan Marco akan menjenguk Michael bersama-sama. Carina tidak melupakan hal itu. Dia mengangguk. "Jemput aku di hari Jumat." Gaun kemeja yang basah sangat tidak nyaman untuk dikenakan. Carina bersin karena sekujur tubuhnya dingin. Marco mengernyit dan merogoh saputangan. Marco secara refleks ingin menyeka tetasan air hujan di wajah Carina ....

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.