Bab 8
Adik tingkatnya yang genius itu menolak pesan WhatsApp darinya!
Saat itu, Bu Intan, sekretaris pribadi Hendry, masuk ke ruangan dengan membawa secangkir kopi. Ketika melihat layar ponsel bosnya, dia tertegun.
Apa? Ada yang berani menolak pesan dari bosnya? Ini benar-benar pemandangan langka!
Bu Intan, yang berusaha menahan keterkejutannya, berkata, "Pak Hendry, adik tingkatmu yang genius itu ... benar-benar unik."
Hendry tersenyum kecil, ada nada mengejek di balik senyumnya. "Unik" memang kata yang tepat.
Dalam hidupnya, belum pernah ada orang yang berani menolak dirinya. Gadis ini adalah yang pertama.
Namun, Hendry hanya mengangkat bahu. Dia berpikir, "Nggak mau balas? Nggak masalah,"
Dia mengambil cangkir kopi dari meja dan menyeruputnya. Namun, alisnya segera berkerut.
Bu Intan buru-buru bertanya, "Pak Hendry, apa kopinya nggak sesuai selera? Aku akan membuatkan yang baru."
Hendry tiba-tiba teringat pada Windy. Kopi yang dibuat oleh Windy selalu pas dengan seleranya, tanpa pernah meleset sedikit pun.
Wajahnya tetap dingin tanpa ekspresi saat berkata, "Buatkan cek 200 miliar. Itu kompensasi perceraian untuk Windy."
Bu Intan sedikit terkejut, tetapi segera mengangguk dan menjawab, "Baik, Pak Hendry."
Dia bilang ingin pergi tanpa membawa apa-apa? Omong kosong. Hendry tidak percaya sepatah kata pun.
Windy hanyalah seorang gadis desa yang berhenti sekolah di usia enam belas. Dari mana dia bisa menghasilkan uang? Jelas ini hanya permainan "tarik ulur" untuk mendapatkan lebih banyak.
Cek 200 miliar itu cukup untuk membayar "tiga tahun hidupnya". Setelah ini, mereka tidak akan saling berutang apa pun.
Bu Intan mengiakan lagi dengan sopan, lalu tiba-tiba ponselnya berdering.
Setelah mengangkat telepon itu, wajahnya langsung berubah penuh semangat.
"Pak Hendry, kabar baik! Dokter W akhirnya menerima permintaan kami. Dia setuju untuk melakukan operasi jantung untuk Bu Debby!"
Dokter W adalah nama besar di dunia medis, seorang dokter genius dengan keahlian luar biasa. Banyak miliarder kelas dunia mengantre untuk mendapatkan perawatannya.
Namun, tiga tahun lalu, Dokter W tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu ke mana dia pergi.
Sekarang, tiga tahun kemudian, Dokter W telah kembali.
Sejak kecil, Debby sudah menderita penyakit jantung. Dia pernah menjalani perawatan intensif di rumah sakit, tetapi kondisinya tidak pernah benar-benar membaik.
Kini, dengan kekuatan uangnya, Hendry berhasil mendapatkan jadwal untuk Debby dengan Dokter W.
Kerutan di keningnya akhirnya menghilang. Bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis. Debby akhirnya punya harapan untuk sembuh.
Keesokan harinya.
Windy tiba di Rumah Sakit Tradisional.
Namun, tiba-tiba sekelompok pengawal berpakaian hitam muncul dengan rapi dan terorganisir, membuka jalan dengan aura yang menekan. Semua orang, termasuk Windy dan para pejalan kaki, didorong ke pinggir.
Di sebelahnya, dua gadis muda mulai berbisik, "Ada apa ini?"
"Kamu belum dengar? Mawar Merah dari Kota Hilton, penari balet utama, Debby Chandra, katanya tadi merasa jantungnya nggak enak waktu menari. Jadi, Pak Hendry membawanya ke rumah sakit."
"Oh, Pak Hendry yang datang? Pantas saja heboh begini."
Bulu mata Windy bergetar. Dia tidak menyangka akan bertemu Hendry dan Debby di rumah sakit hari ini.
"Lihat! Itu Pak Hendry dan Debby!"
Windy mengangkat pandangannya. Sosok tegap Hendry muncul di hadapannya. Dia mengenakan setelan jas hitam yang dijahit khusus, memancarkan aura anggun dan penuh wibawa.
Debby berada di pelukannya, dibawa seperti posisi seorang pangeran yang menggendong putrinya.
Beberapa dokter dan perawat dari Rumah Sakit Tradisional mengerubungi mereka, memberikan pelayanan layaknya bintang di tengah tata surya. Salah satu dokter berkata dengan penuh hormat, "Pak Hendry, silakan lewat sini."
Hendry melangkah besar-besar, membawa Debby melewati kerumunan.
Dua gadis di samping Windy berbicara dengan penuh antusias, "Astaga, Pak Hendry benar-benar tampan! Ini definisi 'bos besar' yang sesungguhnya."
"Debby, dia cantik sekali, kulitnya putih, wajahnya anggun, ditambah lagi dia penari balet yang memikat. Mereka benar-benar pasangan yang sempurna!"
"Bos besar yang tampan dan penuh wibawa bersama penari cantik dan lembut. Aduh, kenapa aku malah jadi emosional lihat cerita cinta mereka?"
Pernikahan Windy dengan Hendry dirahasiakan. Hanya beberapa orang di lingkaran kecil mereka yang tahu. Di mata publik, semua orang sibuk mendukung hubungan "dongeng" antara Hendry dan Debby.
Windy menatap ke arah Hendry yang perlahan menghilang di kejauhan. Barusan, Hendry sama sekali tidak melihatnya. Pandangan pria itu penuh hanya dengan Debby.
Dia hanyalah pemeran figuran dalam dongeng cinta mereka.
Windy menarik napas dalam, menenangkan pikirannya. Dengan langkah ringan, dia mengikuti petunjuk pada ponselnya dan mencari ruang 109 VVIP yang sudah dijadwalkan.
Namun, begitu membuka pintu, pemandangan di dalam ruangan membuat langkahnya terhenti. Di sana ada Hendry, Debby, dan kedua orang tua mereka, Fendi Chandra dan Lisa Vonco.
Debby sudah duduk di atas ranjang pasien, sementara kedua orang tuanya berdiri di sampingnya, satu di kanan dan satu di kiri. Sama seperti dulu, mereka memperlakukan Debby seperti putri kecil yang tak tersentuh.
Fendi tersenyum bahagia. Dia berseru, "Debby, ini luar biasa! Pak Hendry berhasil meminta Dokter W untuk memeriksamu."
Lisa bahkan meneteskan air mata haru dan berkata, "Anak kami, Debby, sudah menderita cukup lama. Sekarang semuanya akan baik-baik saja. Setelah Dokter W menyembuhkan penyakit jantungmu, kamu akan menjadi gadis yang sehat, siap menikah dengan Pak Hendry dan menjadi istrinya."
Debby memandang Hendry dengan senyum penuh kebahagiaan.
Hendry, dengan tubuh tegap dan elegan, berdiri di sisinya. Tangan panjangnya terulur, mengusap kepala Debby dengan lembut.
Pemandangan keluarga yang harmonis dan indah itu seperti lukisan.
Windy berdiri kaku di luar pintu. Dia tidak menyangka dunia ini ternyata begitu kecil. Operasi jantung yang dijadwalkan oleh Kak Charles ternyata adalah untuk Debby.
Gambaran kehangatan di dalam ruangan membuat matanya terasa panas.
Namun, pada saat itu, Hendry sepertinya menyadari keberadaannya. Pandangan tajamnya berbalik ke arah pintu. Sepasang mata gelap yang dalam itu langsung menatap Windy.
Windy tidak sempat menghindar. Tatapan mereka bertabrakan dalam sekejap.
Hendry menyipitkan matanya, lalu dengan langkah besar dia mendekat ke arahnya. Wajahnya dingin, penuh dengan ketegasan saat berkata, "Windy, kenapa kamu ada di sini?"
Windy mencoba menjawab, tetapi kata-kata tersangkut di tenggorokannya, "Aku ... aku ... "
Nada suara Hendry menjadi lebih dingin, seperti angin kutub yang menusuk, "Windy, kamu membuntutiku?"
Windy menatapnya dengan tenang dan menjawab, "Aku ... nggak."
Di dalam, Fendi dan Lisa juga memperhatikan kehadirannya. Wajah Lisa langsung berubah tidak senang. Dia bertanya, "Windy, kenapa kamu datang ke sini? Hari ini kami berhasil meminta Dokter W, dokter terbaik di dunia medis, untuk memeriksa adikmu. Kenapa kamu malah datang mengganggu?"
Fendi menambahkan dengan wajah penuh kekecewaan, "Windy, kamu benar-benar nggak tahu sopan santun. Cepat pergi dari sini!"
Debby tidak mengatakan apa pun, hanya duduk di tempatnya dengan angkuh. Matanya menatap Windy seperti ratu yang melihat seorang pelayan yang tidak diinginkan.
Tepat saat itu, Hendry dengan tubuh tegapnya mendekati Windy, tangan panjangnya terulur, mencengkeram lengan ramping Windy dengan kuat. Dengan suara dingin penuh ketegasan, dia berkata, "Windy, apa kamu belum puas dengan permainan tarik ulur ini? Sekarang kamu bahkan menggunakan cara membuntuti orang? Jangan buang waktumu padaku. Pergi dari sini sekarang juga!"