Bab 1
Clara melihat surat cerai yang sudah disiapkan di atas meja dan sudah ditandatangani oleh pria itu.
Clara mendongak dan melihat ke arah jendela. Pada sorotan matanya yang sembab, sosok Steven yang tinggi gagah perkasa berdiri di bawah sinar matahari sore. Dia bersikap dingin, angkuh, dan berkuasa. Bahkan bayangan punggungnya terasa cuek.
"Aku sudah tanda tangan. Kamu cepatlah tanda tangan. Sebelum Rachel kembali, aku mau menyelesaikan semua prosedur hukum denganmu."
Steven meletakkan kedua tangannya ke belakang punggung dan tak menoleh ke belakang seraya berkata, "Karena kita sudah membuat janji pranikah untuk properti barang, jadi nggak ada masalah dengan pembagian harta. Tapi sebagai kompensasinya, aku akan memberimu uang 40 miliar dan vila di pinggiran barat."
"Aku nggak bisa jelasin ke Kakek kalau kita cerai tapi kamu nggak dapat apa-apa."
Clara merasa seolah-olah tersambar petir. Dia terkejut sampai jatuh ke lantai dan berkata, "Kakek ... tahu kamu mau cerai denganku?"
"Memangnya kenapa kalau nggak tahu? Apa itu mempengaruhi keputusanku?"
Ketika Clara berdiri, tubuhnya yang kurus tidak begitu stabil sehingga hanya berpegangan tepi meja dengan erat. Dengan suara yang lembut dan air mata berlinang, dia bertanya, "Steven, bisakah kita ... Nggak bercerai?"
Akhirnya, Steven berbalik dan menatap Clara dengan tatapan aneh.
Pria itu memiliki bibir tipis dan mata dalam, alisnya tegas, serta wajah yang jelas masih bisa membuat jantung Clara berdetak kencang.
"Kenapa?"
"Karena ... aku mencintaimu."
Mata Clara semakin memerah dan air matanya memenuhi wajahnya, lalu dia berkata, "Aku mencintaimu, Steven. Aku masih ingin menjadi istrimu ... Walaupun kamu nggak memiliki perasaan padaku ... "
"Aku sudah muak, Clara. Pernikahan tanpa cinta adalah siksaan bagiku di setiap detik."
Steven melambaikan tangannya dan bahkan tak punya kesabaran untuk mendengar lebih lanjut, dia berkata, "Bagiku, menikah denganmu saat itu adalah sebuah kesalahan. Jelas-jelas kamu tahu aku bertengkar dengan kakek dan tahu aku punya kekasih, tapi karena beberapa alasan kita nggak bisa bersama."
"Sekarang setelah tiga tahun umur pernikahan kita, Rachel akhirnya kembali dari negara Malio dan aku akan menikahinya. Jadi, kamu harus melepaskan posisimu dari Nyonya Octavian.
Clara menundukkan kepalanya dan air mata bagai kristal jatuh membasahi meja, lalu dia diam-diam menghapusnya.
Namun, Steven masih bisa melihatnya. Matanya berwarna merah muda cerah yang terlihat dalam kegelapan.
Saat itu, ponsel Steven berdering. Ketika melihat nama di layar ponsel, dia buru-buru mengangkatnya.
"Rachel, kamu sudah mau naik pesawat?"
Nada bicara Steven begitu lembut. Apakah itu masih orang yang sama dengan pria dingin yang Clara kenal?
"Kak Steven, aku sudah di bandara Sanmara," kata Rachel yang terdengar ceria dari ujung telepon.
"Apa? Bukannya malam ini baru ... "
"Aku ingin memberikan kejutan pada Kak Steven."
"Tunggu, Rachel. Aku akan menjemputmu sekarang!"
Setelah selesai berbicara, Steven pun melesat seperti terpaan angin kencang di sisi Clara.
Pintu ruang kerja ditutup dan hawa kesedihan memenuhi udara di dalamnya.
Sepuluh tahun cinta tak terbalaskan dan tiga tahun pernikahan. Clara sudah bekerja sangat keras untuk keluarga ini. Dia sangat mencintai Steven, tetapi malah menjadi penderitaan bagi Steven.
Sekarang, Steven seolah-olah sudah terbebas dari belenggu dan dengan tega meninggalkan Clara, lalu dia berbalik untuk menikahi kekasih yang selalu dia rindukan.
Rasanya sakit sekali, seolah-olah ada darah panas mengalir di jantung, tetapi masih tidak bisa menghangatkan hati Steven yang sekeras batu.
Clara menarik napas dalam-dalam. Dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum pahit. Air matanya yang penuh dengan kekecewaan membasahi tanda tangan Steven yang indah pada surat cerai itu.
*
Pada malam hari, Steven membawa Rachel kembali ke Vila Parama.
Wanita yang lemah lembut itu dipeluk dengan mesra oleh tuan muda dari keluarga Octavian. Dia berjalan masuk ke vila dengan anggun hingga menarik perhatian semua orang.
"Kak Steven, kamu dan Kakak Ipar 'kan belum bercerai. Mending ... kita nggak terlalu dekat, deh. Nanti Kakak Ipar marah padaku," bisik Rachel sambil mengusap dada Steven.
"Nggak bakal."
Steven menjawab tanpa ragu. Matanya terasa dingin dan menambahkan, "Toh aku nggak mencintainya. Hubungan kami hanya sebatas kontrak. Dia seharusnya tahu batasannya."
Orang-orang di keluarga Octavian berkumpul mengelilingi Rachel untuk menghormati kedatangannya dengan memberikan perhatian dan kehangatan, sementara Clara menyiapkan makanan di ruang makan seorang diri.
Steven melihat sekilas sosok istrinya yang dingin dari tengah keramaian. Bibirnya yang tipis pun tersenyum sinis.
Hingga saat ini, Clara masih berlutut dan menjilati orang-orang dari keluarga Octavian. Apakah menurut Clara perceraian ini bisa membawa titik balik untuknya?"
Lucu sekali.
"Tuan Steven! Tuan Steven!"
Tak lama kemudian, kepala pelayan berlari dengan tergesa-gesa dan berkata, "Nyonya Clara! Nyonya Clara pergi!"
"Pergi? Kapan?!"
"Ba, baru saja! Nyonya nggak membawa apa pun. Setelah melepas celemeknya, dia pergi melalui pintu belakang! Dia dijemput oleh mobil sedan hitam!"
Steven bergegas kembali ke kamar tidurnya yang bersih dan rapi. Hanya ada surat cerai yang ditandatangani diam-diam dan ditaruh di samping kasur dengan bekas air mata.
Pria itu mengerutkan alisnya dan berjalan ke dekat jendela untuk melihat situasi luar.
Sebuah mobil Rolls-Royce melaju keluar dari Vila Parama dengan kecepatan tinggi. Bahkan dalam sekejap lampu belakangnya sudah tak terlihat lagi.
Tadi sore, bukankah dia masih enggan untuk pergi? Lantas sekarang dia bahkan kabur lebih cepat dari kelinci?!
Steven merasa seolah-olah ditipu. Dia mengeluarkan ponselnya dengan kesal dan menelepon sekretarisnya.
"Cek siapa pemilik nomor plat mobil A 9999 TW!"
"Baik, Pak Steven."
Lima menit kemudian.
"Pak Steven, saya sudah menemukannya. Itu adalah mobil milik CEO Grup KS!"
Grup KS ... Kepala keluarga Tanuwijaya?!
Seorang gadis dari desa kecil yang bernama Clara, tak memiliki uang maupun latar belakang. Dia bahkan tidak punya lingkaran pertemanan dalam tiga tahun belakangan. Bagaimana dia bisa memiliki kemampuan untuk berteman dengan tuan muda dari keluarga Tanuwijaya?
Apakah koneksinya terhubung dengan mulus? Bagus sekali!
"Tapi Pak Steven, hari ini ... apakah Anda sungguh ingin bercerai dengan Nyonya?" tanya sekretarisnya.
"Kenapa? Hari ini nggak bisa? Mau ditunda sampai hari raya?" ujar Steven berapi-api saking kesalnya.
"Nggak ... hari ini adalah ulang tahun Nyonya."
Tiba-tiba pria itu terkesiap.
...
Di barisan kursi paling belakang di mobil Rolls-Royce hitam, kepala keluarga Tanuwijaya, Rio Tanuwijaya, dengan lembut memegang tangan seorang wanita.
"Gerry mendengar kamu bakal pulang, jadi dia sudah menyiapkan ribuan kembang api untuk kamu nikmati malam ini."
"Aku benar-benar nggak niat nonton kembang api."
Wanita yang sudah menjadi putri keluarga Tanuwijaya itu bersandar di bahu kakaknya dan menghela napas sedih dengan mata yang bengkak serta hidung yang berair. Air matanya mengalir deras di wajahnya.
Wanita itu melihat ponsel Clara sejenak dan pesan terakhir yang masuk bukanlah dari mantan suaminya, melainkan dari Rachel.
"Apa kubilang! Kamu merebut posisiku! Cepat atau lambat aku akan membuatmu tersingkirkan. Kak Steven adalah milikku. Jangan berkhayal!"
Wanita itu mengerutkan bibirnya dengan pahit dan setetes air mata terakhirnya membuatnya tersadar sepenuhnya.
"Kenapa? Masalahnya sudah seperti ini. Apa kamu masih enggan melepaskannya?" tanya Rio sambil memeluk adiknya yang patah hati.
"Kak, hari ini adalah hari ulang tahunku."
"Aku tahu, Steven sengaja memilih hari ini. Dia memang brengsek!"
"Jadi, nggak ada yang aku sesali. Clara sudah mati dibunuh oleh Steven sendiri."
Saat Clarine membuka matanya lagi, mata almondnya yang teguh lagi menunjukkan kerinduan pada pria itu.
"Akhirnya aku berhasil keluar. Tapi kalau aku berbalik, aku pasti akan mati."