Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 11 Nenek Telah Siuman

George tak bisa berkata-kata. "Berhenti beromong kosong. Kalau sepatumu kotor, minta Bibi yang mencucinya. Jangan terus memerintah Diana," kata Jerry dengan ekspresi masam. "Dia adalah pembantu keluarga kita. Aku harus memerintah siapa kalau bukan dia?" Joseph tampak bingung. George pun menyuruh Joseph untuk diam. ... Kota Linden. Setelah tiga hari menjalani akupunktur terus-menerus, akhirnya Nenek Rosnah siuman. Saat Nenek Rosnah sudah siuman, Diana masih memberinya akupunktur. Nenek Rosnah membuka matanya dengan linglung. Saat dia melihat gadis di depannya, dia tercengang sejenak, baru dia berkata, "Diana?" "Nenek, ini aku. Kenapa? Kamu sudah melupakanku?" Diana tersenyum. "Kenapa kamu kembali?" Nenek Rosnah mengangkat tangannya yang gemetaran untuk membelai cucunya. Diana menundukkan kepalanya agar Nenek Rosnah dapat membelainya. Nenek Rosnah membelai rambut dan pipi cucunya, baru dia merasa kalau semua ini nyata. "Apa tetangga kita meneleponmu dan memberitahumu kalau aku sakit?" tanya Nenek Rosnah dengan suara serak. "Padahal aku sudah bilang pada mereka untuk jangan memberitahumu." Diana berbalik, lalu menuangkan segelas air untuk Nenek Rosnah. Kemudian, dia menyusun dua bantal di belakang Nenek Rosnah dan memberinya minum. "Bukan, aku sendiri yang ingin pulang. Nenek, kamu sakit, jadi kenapa kamu nggak meneleponku? Kamu juga melarang orang untuk memberitahuku. Bagaimana kalau sesuatu terjadi padamu?" tegur Diana. Kalau Diana tidak hidup kembali. Dia yang meninggal dunia karena terbakar tidak akan bisa lagi bertemu dengan neneknya yang sedang menunggu ajalnya di ranjang. Saat Diana memikirkan itu, matanya pun memerah. "Dengan usia dan tubuh Nenek sekarang, memang sudah saatnya Nenek meninggalkan dunia ini. Hanya saja, Nenek masih mengkhawatirkan Ron." Nenek Rosnah menoleh ke arah Ronald yang sedang duduk di samping tempat tidur sambil bermain. Ronald pun mendongak untuk melihat Nenek. "Nenek!" Diana mengerutkan alisnya dan menatap Nenek dengan kesal. "Lain kali jangan bicara seperti itu. Itu nggak baik." "Ya, ya." Nenek Rosnah menggelengkan kepalanya sambil tertawa. Kemudian, dia bertanya dengan bingung, "Bagaimana aku bisa sembuh?" Sebenarnya sebelum dia koma, dia pernah pergi ke dokter. Dokter berkata pembuluh darah di otaknya sewaktu-waktu bisa pecah. Kalau pecah, dia akan langsung koma dan tidak ada yang bisa menyelamatkannya. Dokter juga berkata kalau saja dia lebih awal berobat, masih ada kemungkinan untuk dia sembuh. Namun, sekarang sudah tidak ada cara. Alasan pertama adalah dia sudah berusia dan tidak akan tahan dioperasi. Kedua, gumpalan darahnya parah dan sulit untuk dioperasi. Diana belum sempat menjawab. Ronald mendadak berdiri, lalu mengambil sebuah kaca dari jendela dan memegangnya di depan neneknya. Kemudian, Nenek Rosnah melihat selusin jarum perak di kepalanya bersinar di bawah sinar matahari. Nenek Rosnah melihat cucu perempuannya. "Kalian mencari dokter tradisional?" Ronald menunjuk kakaknya sendiri. Diana tertawa. Adiknya sudah jauh lebih aktif daripada sebelumnya. Nenek Rosnah melihat Ronald, lalu melihat Diana lagi dengan bingung, "Diana, kamu yang mencari dokter tradisional?" Tidak mungkin. Dia juga telah mengunjungi seorang dokter tradisional yang belakangan ini terkenal. Dokter itu juga berkata sudah tidak ada cara. "Bukan, Nenek. Aku telah belajar sedikit kedokteran tradisional, jadi aku mencoba melakukan akupunktur padamu. Sepertinya itu berhasil." Diana tersenyum. Nenek Rosnah tercengang menatap cucu perempuannya. "Diana, kamu ...." Nenek Rosnah tercengang untuk beberapa saat, lalu seulas senyuman cerah tersungging di bibirnya. "Tinggal di kota besar memang bagus. Kamu baru pergi selama setahun, tapi kamu sudah bisa melakukan akupunktur." Diana hanya tersenyum dan tidak menjelaskan apa-apa. "Apa orang tuamu memperlakukanmu dengan baik?" tanya Nenek Rosnah sambil tersenyum. Meskipun pertanyaan itu keluar dari mulutnya, dari awal Nenek Rosnah sudah tahu jawabannya. "Apa yang kutanya? Tentu saja mereka baik padamu. Mereka adalah orang tua kandungmu, kakak dan adik kandungmu." Senyuman Nenek Rosnah terlihat baik. Diana diam saja. "Aku ingin tinggal bersama Nenek dan Ron," kata Diana dengan lembut. Dia tidak ingin memberi tahu hal-hal buruk itu agar Nenek Rosnah tidak khawatir. Setidaknya Diana masih harus menyembunyikannya karena Nenek Rosnah sedang sakit. "Dasar anak bodoh. Kamu baru bisa hidup nyaman kalau tinggal bersama orang tua kaya di kota besar. Kamu bisa kuliah dan mencari pekerjaan yang bagus. Kamu baru bisa mencapai cita-citamu. Kalau kamu tinggal bersama Nenek, apa yang bisa kamu lakukan?" ujar Nenek Rosnah sambil tersenyum. Diana terdiam. Melihat Diana sepertinya tidak senang, Nenek Rosnah pun menghiburnya, "Kalau kamu benar-benar merindukan kami, belajarlah dengan baik. Setelah kamu menjadi kaya, jemput Nenek dan Ron. Diana mengedipkan matanya, lalu dia tersenyum. "Nenek benar." Benar, dia harus menghasilkan uang. Dia akan memberikan Nenek dan Ron kehidupan paling nyaman. Kalau dia gagal, dia bisa menjual beberapa harta karun. Hanya saja, apa orang-orang di zaman ini dapat mengenali harta karun dari alam kultivasi di cincin penyimpanannya?

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.