Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Ke Mana Akal Sehatmu?

Valerie pingsan! Buru-buru Kevin menganggkat tubuh Val ke atas tempat tidurnya, sedangkan Ken masih tercenung menatap test pack yang berserakan di lantai. Perlahan Ken mengambil salah satu alat tes kehamilan itu dan menatapnya lekat-lekat. Sebenarnya dia juga tidak paham dengan apa yang tertera di sana. Dua garis merah. Maksudnya apa? Sejenak Ken menatap Kevin yang terlihat khawatir dengan keadaan Val yang terbaring lemas di atas tempat tidurnya. "Mas, tolong panggilkan dokter," pinta Kevin dengan wajah cemas. "Jawab dulu pertanyaanku," sahut Ken seraya menunjukkan test pack pada adiknya. "Ini maksudnya apa? Tolong kamu jelaskan, Kev." Pemuda itu kembali terdiam, wajahnya tertunduk lemas dengan bibir menipis. Tak tau harus menjelaskan dari mana. Dia sendiri masih shock dengan semua yang terjadi hari ini. Dunianya yang kemarin masih baik-baik saja, seketika dijungkir balikkan hingga membuat kepalanya pusing. "Kev, jawab!" hardik Ken yang sudah merasa hilang kesabaran. "Itu alat tes kehamilan." "Ya, i know. Tapi ini punya siapa?!" geramnya. "Punya Valerie." "Pacar kamu?" Kevin mengangguk. Wajahnya masih tertunduk, tak berani menatap lawan bicaranya. "Dia hamil?" Lagi-lagi Kevin mengangguk. "Oh, shit!" umpat Ken merasa tak percaya. "Siapa yang membuatnya hamil?" Kevin menghela napas panjang, namun tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. "Kamu yang melakukannya?" tanya Ken lagi. "Aku minta maaf, Mas," hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Kevin, membuat Ken merasa geram bukan main. Lelaki tampan itu melempar alat tes kehamilan di tangannya hingga membentur dinding. Berkali-kali tangannya mengusap wajah dan mengacak rambutnya dengan frustasi. "Ke mana akal sehatmu, Kev?! Tega sekali kamu melakukan ini padaku!" teriaknya, membuat Kevin semakin tertunduk takut. Karna sejak tadi Kevin hanya terdiam, Ken jadi merasa kesal sendiri. Lelaki itu berjalan keluar kamar sambil membanting pintunya dengan kasar. Di luar, Ken berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan meneguk air putih banyak-banyak. Beberapa asisten rumah tangganya tampak mengintip dari balik tembok. Mereka masih bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi di kamar atas. Mustahil mereka tak mendengar teriakan Ken yang penuh amarah, namun mereka juga tidak yakin dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tak berapa lama kemudian, seorang dokter yang merupakan teman Ken datang ke rumah untuk memeriksa Valerie yang masih terbaring di kamar Kevin. Selesai memeriksa keadaan Val, Dokter pria itu segera memasang selang infus saat di rasa tubuh Val memang sangat lemah dan kekurangan cairan. "Ken, kamu kenal sama cewek tadi?" bisik dokter muda itu pada Ken, setelah merampungkan tugasnya untuk memeriksa keadaan Val. "Kenapa?" "Kayaknya aku nggak asing sama wajahnya." "Oh ya?" Ken mengernyit menatap temannya. "Kalau nggak salah, dia itu anak tunggal dari dokter Andika. Pemilik rumah sakit Sahabat Keluarga yang terkenal itu." Seketika kedua alis Ken menyatu di tengah. Dia baru sadar bahwa Val bukanlah gadis sembarangan. Pantas saja sikapnya seperti itu, seolah tidak punya takut sama sekali. "Ada hubungan apa kamu sama dia?" tanya dokter itu lagi seraya berjalan menuruni tangga. "Nggak ada," sahut Ken cepat. "Kok dia bisa pingsan di sini?" Ken menipiskan bibirnya, mencari alasan yang tepat untuk diungkapkan pada temannya. "Dia teman Kevin di sekolah. Kebetulan aja lagi main." "Ooh ...." Dokter itu manggut-manggut paham. "Sebenarnya dia nggak sakit, cuma kekurangan cairan aja. Nanti kalau sudah membaik, antarlah dia pulang," kata dokter itu lagi. Ken hanya mengangguk samar, sebelum melepaskan temannya itu pergi meninggalkan rumahnya. *** Setelah memastikan temannya pergi, Ken kembali naik ke atas. Lelaki dewasa itu berniat mengajak Kevin bicara berdua dengannya. Namun, saat Ken masuk ke dalam kamar Kevin, ternyata adiknya itu tidak ada. Di dalam hanya ada Val yang masih berbaring lemas dengan mata terpejam. Ke mana Kevin? Mungkin dia sedang di kamar mandi atau ke tempat lain. Entahlah. Perlahan Ken melangkah mendekati ranjang Kevin, dan duduk di tepiannya. Menatap gadis cantik berwajah pucat itu lekat-lekat. Lama Ken hanya terdiam, dalam hati dia merasa iba namun juga kesal luar biasa. Mereka berdua benar-benar sudah merusak masa depannya sendiri. Tanpa sadar, tangan Ken sudah terulur, hendak merapikan rambut yang menutupi dahi Val, namun sebelum jemarinya menyentuh wajah gadis itu, tiba-tiba saja Val membuka mata. Membuat Ken terkejut dan mendadak salah tingkah. "Kamu ... Ngapain di sini?" ucap Val waspada. Bahkan gadis itu menarik selimut yang menutupi sebagian tubuhnya karna merasa takut. "Seharusnya aku yang nanya gitu. Ngapain kamu berduaan dengan Kevin di dalam kamar? Apa kalian sering melakukan hal ini kalau rumah sedang kosong?" sinis Ken. Val hanya terdiam, wajah cantiknya di tekuk dalam-dalam. Merasa bersalah sekaligus malu. "Apa kamu yakin kamu mengandung anak dari Kevin?" Seketika Val mendongak, merasa tersinggung dengan ucapan Ken yang terdengar meragukannya. "Maksudnya apa?" "Oh, come on. You know what i mean," sinis Ken. "Siapa tau kamu melakukan hubungan itu bukan hanya dengan Kevin saja. Iya, kan?" Val sudah mengeratkan rahangnya sebelum mengambil bantal di sebelahnya dan mulai memukul kepala Ken dengan keji. "Hei, you stop it!!" teriak Ken berusaha menepis pukulan Val yang bertubi-tubi, tapi gadis itu tetap tak mau berhenti, hingga Ken berhasil mencengkeram kedua tangan Val, membuat gadis itu menghentikan aksi memukulnya. Napas Vel terengah, bibirnya terlihat pucat dan sedikit bergetar, kedua matanya sudah berkaca-kaca, merasa sakit hati dengan tuduhan Ken padanya. Bisa-bisanya lelaki brengsek ini menuduhnya melakukan hubungan dengan banyak orang. Tau apa dia tentang Val? Beraninya dia berpikir begitu! Ken masih mencengkeram kuat kedua tangan Val, membuat tatapan mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat. Bahkan, Ken bisa melihat kedua mata indah milik Val memantulkan wajahnya, hingga kedua mata itu basah oleh air mata. Lagi dan lagi. Perlahan Ken melepaskan tangan Val dari cengkeramannya. Tiba-tiba saja pria tampan itu merasa iba saat mendengar isak tangis Val yang seperti menyayat hatinya. Tangisan Val mengingatkan Ken pada dirinya sendiri saat kedua orang tuanya meninggal setahun lalu. Tangis seseorang yang merasa kehilangan arah dan pegangan. Seperti itulah Ken saat itu. Sama persis dengan gadis cantik di hadapannya ini. Entah apa yang menggerakkan tubuhnya, tiba-tiba saja Ken sudah meraih Val ke dalam pelukan, membuat isak tangis Val semakin kencang dan menyakitkan. ***

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.