Bab 6
Sebelum Giany akan pergi setelah menghabiskan makanan, dia berkata dengan malu-malu, "Bisakah kamu pinjamkan aku sedikit uang dulu?"
Carla menarik napas dalam-dalam, "Kancing manset yang kamu berikan pada Denis minggu lalu harganya 400 juta dan sekarang kamu bilang kamu nggak punya uang?"
Giany menggaruk pipinya karena malu, "Biaya rawat inap kemarin itu pinjaman dari orang lain. Kelak aku akan membayarmu kembali."
Carla mentransfer 20 juta dan menepuk pundaknya, "Keluargamu sudah lama membatasi pengeluaranmu dan kamu suka menyimpan semua tabunganmu untuk membeli hadiah untuk Denis dan bahkan menjilat sekelompok kerabatnya. Lupakan saja, nggak ada gunanya bicara terlalu banyak. Kamu nggak perlu kembalikan uang itu. Kalau malam ini kamu nggak ada tempat untuk tinggal, teruslah tinggal di sini."
Giany agak tersentuh.
Sekarang dia yakin akan bekerja di Grup Hoar. Dia harus pulang untuk mencari KTP dan sejenisnya dulu.
Sesampainya di rumah Keluarga Limz, Giany merasa tidak nyaman dan membunyikan bel pintu.
Dia mendengar suara seorang pemuda, "Siapa itu?"
Robert datang untuk membuka pintu dan langsung naik pitam setelah melihat itu adalah Giany.
"Kak, ada apa denganmu? Bukankah aku sudah menyuruhmu membuatkan sarapan untukku? Kok sekarang baru kembali? Cepat masak, aku hampir mati kelaparan."
Giany menatap pemuda tampan yang tingginya sekitar 183 sentimeter di depannya. Dia menundukkan kepala dan mengganti sepatunya dengan santai di pintu masuk.
"Nggak ada pelayan di rumah?"
"Masakan pelayan nggak seenak masakanmu. Ada apa denganmu? Kamu sudah lama melakukan ini dan tiba-tiba berkata seperti itu. Bukankah memasak untuk keluarga sudah wajar kamu lakukan? Dulu kamu akan memasak untuk kami meskipun sedang demam tinggi. Kalau ibu memujimu, kamu akan berbahagia sepanjang hari."
Hati Giany menegang dan dia melihat ke arah sofa.
Yang duduk di sofa adalah Yoana, Carol dan ayahnya, Thomas.
Melihat Giany kembali, Carol mendengus, "Kukira Kamu nggak akan datang untuk memasak di pagi hari. Sepertinya kamu sudah nggak bisa berpura-pura lagi? Cepat pergi ke dapur, adikmu hampir mati kelaparan. Benar-benar nggak seperti seorang kakak."
Yoana duduk di sofa ganda dengan lembut dan tersenyum setelah mendengar ini.
"Kak, aku mau makan udang tumis brokoli. Jangan tambahkan terlalu banyak garam ke dalam makanan, aku takut edema. Aku akan pergi mengambil foto seni dengan Kak Denis."
Setelah mengatakan itu, dia melihat ke arah Carol, "Ayah, ibu, kalian mau makan apa?"
Wajah Carol langsung dipenuhi dengan senyuman dan dia menyentuh kepalanya dengan penuh kasih, "Yoana, tetap kamu yang pengertian."
Giany berdiri di pintu masuk, merasa geli.
Dia bahkan melihat pelayan menghampirinya dan menyerahkan celemek dengan nada agak menuduh, "Nona, biasanya kamu bangun setelah jam lima untuk membuat sarapan, kok hari ini baru pulang jam tujuh? Semua orang lapar. Lain kali kalau kamu pulang terlambat, jangan lupa beri tahu kami dulu."
Semua orang memperlakukan Giany sebagai kuli.
Giany tidak mengambil celemeknya, hanya membalikkan tubuh ke samping dan berjalan menuju tangga.
Semua orang tercengang dan Robert langsung menghentakkan kaki, "Kak, ngapain kamu!? Aku benar-benar lapar. Cepat minta maaf pada Kak Yoana dulu, kemarin kamu bahkan nggak hadir di ulang tahunnya! Setelah itu, pergi memasak!"
Carol juga angkat bicara, "Giany, mereka cuma suka makan masakanmu dan kamu sudah terbiasa melakukannya, jadi sekarang jangan rewel."
Giany sudah mencapai tangga dan tersenyum setelah mendengar ini.
Penampilannya cantik dan memesona. Saat tidak tersenyum, dia terlihat dingin dan cuek. Kulitnya juga sangat putih hingga berkilau.
Giany pasti berada di antara wanita paling cantik di Kota Dimar. Akan tetapi karena telah mengejar Denis selama bertahun-tahun, dia sering diejek oleh orang lain.
"200 juta untuk sekali makan, siapa di antara kalian yang akan membayar?"
Begitu kata-kata ini terlontarkan, seluruh tempat menjadi sunyi.
Thomas melemparkan koran di tangannya ke atas meja kopi, wajahnya muram seolah tidak kenal putrinya ini.
"Omong kosong! Dari mana kamu mendapatkan kebiasaan memeras orang ini!?"
Giany menyibakkan rambutnya dengan tenang dan mengamati keempat orang itu satu per satu.
"Ngapain aku masak untuk kalian secara gratis? Aku bekerja keras untuk memasak dan Yoana cuma menanyakan mau makan apa. Kamu dia lebih pengertian, jadi suruh dia masak saja."
Giany berbalik untuk naik ke atas, tetapi Yoana langsung menangis.
"Kak, apa maksudmu? Kamulah yang awalnya mau masak dan bilang itu untuk menebusku. Aku tahu sejak kembali kemari lima tahun yang lalu, kamu nggak menyukaiku dan selalu merasa aku merebut barang-barangmu. Kalau begitu, aku akan pindah."
Dia menundukkan kepala dan menyeka air mata seolah telah dianiaya.
Carol merasa sangat sedih dan Robert segera memakinya, "Kak, lihatlah apa yang telah kamu lakukan! Kenapa kamu selalu seperti ini!?"
Giany terlalu malas untuk melihatnya. Dia menahan rasa sesak dan pedih di hatinya sebelum menggerakkan sudut bibirnya, "Oke, pindah saja. Mau kukemasi barangmu?"
Yoana seolah tidak menyangka Giany akan mengatakan ini dan sorot matanya menjadi semakin sedih, "Aku tahu kamu selalu berpikir seperti ini. Apa pun yang kulakukan itu nggak ada gunanya. Kamu cuma nggak menyukaiku ...."
"Ngapain menangis? Apa aku memukul atau memarahimu? Air mata benar-benar keluar kapan saja. Kalau kamu melompat ke sungai di luar, orang-orang di seluruh harus datang membantumu. Kamu memang sangat cocok dengan Denis si bajingan itu. Kalian sudah dipastikan akan bersama, jangan ganggu aku lagi."
Yoana berhenti menangis dan menatapnya dengan tidak percaya.
Dulu Giany tidak akan pernah melawan seperti ini dan bahkan tidak tega mengatakan kata-kata kasar tentang Denis.
Sudut bibirnya melengkung seolah telah dipukul sampai kehilangan akal sehatnya. Begini juga bagus. Sejak awal dia sangat membenci wajah Giany. Dia benar-benar ingin menghancurkan Giany dan sorot matanya menunjukkan kecemburuan.
"Kenapa kamu bicara seperti itu tentang Kak Denis ...."
Giany terlalu malas untuk memedulikan orang-orang ini dan langsung naik ke atas.
Carol sangat marah dan menyusulnya, "Dasar pemberontak. Apa yang baru saja kamu katakan!?"
Dia hendak menarik lengan baju Giany, tetapi ditepis oleh Giany.
Carol tertegun dan tidak bereaksi selama beberapa detik.
Dulu putri ini sangat penurut dan selalu bekerja keras tanpa mengeluh. Matanya juga akan berbinar kalau dipuji oleh anggota keluarganya.
Dia merasa tidak nyaman, "Kamu kesurupan, ya?"
Giany naik ke atas, bertanya kepada para pelayan di lantai atas dan menemukan kamarnya.
Kamarnya sangat berantakan, bahkan ada piano dan beberapa alat musik lain di dalamnya.
Dia melangkah maju dan melihat semuanya telah dituliskan nama. Beberapa di antaranya milik Yoana dan lainnya milik Robert.
Jadi, tidak ada tempat untuk menaruh alat musik di vila sebesar itu sampai harus disimpan di kamar tidurnya?
Mereka pikir kamarnya itu apa? Gudang?