Bab 92
Paman pertamaku selalu adalah orang seperti itu.
Menurutku, dia sudah menjadi orang yang egois ketika dia masih muda.
Dulu semua orang miskin, jadi tidak ada perbedaan kekayaan.
Jadi, ayahku tidak menyadari ada yang aneh dengan Wahyu, padahal Wahyu sudah punya ambisi untuk naik terus.
Demi memperoleh kedudukan yang tinggi, dia akan selalu memanfaatkan segala sesuatu yang ada disekitarnya.
Sekarang aku, ke depannya ayahku.
"Ayah, jangan terlalu banyak berpikir dan menyalahkan dirimu sendiri," ucapku. Aku menepuk pundaknya dan berkata, "Paman Wahyu telah berubah, kamu nggak berutang apa pun padanya. Kamu bebas melakukan apa pun yang membuat kamu merasa nyaman di masa depan."
"Bahkan kalau kamu menyinggung perasaannya, kamu masih ada aku yang akan mendukungmu!" lanjutku.
Mungkin ekspresi tegasku membuat ayahku merasa aman. Dia tersenyum dan mengangguk.
"Sayang, aku minta maaf telah membuatmu sedih hari ini," ucap Ayah.
Ayah memegang tangan ibuku dengan perasaan bersalah.
"Kalau kakak atau
Locked chapters
Download the Webfic App to unlock even more exciting content
Turn on the phone camera to scan directly, or copy the link and open it in your mobile browser
Click to copy link