Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5 Isabell Seperti Hantu

Sebuah sikat gigi kini melayang di depan Hans, melayang ke kiri dan kanan. Hans berjingkrak kegirangan. Baru saja tetangganya hampir menginjak sabun, Hans tanpa sadar menggerakkan sabun tersebut. Maka, Hans memalingkan pandangan dan mulai bereksperimen. Berdasar percobaan ini, ternyata dia benar-benar mampu mengendalikan objek dari jarak jauh. Dengan memusatkan perhatian, dia bisa membuat sikat giginya melayang ke mana pun hanya dengan menggunakan pandangannya. Hans bisa mengarahkan sikat gigi itu ke mana pun dalam jarak 20 meter. Sayangnya, kemampuan pengedalinya punya keterbatasan. Misalnya, dia bisa menggerakkan sebuah gelas, tetapi tidak jika gelasnya berisi air. Gelas berisi air terlalu berat sehingga menggerakkannya sangat melelahkan. Namun, di balik keterbatasan itu, Hans tetap kegirangan. Dia bereksperimen dengan berbagai macam benda kecil dan menerbangkannya dengan berbagai cara. "Terbang!" Seiring bunyi "wus" sikat gigi itu melenting dan menancap di pintu, bergetar beberapa kali. Hans mendekati pintu dan menarik napas dalam-dalam. Bagian yang menancap di pintu adalah ujung sikatnya yang tidak tajam. "Mungkin bisa menembus pintu kalau pakai pisau." Hans menelan ludah. Ini luar biasa. "Hmm?" Hans tiba-tiba mendengar bunyi sepatu hak tinggi di lorong. Pendengaran Hans tidak setajam ini. Rupanya, pendengarannya juga ikut bermutasi. Suara sepatu hak tinggi di lorong sangat memekakkan telinga. Hans cepat-cepat berkonsentrasi dan menoleh ke arah suara. Ternyata itu tetangga dari lantai atas yang sedang menuruni tangga. Saat ini, fajar sudah menyingsing. Tetangganya mengenakan gaun yang pas badan. Saat berjalan, lekuk tubuhnya terlihat sangat molek. Penampilannya juga sangat anggun dan intelek. Dia berhenti di depan pintu rumah Hans. Jantung Hans berdebar. Mengapa wanita itu berhenti di sana? Tok, tok, tok! Suara ketukan pintu. Mendengar ketukan, Hans buru-buru mengenakan pakaiannya dan berlari ke ambang pintu, lalu menarik napas dalam-dalam tiga kali guna menenangkan diri. Barulah kemudian membuka pintu! Setelah pintu dibuka, wanita itu mengenakan riasan dan tampak lebih memesona. Rambutnya pendek berombak. Kuku jarinya panjang dan dilukis berpola indah. Senyumnya amat menggoda, membuat jantung Hans berdebar makin kencang. "Makasih buat bantuanmu semalam." Wanita itu tersenyum semringah. "Sekarang akhir pekan, kamu libur?" "Aku ... libur." Hans libur hari ini karena waktu kerjanya sebagai satpam berselang-seling. Masuk satu hari, libur satu hari. "Kalau gitu, aku mau traktir kamu makan malam nanti. Entah gimana nasibku kalau nggak ada kamu kemarin. Namaku Stella Lazuardi. Kamu?" "Hans Jordi." "Kamu tinggal sendirian atau ..." Stella menengok ke dalam dan mendapati rumah Hans yang bersih dan rapi. Stella baru saja pindah, jadi tidak tahu apa-apa tentang tetangga yang tinggal di lantai bawah. "Aku tinggal sendirian, silakan masuk." Hans segera mempersilakan Stella masuk. Setelah mendengar Hans tinggal sendirian, Stella melangkah ringan ke dalam. Begitu Stella masuk, dia melihat sepatu wanita di rak sepatu dan pakaian yang dikenakan wanita di gantungan baju. Meski sepatu dan pakaian itu terlihat sederhana dan kuno, modelnya jelas yang biasa dipakai anak muda. Stella tersenyum, tetapi tidak bertanya lebih lanjut. Hans merasa canggung dan ingin menghidangkan jamuan untuk tetangganya, tetapi sayang dia tidak punya air hangat. Dalam lemari es juga tidak ada air atau buah-buahan. Hans makin malu dan tidak tahu harus berbuat apa. Sebaliknya, Stella duduk dengan santai di sofa dan tersenyum. "Aku baru pindah beberapa hari yang lalu. Aku bersyukur ketemu tetangga yang baik. Omong-omong, kamu kerja di mana?" "Aku- aku ... kerja sebagai satpam." Hans merasa agak minder. Kebanyakan satpam adalah orang lanjut usia. Berapa banyak anak muda yang ingin bekerja sebagai satpam? Akan tetapi, Stella tampaknya tidak mempermasalahkan pekerjaannya. Sambil menganggukkan kepala dan tersenyum, dia menanggapi. "Bagus juga jadi satpam. Ayahku dulu juga penjaga malam di beberapa BUMN." Bicara adalah seni. Setiap kali Stella buka mulut, orang yang mendengar langsung merasa tertarik padanya. Entah perkataannya benar atau salah, setidaknya bisa menyenangkan hati pendengarnya. "Silakan duduk dulu, aku buatkan minuman." "Nggak usah. Aku belum sarapan, kamu mau ikut sekalian?" "Oh ya ..." Stella melanjutkan sambil tersenyum. "Aku kayaknya lebih tua darimu, jadi panggil aku Kak Stella aja." "Oke." Hans menggaruk-garuk kepalanya karena malu. "Ayo, pergi sarapan. Kamu ganti baju dulu," ajak Stella sambil tersenyum. "Oke, tapi aku yang traktir." Hans tidak sungkan. Orangnya langsung mengajaknya sarapan bersama, untuk apa ragu? Hans segera kembali ke kamar dan mengenakan jaket olahraga yang bersih sambil mengeluarkan uang simpanan yang disembunyikan di bawah ranjang. Bayarannya setiap bulan habis untuk mebayar sewa dan kebutuhan sehari-hari. Hampir tidak ada yang tersisa. Gaji tujuh juta memang kurang di kota besar seperti Jemara. Untungnya, pekerjaan sebagai satpam termasuk ringan. Kerjanya libur setiap satu hari sehingga dia bisa bekerja sebagai sopir panggilan pada hari liburnya. Hans juga telah menabung sedikit selama beberapa bulan terakhir. Rencananya, tabungannya akan digunakan untuk beli cincin emas dengan gram kecil untuk Isabell. Namun, rencananya sudah kandas sekarang. Hans keluar membawa uang di sakunya dan membuat mata Stella berbinar-binar. Mesi baju yang dikenakan tidak bermerek, tubuh Hans memiliki proporsi yang ideal, cocok untuk baju model apa pun. Dengan jaket olahraga ini, dia tampak muda, energik, dan segar! Stella berdecak kagum dalam hati. Senang rasanya menjadi anak muda. "Tampan sekali." Stella memuji. "Kamu pasti cowok paling populer semasa sekolah." "Kak Stella, jangan bercanda." Hans tersipu. Keduanya turun ke bawah beriringan. Sesampainya di bawah, Hans kaget. Mercedes G-Class berwarna putih di tempat parkir ternyata milik Kak Stella! Mobil off-road mewah ini baru beberapa hari terakhir terlihat di kawasan ini. Ketika Hans melihatnya beberapa hari yang lalu, dia merasa heran. Mobil ini bisa untuk membeli satu rumah di kompleks apartemen ini. Siapa sangka, mobil itu milik tetangga yang tinggal di atasnya. "Rumahku lagi direnovasi, jadi aku tinggal di sini buat sementara." Stella melihat mata Hans yang membara, dia tiba-tiba mendapat ide. "Kamu bisa setir mobil?" "Bisa, aku biasa jadi sopir panggilan waktu libur." Hans mengangguk. "Oke, kamu aja yang setir. Kebetulan, aku lagi capek hari ini." Stella melempar kuncinya pada Hans dan duduk di kursi sebelah pengemudi. Hans menarik napas dalam-dalam. Kendaraan off-road mewah dengan model kasar seperti ini merupakan kesukaan para pria. Bohong kalau dia tidak ingin mengendarainya. Kak Stella sudah duduk di samping pengemudi, jadi Hans hanya berpikir sebentar dan masuk ke kursi pengemudi. Di dalam mobil tercium aroma parfum yang lembut. Hans tidak tahu jenis wewangian apa, setiap menghirup membuatnya ingin menghirupnya lagi. Wanginya jauh lebih enak dari parfum murah milik Isabell. Akan tetapi ... Bagai mimpi buruk pada siang bolong. Saat dia memikirkan tparfum murahan Isabell, tiba-tiba Isabell muncul seperti hantu dan mengadang di depan mobil!

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.