Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 11

Rina menurunkan kaca jendela mobil. "Kalian kenapa sih ..." hardiknya. Belum sempat Rina menyelesaikan kata-katanya, dua minibus itu membuka pintunya. Delapan pria bertopeng turun dari mobil tersebut. Yang pertama dilakukan Sarah adalah menutup jendela mobil dan memberi perintah, "Nona Rina, tetaplah di dalam mobil dan jangan bergerak!" Setelah berkata seperti itu. Sarah langsung turun dari mobil dan menghalangi jalan beberapa pria itu. Pria yang memimpin orang-orang itu langsung mengeluarkan belati dan melambai-lambaikannya di hadapan Sarah. "Nona, aku hanya menginginkan nyawa wanita yang ada dalam mobil itu. Kalau kamu tahu diri, pergilah jauh-jauh!" "Hanya kalian saja?" Sarah melirik mereka sekilas. Sudut mulutnya menyunggingkan senyum penuh penghinaan. "Cari mati!" Pria yang memimpin mengangkat belati di tangannya. Dia menusukkan belati itu ke arah titik vital Sarah. Rina yang ketakutan menyaksikanya langsung menjerit berulang kali. Meskipun biasanya tenang dalam situasi yang berbahaya, ketika menghadapi hal seperti ini, Rina tetap merasa ketakutan. Ada delapan orang di pihak lawan. Sarah berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Tiba-tiba saja Rina teringat pada Teguh. Dia pun langsung berteriak, "Teguh, cepat turun dan bantu!" Teguh melirik Rina. Kemudian, lekas membuka pintu dan keluar dari mobil. Teguh berdiri di tempat. Dia tidak berniat untuk maju ke depan memberikan bantuan. Aksi Teguh membuat Rina menjadi sangat cemas. Dia terus mendesak, "Teguh, cepat maju dan bantu!" Di bawah desakan Rina, Teguh tetap bersikap tak acuh. Sebagai Raja Serigala yang sudah berpengalaman di medan perang, Teguh sangat yakin jika ada seorang penembak jitu yang bersembunyi di dekat mereka. Kemampuan bersembunyi penembak jitu tersebut sangat hebat. Bahkan, Sarah sendiri tidak bisa mengetahuinya. Oleh karena itu, tugas Sarah adalah melawan delapan pria tersebut. Sementara tugas Teguh adalah membereskan penembak jitu yang bersembunyi di dekat mereka. Teguh mengambil sebuah batu kecil di bawah kakinya dan menjepitnya di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Detik berikutnya, ujung jarinya yang menjepit batu tiba-tiba saja bergetar hebat. Kemudian, batu kecil itu meluncur ke satu arah. "Ah!" Tidak jauh dari situ, tiba-tiba saja terdengar jeritan yang memilukan. Sesosok tubuh jatuh dari sebuah gedung yang tinggi dan mendarat dengan keras di tanah. Orang itu adalah penembak jitu yang bersembunyi di dekat mereka. Setelah membereskan penembak jitu tersebut, Teguh berbalik dan duduk kembali di dalam mobil. "Teguh, kamu ..." Dalam situasi yang genting tersebut, Rina melihat Teguh tidak melangkah maju untuk membantu. Dia malah cepat-cepat kembali ke mobil, seolah-olah merasa ketakutan. Sikap pengecut ini membuat Rina merasa sangat kecewa. Pria seperti Teguh benar-benar tidak berguna! Rina tidak lagi memedulikan Teguh. Dia mengalihkan perhatiannya pada Sarah. Semoga Sarah bisa membereskan orang-orang ini. Jika tidak, konsekuensinya tidak akan terbayangkan. Untungnya, Sarah sangat kuat. Delapan pria itu akhirnya kabur terbirit-birit. Sarah sendiri juga hanya terluka ringan di lengannya. Tidak ada yang serius. Rina mengemudikan mobilnya untuk mengantar Sarah ke rumah sakit untuk membalut lukanya, kemudian kembali ke Bahari Indah. Mengetahui Rina mengalami kecelakaan di jalan, Yoga pun membawa keluarga besarnya ke Bahari Indah. Begitu memasuki pintu, ayah Rina yang bernama Zakir itu langsung bertanya dengan cemas, "Rina, kamu nggak terluka, 'kan?" "Aku baik-baik saja, Ayah." Rina melihat ke arah Sarah. "Untungnya ada Sarah di sini. Kalau nggak, konsekuensinya nggak akan terbayangkan," ujarnya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Sarah." Zakir mengeluarkan sebuah kartu dan menjejalkannya ke tangan Sarah. "Ini sedikit ucapan terima kasih dari keluarga Yulianto. Mohon diterima." "Terima kasih, Pak Zakir." Setelah menerima kartu tersebut, Sarah berinisiatif meninggalkan ruang tamu. Setelah Sarah pergi, Zakir berkata dengan wajah serius, "Pembunuh hari ini pasti dikirim oleh keluarga Casugraha. Kita harus minta penjelasan mereka." "Jangan gegabah, Ayah." Rina menarik lengan Zakir sambil menghela napas. "keluarga Casugraha adalah keluarga yang sudah lama berdiri di Kota Senggigi. Kekuatan mereka di Kota Senggigi sudah mengakar kuat. Kita nggak bisa melawan keluarga Casugraha secara terang-terangan." "Huh!" Yoga makin merasa kesal pada Zakir. "Lihatlah, kamu selalu bertindak gegabah ketika menghadapi masalah. Masa kalah dengan putrimu," ujarnya jengkel. "Kalau kekuasaan keluarga diberikan padamu, bukankah malah akan menghancurkan keluarga Yulianto?" "Ayah ..." Dimarahi Yoga seperti itu, Zakir hanya merundung menundukkan kepalanya. "Kalau kita nggak ambil sikap, bagaimana jika keluarga Casugraha mengulangi lagi perbuatan mereka di lain waktu?" Semua orang terdiam. Setelah beberapa saat, barulah Yoga bergumam, "Kalau kita bisa memenangkan proyek Menara Jayandara dan mendapatkan perlindungan dari departemen terkait di Kota Senggigi ini, barulah keluarga Casugraha nggak akan berani menyerang kita." "Tapi Ayah, secara keseluruhan kita nggak sekuat keluarga Casugraha ..." Zakir tidak melanjutkan kata-katanya. Seluruh anggota keluarga Yulianto yang hadir sudah mengetahuinya. Meskipun proposal keluarga Yulianto bagus, secara keseluruhan keluarga Casugraha jauh lebih kuat dibanding mereka. Jika tidak, tender proyek ini tidak akan tertunda begitu lama. Yoga berpikir sejenak, "Aku punya cara." "Cara apa itu, Kakek?" tanya Rina cepat-cepat. "Besok adalah hari ulang tahun Pak Dhika. Departemen terkait mengadakan jamuan makan malam. Kalau keluarga Yulianto bisa memberikan hadiah yang memuaskan dan merebut hati Pak Dhika, bukankah proyek Menara Jayandara akan mudah kita dapatkan?" Mendengar kata-kata Yoga, tiba-tiba saja mata Rina langsung berbinar. Seolah-olah dia mendapatkan secercah harapan. "Cara ini sangat bagus." "Tapi, perjamuan makan malam menggunakan sistem undangan. Tanpa undangan nggak bisa masuk." "Kita hubungi koneksi kita masing-masing. Cari cara untuk mendapatkan beberapa undangan." Semua orang setuju dengan rencana tersebut. Segera, mereka semua meninggalkan Bahari Indah untuk menghubungi koneksi masing-masing. Proyek Menara Jayandara menyangkut perkembangan keluarga Yulianto selama 20 tahun ke depan. Jika proyek ini berhasil didapatkan, keluarga Yulianto akan bisa maju dan berkembang dengan lancar. Sebaliknya, jika proyek ini gagal mereka dapatkan, keluarga Yulianto akan menghadapi krisis yang datang dari keluarga Casugraha. Tentu saja seluruh anggota keluarga Yulianto harus ikut berkontribusi. Setelah berpamitan dengan ayah dan kakeknya, Rina berdiri di depan jendela, mencobaenghubungi teman-teman di lingkaran pertemanannya. "Denny, ayahmu orang Biro Penegak Hukum. Bisakah dia membantu keluarga Yulianto mendapatkan undangan perjamuan makan malam ulang tahun Pak Dhika?" "keluarga Yulianto bisa membayar ..." "Nggak bisa?" "Okelah kalau begitu." Rina menelepon beberapa kali. Namun, semua tidak membuahkan hasil. Penolakan tersebut membuat Rina merasa agak dongkol. Tiba-tiba saja, Teguh yang sedang duduk di sofa berdiri dan berkata, "Nona Rina, aku bisa membawamu menghadiri perjamuan makan malam ulang tahun Pak Dhika tanpa undangan."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.