Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 2

Dalam kata-katanya penuh dengan rasa benci. Yolanda perlahan menengadah. Matanya yang tanpa emosi tertuju pada Bu Nina. "Aku nggak boleh lewat pintu depan?" Bu Nina hendak mengatakan sesuatu. Bu Sudibyo yang semula duduk di ruang tamu, menghampiri dengan sepatu hak tingginya dan sambil tersenyum. Ketika melihat Yolanda, dia terkejut. "Loh! Apa ini Yolanda?" "Apa yang kamu alami selama tiga tahun di Lembaga Pembinaan Remaja? Dulu kamu cantik, kenapa tiba-tiba jadi gemuk begini?" "Bu Nina, cepat cari orang untuk obati jerawat di wajah putrimu ini! Kalau nanti membekas, nggak akan ada yang mau sama dia." "Yolanda memang nggak pintar, juga nggak ada bakat. Kalau dia sejelek ini ... " " ... " Setiap kata dan kalimat, seperti pisau yang menusuk kuat di dada Bu Nina. Ketika Yulia ada di sini, kata-kata inilah yang dikatakan oleh Bu Nina kepada Bu Sudibyo! Bagaimanapun juga, Yulia jauh lebih unggul dari putrinya. Namun, sekarang ... "Ah ya, sebentar lagi sekolah akan dimulai. Nilai Yolanda nggak bagus, dia juga ada catatan kriminal! Mungkin sulit untuk masuk sekolah!" "Tiga hari lagi ada pameran lukisan, kakak sepupuku juga akan ikut. Dia adalah wakil kepala sekolah. Nanti kamu bawa Yolanda ke pameran lukisan, aku akan perkenalkan ke kamu." Yolanda melirik wajah Bu Sudibyo yang penuh akan rasa bangga dan puas. Tanpa ekspresi, perlahan dia menjawab, "Nggak usah." "Kalau mau sekolah pun harus di SMA internasional yang terbaik." Ketika perkataan ini keluar. Bu Nina terkejut sejenak. Bu Sudibyo juga menunduk dan menatap Yolanda. Entah mengapa, dia merasa gadis dengan ekspresi datar di depannya ini memberinya tekanan yang aneh. Seolah kata-katanya tidak boleh dipertanyakan oleh siapa pun. "SMA terbaik?" "Kamu mau daftar ke SMA terbaik pakai apa? Bu Nina langsung marah. Dia melampiaskan semua kemarahan yang diterima dari Bu Sudibyo kepada Yolanda. "Kalau kepintaranmu ada setengah dari Yulia, apa aku perlu mohon-mohon ke orang lain?" "Bu Sudibyo, dia nggak usah ikut. Nanti aku akan bawa Yulia saja." Yolanda menatap Bu Nina dengan tatapan dingin. Ada setengah dari kepintaran Yulia? "Bu Nina. Yolanda baru saja dibebaskan dari Lembaga Pembinaan Remaja, perlu beri dia kesempatan untuk tambah wawasan. Kalau nggak, orang-orang kalangan kelas atas akan kira Bu Nina adalah ibu jahat yang hanya utamakan keuntungan." Bu Sudibyo menutup mulutnya dan pergi sambil tertawa. Ekspresi Bu Nina sama buruknya seperti mengalami sembelit. Lembaga Pembinaan Remaja! Lembaga Pembinaan Remaja! "Semua gara-gara kamu." "Apa kamu puas sekarang?" Bu Nina menatap Yolanda dengan tatapan dingin. Anak yang jelek dan gemuk ini, bagaimana mungkin lahir dari rahimnya? Yulia yang juga anak perempuannya, jauh lebih unggul entah berapa kali lipat. "Besok aku akan undang guru melukis untuk mendidikmu. Jangan sampai kamu nggak tahu apa-apa dan bikin malu di pameran lukisan nanti." Selesai berkata, Bu Nina mendengus dingin dan kembali ke ruang tamu. Yolanda ditinggalkannya di depan pintu. Yolanda mendongak dan memandang rumah keluarga Hartanto, matanya yang dingin berputar dengan pelan. Setelah itu, dia terpaku pada punggung Bu Nina. "Ternyata begitu ... " "Ini yang kakak bilang pilih kasih ... " ... Kamar Yolanda berada di kamar kedua lantai dua. Saat melewati kamar utama yang merupakan kamar Yulia, Yolanda berhenti sejenak. Dia melirik ke dalam kamar Yulia. Dekorasi dan penataan kamar ini sangat mewah. Kamar Yolanda ... Saking sederhananya, komputernya itu komputer jadul! "Ini kamar Yulia." Melihat gerakan Yolanda, Bu Nina mengingatkan dengan nada dingin, "Kamarmu ada di sebelah. Jangan merasa nggak adil, orang seperti apa pantas dapatkan kamar seperti apa. Adikmu nanti akan masuk ke universitas ternama, tentu saja harus berikan dia kamar yang bagus." Yolanda memiringkan kepalanya. Tanpa sedikit pun emosi, dia menatap Bu Nina. "Apa hanya karena nilainya bagus, maka berhak dapatkan perlakuan istimewa?" "Ya! Kalau punya pilihan, aku lebih baik nggak lahirkan anak yang mencuri dan berkelahi sepertimu!" "Kalau bukan karena Yulia cukup unggul, nama baikku sudah hancur karena kamu!" Kata-kata yang keluar dari mulut Bu Nina makin menyakitkan. Awalnya, Yolanda mempertimbangkan apakah dia harus mengambil tubuh ini untuk memenuhi kewajiban sebagai anak. Setelah melihat kondisi sekarang! Tidak perlu! "Aku bukan anakmu, anakmu sudah meninggal." Yolanda dengan santai melontarkan kalimat ini. Setelah berbicara, dia langsung menutup pintu dan masuk ke kamar kedua. "Kamu ... " Saking marahnya, jari-jari Bu Nina sampai gemetar. "Masih nggak beradab begini. Sudah dibina selama tiga tahun di Lembaga Pembinaan Remaja, tapi masih belum berubah juga! Kenapa kamu nggak mati di dalam sana, untuk apa kembali ke keluarga Hartanto?" Setiap kata ini jelas terdengar oleh Yolanda. Tidak ada ekspresi yang melebihi ketenangan di wajahnya. Dengan kata lain, dia sama sekali tidak seperti manusia yang hidup! Komputer di meja memantulkan wajah Yolanda. Wajah penuh dengan jerawat, indra di wajahnya hampir saling menumpuk. Sangat buruk! Wajah ini. Dibandingkan dengan dirinya di kehidupan sebelumnya, benar-benar perbandingan yang ekstrem. "Tap, tap, tap ... " Jari-jari Yolanda jatuh di atas keyboard, membuka situs web resmi internasional di kehidupan sebelumnya. Dia sedang memasukkan kata sandi! Beri tahu beberapa orang bahwa dia masih hidup. Namun, dalam detik berikutnya! "Ting, ting, ting!" Kata sandi salah. Yolanda sedikit mengernyit, lalu memasukkan sandi lagi. Alhasil! Masih salah. Masih ada suara alarm. Ini tidak mungkin! Dari ledakan pesawat hingga sekarang, belum genap dua hari. Hanya dia yang tahu kata sandi untuk akses situs web resmi internasional. Dia masuk situs itu beberapa menit sebelum naik pesawat ... "Irene Hanum?" Dia adalah adik perempuan yang diadopsi oleh keluarga Hanum di kehidupan sebelumnya. Usia Irena sebaya dengannya, mahir dalam meniru. Satu-satunya orang selain dia yang tahu kata sandi! Saat dirinya melakukan tugas, Irene pernah dengan berani menjadi penggantinya beberapa kali ... Setelah memikirkan ini, Yolanda mengambil ponselnya dan menekan nomor telepon yang sangat dikenalnya. Dia menelepon keluarga terkemuka nomor satu di ibu kota, keluarga Hanum. "Tut, tut ... " "Halo, dengan siapa ini?" Orang yang mengangkat telepon adalah suara parau kepala pelayan yang sudah tua. "Aku cari Kak Sergio." Nada yang akrab! Dingin. Penuh jaga jarak. Suara yang jelas berbeda, tetapi bisa membuat kepala pelayan merasakan sensasi merinding. "Kamu, siapa kamu. Siapa kamu sebenarnya?" "Kepala pelayan, siapa yang telepon?" Tiba-tiba! Terdengar suara yang sangat mirip dengan suara Yasmin di kehidupan sebelumnya dari speaker ponsel. Pada saat itu. Di dalam kamar tempat Yolanda berada, udara tiba-tiba menjadi dingin! "Nona, ada orang cari Pak Sergio." Kepala pelayan menjawab orang itu dengan hormat. "Siapa yang cari Kak Sergio?" Berikan teleponnya padaku." Telepon umum keluarga Hanum pun sampai di tangan gadis itu. Dia mengambil telepon dan bertanya dengan nada yang biasa digunakan oleh Yasmin, "Siapa?" Satu kata ini! Tiba-tiba, Yolanda merasakan ada perasaan tak menyenangkan di dalam hatinya. Dari tugas, kecelakaan pesawat pribadi, hingga ledakan ... Semua ini, tampaknya tidak semudah yang terlihat di permukaan. Terlintas kilauan gelap di bola mata Yasmin yang dingin. Dia menurunkan suaranya dan berkata, "Putri keluarga Hanum, hanya ada Yasmin sendiri. Dia sudah mati dini hari kemarin, siapa kamu?" Siapa kamu? Lawan bicara di telepon sontak terdiam. Beberapa detik kemudian! Sebuah informasi yang mengejutkan tiba-tiba masuk telinga Yolanda! Kalimat itu sungguh lucu. "Akulah Yasmin Hanum!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.