Bab 10 Javier Luis
Hari telah berganti malam setibanya Hans di rumah. Dia mengenakan seragam satpamnya dan pergi ke bar TOP. Dia tidak makan siang dan hanya makan malam mi kering anak-anak.
Ada sepuluh orang satpam di bar TOP. Sistem pengamanan sekarang berbeda dari puluhan tahun yang lalu.
Dahulu, satpam klub malam semacam ini bertugas menjaga kemanan tempat. Mereka sering bergulat, bahkan terlibat kegiatan ilegal.
Sekarang satpam klub malam hanya menjaga ketertiban dan sesekali turun tangan saat tamu yang mabuk membuat keributan.
Sebenarnya, banyak klub malam besar yang merekrut petugas keamanan dari perusahaan keamanan. Karena itulah, perusahaan keamanan dan manajemen properti sangat marak di kota-kota besar.
Para satpam membenci Hans karena kakak sepupunya.
Sepupunya pernah bertengkar dengan kepala keamanan, sepertinya karena masalah wanita. Akhirnya, sepupunya dan kepala keamanan bermusuhan.
Itu sebabnya, kepala keamanan tidak menyukai Hans. Dia dan satpam lainnya bahkan sering mengganggu Hans.
Kakak sepupunya merupakan anak dari bibinya. Dia datang ke Jemara untuk bekerja saat masih remaja dan kini menjadi bartender ternama.
Hans tidak tahu seperti apa bartender ternama itu. Pokoknya, itulah yang dibanggakan oleh kakak sepupunya.
Pukul sepuluh malam hingga pukul dua pagi adalah waktu tersibuk di bar.
Tugas Hans hanya satu, yaitu berjaga di lorong antara ruang belakang panggung dan ruang pertunjukan bar.
Berjaga di lorong sebenarnya tidak terlalu melelahkan. Dia juga bisa menonton pertunjukan. Hanya, ruang geraknya kurang leluasa dibanding satpam lainnya.
Satpam lainnya bebas berkeliling, bahkan tugas satpam di tempat parkir sangat santai.
Dia satu-satunya yang ditugasi berjaga untuk mencegah tamu yang menyelinap masuk.
Bar mengadakan pertunjukan sulap, penyanyi yang sudah tidak terkenal, penari tiang yang cantik-cantik, dan lain sebagainya setiap hari.
Mereka berganti pakaian di ruang belakang panggung, menuju ke panggung saat waktunya tiba, lalu pulang setelah pertunjukan selesai.
Hans berdiri di portal belakang panggung itu setiap malam, menemui beragam pengunjung yang silih berganti.
Banyak pria dan wanita yang datang minum sendirian. Aa juga yang datang menghabiskan waktu bersama teman-teman.
Tidak sedikit yang datang untuk foya-foya. Hans sering melihat tamu memesan Royal Salute seharga 23,6 juta per botol yang tidak untuk diminum, tetapi disiramkan ke tubuh wanita. Tidak hanya satu botol, bahkan bisa berbotol-botol sekaligus.
Apa lagi namanya kalau bukan pemborosan?
Di kota besar banyak orang kaya begitu pula orang miskin.
Ada juga orang miskin yang tidak mau membayar setelah minum. Saat itulah satpam dipanggil.
Bukan untuk memukuli dan mengomeli. Manajer meminta satpam mengawasi orang tersebut untuk cuci piring atau melakukan pekerjaan lain di bar. Mereka baru dibolehkan pergi setelah pekerjaannya dirasa cukup untuk membayar pesanannya.
Jika ada wanita yang datang sendirian dan minum sampai mabuk, sebagian besar akan pulang diangkut.
Di bar ada yang namanya pengangkut profesional.
Sesuai dengan namanya, mereka akan bantu mengangkut para wanita mabuk pulang, bahkan dibopong jika perlu.
Lalu ... mereka akan membawa para wanita itu ke hotel.
Hans merasa wanita yang datang ke bar untuk mabuk sendirian tidak bijaksana. Sebaiknya beli minuman sendiri dan mabuk rumah. Toh, sama saja dengan mabuk di bar.
Mengapa harus mabuk-mabukan di bar?
Perilaku seperti ini sangat tidak pantas.
Selain itu, banyak juga yang datang ke bar untuk mencari pasangan. Mereka orang yang tidak tahan kesepian. Mereka pesan satu minuman sambil mendengarkan musik, lalu mendekati incarannya dan pergi ke hotel bersama.
Hans telah bertemu dengan berbagai orang di sini. Benar-benar membuka wawasan.
Pada pukul sebelas, Hans yang sedang melirik seorang pelanggan wanita dengan penuh semangat tiba-tiba ditepuk pundaknya. "Hans."
"Kak Javier, mengagetkan aja."
Jantung Hans nyaris copot. Dia mengira tertangkap basah mengamati wanita.
Javier Luis adalah pesulap yang sering mengadakan pertunjukan di bar. Oleh sebab itu, dia kenal dengan Hans yang berjaga di pintu.
Javier juga salah sedikit teman Hans selama beberapa tahun dia tinggal di Jemara.
"Lihat, apa yang kubawakan untukmu?"
Javier mengeluarkan paha ayam yang dibungkus kantong coklat layaknya sulap dari tasnya.
"Makasih, Kak. Tahu aja aku belum makan malam?"
Hans tidak sungkan menerimanya. Dia memang sangat lapar. Beberapa bungkus mi kering tidak membuatnya kenyang sama sekali.
Jadi, dia terima saja paha ayam itu dan langsung melahapnya.
Javier tertawa. "Pelan-pelan. Aku bawa minum juga, jangan sampai tersedak."
Dia menyerahkan sebotol air mineral yang baru dibuka pada Hans.
Hans menghabiskan paha ayam dalam beberapa gigitan, lalu membuang tulangnya ke tong sampah dan meminum air mineral sampai hampir habis sebotol.
"Kak Javier, maaf ya. Aku selalu makan makananmu," ucap Hans malu-malu.
Javier tertawa dan mengingatkan. "Berapa harga paha ayam dibanding waktu itu?"
"Jangan bicarakan lagi soal waktu itu, bukan apa-apa." Hans melambaikan tangan.
Pada tengah malam sekitar sebulan yang lalu, Javier menelepon Hans saat sedang tidak bertugas. Pria itu mengaku kesakitan dan tidak bisa bergerak di tepi sungai. Dia minta Hans untuk bantu mengantarnya pulang.
Hans pergi ke sungai secepatnya. Entah apa yang menimpa Javier saat itu, dia terbaring kaku di tepi sungai tanpa bisa bergerak. Andai terlambat sebentar saja, Javier pasti sudah hanyut terbawa arus sungai.
Sejak saat itu, Javier dan Hans makin akrab.
Javier selalu mengingat kebaikan Hans. Jadi, setiap kali mengadakan pertunjukan di bar TOP, dia selalu membawakan makanan atau sesuatu untuk Hans.
"Omong-omong, Pak Irawan sehat akhir-akhir ini?"
Javier mendadak melenceng dari pembicaraan.
Hans tertegun sebentar. "Sehat. Itu dia di sana, 'kan? Lagi minum-minum."
Hans menunjuk ke meja rumah judi di kejauhan. Manajer bar TOP, Pak Irawan sedang minum-minum bersama beberapa orang, ditemani wanita di kanan kirinya.
Pak Irawan hidup santai dan bersenang-senang setiap hari.
Javier memicingkan mata, lalu mengangguk pelan. "Kamu ingat beberapa hari yang lalu, Pak Irawan ditemani wanita cantik yang pakai jaket leher tinggi? Kamu lihat wanita itu lagi dua hari ini?"
"Wanita yang mana? Pak Irawan sering gonta-ganti setiap hari. Aku nggak ingat satu-satu ... " Hans tidak mengerti.
"Dia yang pernah minta tolong ke kamu waktu agak mabuk dan hak sepatunya patah."
Javier mengingatkan.
"Huh, kamu tahu? Masih ingat sampai sekarang?" tanya Hans terkejut.
Javier menjulingkan mata. "Aku tanya, kamu pernah lihat dia lagi nggak?"
"Nggak, kamu memanggilku dari ambang pintu ini waktu aku membantunya ke luar. Habis itu dia pergi entah ke mana di kerumunan orang, nggak kelihatan lagi. Mungkin dibantu orang lain?"
"Oke, hindari wanita itu kalau ketemu lagi."
Javier memperingatkan dengan nada serius.
"Oh ... oke, aku bakal menghindarinya."
Hans agak bingung, tetapi tidak lanjut bertanya karena musik dansa dalam bar mulai diputar.
"Aku ganti baju dulu, siap-siap tampil. Malam ini cuma satu pertunjukan. Habis tampil nanti, aku tunggu sampai kamu pulang. Terus, kita pergi cari makanan."
Javier langsung menuju ruang belakang panggung setelah bicara.