Sebuah Tragedi
Erland, seorang pria berusia dua puluh delapan tahun sedang menikmati red wine di depan meja bertender, dirinya baru saja mengalami nasib sial karena hubungannya dengan sang kekasih kandas di tengah jalan.
Satu gelas red wine diteguk hingga tandas, kemudian mengisi gelas berkaki itu lagi dan lagi. Tanpa teman, pria ini berjalan gontai, benda bulat dipergelangan tangannya menunjukan pukul sembilan malam.
Mobil yang terparkir di halaman bar menjadi tempat pertamanya untuk mengutuk nasib sial ini, hanya dua minggu lagi resepsi mewah akan diselenggarakan, tapi kelasihnya menggugurkan anak Erland hingga pria ini murka dan memutus hubungan.
Di atas stir, wajah tampan dengan garis-garis sempurna tenggelam. "Sialan!" hardiknya. Tidak lama mesin si kuda besi berwarna merah itu menyala. Belum jauh dari bar, seorang gadis berjalan manja dan sensual di mata Erland. Pengaruh alkohol sudah hampir memakan kesadarannya, tapi pria ini masih mampu bergerak bebas menggunakan puing-puing kesadaran yang masih tersisa.
Mobil mewah nan mengkilat itu hilang keagungannya akibat ditelan gang gempit yang gelap. Erland berjalan, semakin lama semakin cepat rupanya si gadis menyadari kehadiran dirinya.
Si gadis mulai berlari, pun dengan Erland. Satu meter, dua meter hingga sekitar sepuluh meter berlari barulah si gadis terpenjara oleh kedua lengan berotot padat dan memiliki banyak urat-urat menonjol.
"Lepaskan!" Berontak Chloe. Namun, tenaganya tidak sanggup menandingin tenaga Erland.
"Temani saya sebentar," ucap berat Erland. Tubuh Chloe diangkat dengan mudahnya, dimasukan ke dalam mobil, berulang kali gadis ini berteriak, tapi tidak ada siapapun menolongnya.
"Jangan lakukan ini padaku," mohon Chloe setelah tubuhnya di bawah kungkungan Erland. Wajah pria ini sangat suram, keadaan yang gelap membuat topeng baru di wajah Erland, sesaat bias cahaya bulan masuk lewat kaca mobil belakang, menunjukan siluat tampan, tapi itu bukanlah sebuah anugerah untuk Chloe.
Lagi, perlawanannya sia-sia hingga tenaga dikedua lengan habis terkuras dan Erland dengan mudahnya memangsa Chloe malam itu.
Gadis di bawahnya tidak sadarkan diri setelah Erland menyeleseikan kegilaan akibat patah hati. "Sorry." Kata terakhir Erland sebelum pergi.
***
Cahaya matahari menembus masuk, memaksa Chloe terbangun dan mengingat kejadian semalam. Sebuah tetesan bening kembali meluncur bebas dari ekor mata menyusuri wajah lesunya.
"Argh," erangan lemahnya kala merasakan seluruh tubuhnya seakan remuk. Chloe berhasil mendudukan diri ditemani lembaran uang yang tadi menutup seluruh tubuhnya. Tidak ada kata apapapun, tatapan mata gadis ini tidak pernah lagi menggambarkan sesuatu hingga satu jam lamanya.
Matahari semakin merangkak naik, pun dengan Chole yang mulai memunguti pakaian yang sedikit terkoyak di beberapa bagian. "Pria itu hanya iblis!" kesal bercampur segala rasa tidak baik ditumpahkan untuk Erland yang kala itu tertulis di dalam kartu tanda pengenal.
Dompet hitam pekat itu menyimpan banyak identitas si pria, pun dengan beberapa kartu bank termasuk black card, sudah jelas jika Erland bukanlah orang biasa.
Chloe berhasil membalut tubuhnya menggunakan baju yang menjadi saksi kengerian malam tadi, kemudian beralih ke kursi pengemudi. Kuncinya masih menggantung.
Chloe tidak terlalu pandai mengendarai mobil, tapi setidaknya dia mengetahui pedal gas dan rem dan beberapa teknik dasar lainnya. Alamat Erland sudah ditemukan, mobil merah sudah berhenti di depan gerbang besar. "Ini rumah si penjahat keji itu!"
Jejak basah air mata sudah terhapus, hanya menyisakan kesal yang ingin segera meluap.
Di dalam istananya, Erland sedang tertidur lelap tanpa siapapun, hingga sebuah ketukan pintu menggusik.
"Maaf tuan, seorang gadis memaksa ingin bertemu," ucap pelayan di balik pintu yang masih terkunci tanpa celah.
Senyap-senyap suara itu menusuk ruang dengar, pun dengan hatinya. Seorang gadis yang dimaksud si pelayan berbeda dengan gadis di dalam bayangan Erland. Pria ini mengabaikannya.
Si pelayan tidak memiliki keberanian lebih untuk mengulang kata. Wanita ini menghampiri Chloe yang berdiri angkuh di depan pos satpam. Gadis ini baru saja mengamuk, menarik kerah satpam karena tidak mengizinkannya masuk untuk menemui Erland.
"Maaf nona, silahkan pergi," ucap si pelayan.
"Tidak, pertemukan saya dengan Erland!" Wajah garang di balik mata sembab dipertontonkan Chloe.
Sejak tadi Chloe menjadi bahan perhatian pertama selain karena penampilannya, pun dengan sikap buruknya. Rok pendek berwarna hitam di tubuh Chloe memiliki sobekan cukup panjang, pun dengan beberapa kancing baju yang terlihat aneh akibat benangnya melonggar seperti ditarik paksa.
Satpam dan pelayan saling memandang dengan tanda tanya besar.
"Pertemukan saya dengan Erland, kalian dengar!" teriak Chloe.
"Maaf, anda harus pergi," jawab satpam.
Chloe tidak tahan dengan ini, dia mengambil langkah nekad berlari sekuat tenaga yang dimilikinya sama seperti malam tadi. Namun, satpam menangkapnya bak memergoki kucing liar.
"Lepaskan, biarkan saya bertemu dengan Erland!" Lagi, Chloe berontak, tapi tetap saja dirinya bukan apa-apa.
"Maaf nona, silahkan pergi dengan terhormat," ucap si pria tinggi besar.
Sebelah alis Chloe terangkat. Maksud dari ucapan satpam terdengar sangat merendahkan. Jadi, jika Chloe tidak pergi sekarang maka, satpam itu akan menendangnya bak sampah?
"Saya tidak akan pergi sebelum bertemu Erland!" Chloe masih bersikukuh guna mendapatkan pertanggung jawaban.
Kegaduhan di bawah tertangkap ruang dengar Erland, suara gadis itu bukanlah Sheilla. Dia mengintip lewat balkon kamarnya. "Siapa gadis itu? Berani sekali berbuat onar!"
Sebuah sambungan di udara terhubung ke dalam pos satpam hingga mengalihkan perhatian pria ini dari Chloe.
"Siapa gadis itu?" Nada kesal terdengar jelas dalam suara sang tuan.
"Saya tidak tahu tuan, tapi sejak tadi gadis ini memaksa masuk dan dia juga membawa mobil milik tuan."
Dahi Erland berkerut tertarik kedua alis yang disatukan. "Saya tidak mengenal gadis itu. Tendang dia sampai tidak berani masuk lagi!"
Panggilan diputus sepihak, satpam kembali menghampiri Chloe yang sedang berdebat dengan pelayan. "Nona, mari ikut saya." Dengan kasarnya pria tinggi besar itu menarik tubuh Chloe, mendorongnya dengan kasar keluar gerbang.
"Hei, berani sekali kau melakukan ini padaku!" teriak Chloe belum habis hingga semakin menimbulkan kegaduhan.
"Nona, jangan seperti ini. Saya sudah menyuruh anda pergi baik-baik." Suara satpam tetap terjaga, tidak ada membentak, tapi tetap saja pria itu merendahkan Chloe.
Chloe kembali menarik kerah baju si pria lewat celah-celah besi gerbang. "Siapa yang memerintahmu, Erland?"
Sejak tadi pria yang dicari Chloe menyaksikan keganasannya. "Mustahil dia gadis semalam." Seingatnya gadis itu sangat lemah, bahkan cara berlarinya tidak lebih cepat dari kura-kura.
Erland kembali mengabaikan gadis keras kepala di bawah sana. Sekarang pria ini duduk di tepian ranjang, mengenang Sheilla. "Tega sekali kau memusnahkan anakku."
"ERLAND!!!" teriak Chloe semakin lantang.
Bersambung ....