Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Sheila sengaja menekankan kata "sungguh", tatapan matanya penuh arti. Sesaat, Saskia terlihat gugup sebelum akhirnya kembali tenang dan tersenyum. "Terus kenapa? Aku memang tahu kalau Diego menyukaiku. Aku sengaja nggak menerima perasaannya, membiarkan dia mencintaiku tanpa bisa memiliki diriku. Sangatlah menarik menyaksikan pria sempurna sepertinya terus mengejarku. Selain aku, siapa lagi yang bisa membuatnya seperti itu?" "Tapi ya... aku sadar, semua ada batasnya. Jadi sekarang, aku nggak mau main-main lagi. Aku berniat menerima cintanya. Coba tebak, saat aku bilang aku bersedia bersamanya, dia akan langsung menceraikanmu atau nggak?" "Oh." Provokasi itu hanya menjadi angin lalu bagi Sheila. Tanpa menunjukkan reaksi apa pun, dia dengan tenang berjalan melewati Saskia. Dihantam oleh rasa marah dan malu karena diabaikan, Saskia spontan mengangkat tangan, mencoba meraih Sheila. Namun, Sheila bergerak terlalu cepat hingga terhindar. Tanpa sengaja, Saskia malah menarik lepas kalung yang melingkari lehernya. Saskia melirik kalung itu sebentar sebelum melemparnya dengan santai, seolah benda itu tak berharga di matanya. "Barang usang seperti ini, apa bagusnya?" Desisan tajam menusuk kesunyian, membuat Sheila refleks menoleh, lalu mendapati kalung itu jatuh ke dalam bara api di panggangan luar ruangan. Ekspresinya berubah drastis. Pupil matanya mengecil dan pikirannya mendadak kosong. Kepanikan mengalahkan logika. Dia berlari menuju panggangan, mengabaikan bara arang yang memancarkan panas menyengat, dan mengulurkan tangannya ke dalamnya. "Nyonya!" Para pembantu berteriak panik, mencoba menghentikannya, tetapi segalanya sudah terlambat. Saskia pun terkejut membelalak dan meneriakinya "Kamu gila, ya! Itu hanya kalung murahan!" Sheila berhasil mengeluarkan kalung itu dari kobaran api, tetapi bukan lagi dalam bentuk yang utuh. Liontinnya telah bengkok dan cacat akibat panas yang menghancurkan, tertutup abu hitam, menghapus jejak keindahan yang dulu ada. Air mata deras mengalir tanpa henti, tetapi Sheila bahkan tidak mencoba menghapusnya. Hatinya telah dipenuhi oleh penyesalan dan rasa bersalah. Kalung yang telah rusak itu adalah hadiah ulang tahun ke-18 dari Ian, simbol awal kedewasaan. Setelah menyimpan kalung itu dengan hati-hati, lalu melangkah mendekati Saskia dengan tatapan penuh amarah. Sebelum Saskia sempat bereaksi, tamparan keras sudah menghantam wajahnya. "Plak!" Tamparan itu menghantam dengan penuh kekuatan, membuat Saskia terdiam dalam keterkejutan. Namun, ekspresi tidak percaya di wajahnya hanya memicu amarah Sheila lebih jauh. Dengan tegas, Sheila melayangkan tamparan kedua yang sama kerasnya. Saskia merasa kepalanya berputar akibat tamparan kedua, amarahnya memuncak. Saat dia hendak berbicara, Sheila menamparnya lagi. Setelah tiga tamparan penuh kekuatan, Sheila masih belum merasa puas. Saat tangannya terangkat untuk memberikan tamparan berikutnya, Diego muncul tiba-tiba dan mendorongnya dengan keras. "Kamu sudah gila, ya!" Suara Diego penuh kemarahan dan keterkejutan. Jantungnya berdegup kencang. Dia segera berlari untuk memeriksa keadaan Saskia, tanpa menyadari bahwa Sheila kehilangan keseimbangan akibat dorongannya dan terjatuh ke dalam kolam di belakangnya. "Tolong! Tolong aku!" Kolam itu begitu dalam, dan Sheila yang tidak bisa berenang langsung panik. Kepanikannya membuatnya tersedak berulang kali, rasa sakit menusuk tenggorokan dan hidungnya saat dia berjuang di dalam air. Teriakan histeris para pelayan mencapai telinganya, meski terputus-putus. "Tuan Muda ... Nyonya ... sepertinya nggak bisa berenang!" Diego sempat menunjukkan perubahan ekspresi saat mendengar seruan para pelayan. Namun, pada akhirnya, dia membulatkan keputusannya dan sama sekali tidak menoleh. "Jangan ada yang bantu dia! Dia hanya boleh naik setelah mengakui kesalahannya!" Setelah mengatakan itu, Diego dengan hati-hati menggendong Saskia dan langsung meninggalkan tempat itu. Tidak ada yang datang menolongnya, meskipun Sheila beberapa kali hampir tenggelam. Namun, setiap kali kesadaran Sheila mulai mengabur, sosok Ian muncul di benaknya. 'Aku nggak boleh mati sekarang! Aku belum bertemu dengan orang yang menerima jantung Ian!' Dengan sisa tenaga yang hampir habis, Sheila akhirnya berhasil naik ke daratan. Namun, begitu dia merasa aman, segala tenaga yang tersisa lenyap. Dalam sekejap, dia pingsan.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.