Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

Menghitung mundur? Apa maksud bocah ini? Semua anggota keluarga Yulianto menatap Teguh dengan pandangan curiga. Akan tetapi. Sesaat berikutnya, ada seseorang yang berseru, "Lihat! Kakek kenapa?" Semua orang menoleh. Mereka melihat tubuh Yoga kembali mengejang, kemudian dia memuntahkan darah berwarna hitam dalam jumlah banyak. Setelah memuntahkan darah hitam, wajah Yoga seketika memucat. Tubuhnya ambruk ke atas tempat tidur dari kayu cendana, tidak sadarkan diri. Semua orang langsung panik ketakutan, berteriak, "Pak Husada, cepat! Kakek kenapa?" "Coba kuperiksa." Pak Husada segera maju memeriksa Yoga dan melakukan tindakan penyelamatan. Namun, bukannya meredakan gejala penyakit Yoga. Jarum-jarum yang dia pasang justru mengacaukan energi dan darah Yoga, menyebabkan darah hitam ikut keluar dari hidungnya juga. Pak Husada banjir keringat saking paniknya. Wajahnya pucat pasi. Dia ... dia melakukan kesalahan medis! Setelah ini, reputasinya sebagai dokter jenius di Kota Senggigi akan hancur. Dia juga harus menanggung kematian Yoga .... Pak Husada duduk mematung di lantai, sekujur tubuhnya lemas. Setelah menjadi dokter selama puluhan tahun, baru pertama kali dia merasa seputus asa ini. Tiba-tiba, dia teringat yang dikatakan Teguh tadi dan segera berbalik ke arah pintu. Raut muka Teguh masih tetap sama, seakan sudah menduga semua yang akan terjadi. Pak Husada segera bangkit mendekati Teguh, memberi salam dengan kepalan tangannya. "Nak Teguh, tolong bantu saya selamatkan nyawa Pak Yoga!" mohonnya. Seluruh anggota keluarga Yulianto yang sedang panik tercengang menyaksikannya. Di bawah tatapan terkejut keluarga Yulianto, Teguh menjawab dengan tenang, "Tadi kamu sendiri yang pamer dan nggak percaya omonganku. Sekarang begitu waktu nyawa Pak Yoga sudah di ujung tanduk, kamu mau aku menyelesaikan kesalahan yang kamu perbuat?" "Aku …" Seketika Pak Husada merasa malu mendengar kata-kata Tegu . "Nak Teguh, saya yang bodoh. Kuharap Anda bersedia memaafkan saya dan membantu saya menyelamatkan Pak Yoga!" "Ya sudah lah." Melihat Yoga yang sudah di ambang maut, Teguh akhirnya turun tangan. Bagaimanapun juga, Yoga pernah menyelamatkan nyawa gurunya. Dia tidak mungkin diam saja. Bisa-bisa, gurunya akan marah besar padanya! Teguh berbalik kepada Pak Husada dan memerintah, "Siapkan jarum perak." Pak Husada membuka tas peralatan obatnya dan mencari jarum perak. Zakir yang berdiri di samping berjalan mendekat. "Pak Husada, kamu beneran mau membiarkan dia menusukkan jarum-jarum ke ayahku?" bisiknya. "Nggak ada pilihan lain." Pak Husada mendapatkan segulung jarum perak dan mengulurkannya ke Teguh. Teguh menggeleng. "Masih kurang." Mendengarnya, Pak Husada tercengang sesaat. "Akupunktur biasanya butuh 36 jarum perak ..." Sebelum Pak Husada selesai bicara, Teguh sudah menyela, "Pak Yoga sudah sekarat. Aku harus menggunakan Teknik Jarum Raja Neraka untuk menyelamatkannya." Apa! Tubuh Pak Husada tiba-tiba membeku. Suara guntur seakan menggelegar di telinganya. Benarkah yang baru saja dia dengar? Teknik Jarum Raja Neraka? Sebagai sosok yang terpandang di dunia pengobatan Kota Senggigi, tentu saja dia tahu tentang Teknik Jarum Raja Neraka. Teknik ini adalah salah satu teknik mutakhir akupunktur dan moksibusi kuno. Rumornya, jika seorang dokter menggunakan teknik akupunktur ini, dia bisa menyelamatkan nyawa seseorang yang sudah sekarat. Karena itulah teknik ini dinamakan Teknik Jarum Raja Neraka. Sayangnya, sangat sedikit catatan yang menuis tentang Teknik Jarum Raja Neraka. Tidak ada yang tahu seperti apa Teknik Jarum Raja Neraka secara lengkap. Namun, baru saja, dia mendengar pemuda di hadapannya berkata hendak menggunakan Teknik Jarum Raja Neraka untuk menyelamatkan Pak Yoga? Tanpa banyak berbasa-basi, Pak Husada segera mengeluarkan satu gulung jarum lagi dari tasnya dan menyerahkannya pada Teguh. Tangan teguh bergerak dengan sangat terampil. Sejumlah jarum melesat dari jari-jarinya, menusuk dengan tepat di tubuh Yoga. Pak Husada terkejut dibuatnya. Dalam praktiknya, pengobatan akupunktur menekankan tentang lokasi titik dan kekuatan. Setiap titik ada di lokasi berbeda. Kekuatan saat menusukkan setiap jarum juga berbeda. Syarat bagi seorang dokter ketika menusukkan jarum sangatlah ketat. Dokter-dokter terkenal yang sudah berpengalaman bisa menusukkan beberapa jarum bersamaan, tetapi paling banyak hanya tiga jarum bersamaan. Sementara pemuda ini ... menusukkan sangat banyak jarum sekaligus. Sungguh sebuah keajaiban! Bahkan ada lagi yang lebih mengejutkan Pak Husada! Terlihat jelas bahwa sepuluh jari Teguh menjentik cepat seperti sedang memainkan senar kecapi. Jarum-jarum perak yang tertancap di tubuh Yoga seakan ikut bergetar. Sekilas, Teguh seperti hanya menjentikkan jari saja, tetapi hanya orang-orang yang sudah paham di bidang ini yang mengerti seberapa dalam teknik yang digunakan. Yoga yang tadinya mengejang pun perlahan kembali tenang. Orang-orang keluarga Yulianto yang tidak mengerti pengobatan semuanya terpana. Mereka pikir Teguh hanya asal memasangkan jarum. Ternyata tekniknya memang bekerja. Setelah mendapat penanganan akupunktur dari Teguh, napas Yoga berangsur-angsur normal dan wajah pucatnya kembali berwarna lagi. Tidak lama kemudian, Yoga terbangun. Semua anggota keluarga Yulianto buru-buru mendekati samping tempat tidur, menanyakan keadaannya dengan sangat perhatian, "Kakek, bagaimana perasaanmu?" "Ada yang sakit?" "Kakek, mau makan sesuatu?" Dikerumuni seperti itu, mata tua Yoga yang sudah berkabut melirik ke arah Pak Husada lagi. Segera, dia pun paham situasinya. "Terima kasih Pak Husada sudah menyelamatkan nyawaku …," ucapnya dengan seulas senyuman getir. "Pak Yoga, saya nggak sehebat itu, yang menyelamatkan Anda itu dia!" Pak Husada menunjuk pada Teguh di sampingnya, wajahnya penuh hormat. "Teguh?" "Hahaha!" "Dua minggu yang lalu, aku dapat kiriman surat dari gurumu. Aku sudah menunggumu sangat lama sekali." Yoga menopang tubuhnya dan bangkit duduk. "Beruntung sekali, kamu datang ke sini di saat yang tepat. Kalau tidak, tubuh tuaku sudah masuk peti mati," uajrnya riang. "Pak Yoga terlalu berlebihan." Teguh tersenyum tipis menimpali, "Saya akan menuliskan resep untukmu. Asalkan diminum tepat waktu, Anda pasti bisa lekas sembuh!" "Oke, oke!" Yoga langsung memerintah kepala pelayannya untuk mengambil kertas dan pena. Teguh menuliskan resep obatnya dan memberikannya kepada Pak Husada. "Keahlian pengobatan Pak Husada 'kan sangat hebat. Silakan atur semua tindak lanjut pengobatan Pak Yoga." Pak Husada mengerti Teguh melakukan ini untuk menghormatinya. "Baik, saya pasti akan menyiapkan obatnya!" jawabnya. "Terima kasih banyak Tuan atas bantuannya. Saya pamit dulu." Pak Husada menerima resepnya dengan kedua tangannya dan membungkuk kepada Teguh, lekas berbalik dan pergi dari ruangan. Semua orang dari keluarga Yulianto tercengang. Zakir yang tercenung menatap Teguh tidak kuasa bertanya, "Kamu sekolah jurusan pengobatan?" Teguh menggeleng. "Aku pernah belajar sedikit di gunung." Cih! Segera setelah mendengar jawaban Teguh, ekspresi jijik langsung mewarnai wajah Zakir lagi. Dia awalnya berpikir Teguh paling tidak sekolah jurusan pengobatan. Siapa sangka, keahlian pengobatan Teguh didapatkan dari belajar di gunung, yang artinya, dia berhasil menyembuhkan Yoga hanya karena keberuntungan saja. Sekedar keberuntungan belaka! Orang bisa apa hanya dengan keberuntungan? Tidak ada yang bisa selalu beruntung seumur hidup! Mau menikahi putrinya dengan alasan ini saja? Tidak mungkin! Sangat, sangat tidak mungkin! Saat Zakir sedang memikirkan tentang bagaimana cara menyingkirkan Teguh, Yoga menatap Teguh dari atas ke bawah dan berkata, "Rina, sekarang 'kan kamu sudah bertemu Teguh. Mau kapan kalian ambil surat nikah!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.