Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6 Bagaimana Kalau Kita Punya Anak?

Tubuh Ariana terbanting keras di sofa. Ketika melihat Leonard melepas dasi dan melemparkannya ke samping, barulah Ariana mengerti apa yang ingin pria itu lakukan. "Jangan sentuh aku!" Ariana mencengkeram erat kerahnya sendiri dan menatap dengan waspada. "Kita akan segera menikah. Kenapa aku nggak boleh menyentuhmu?" ujar Leonard dengan mata yang merah menyala. Usai berbicara, dia langsung menindih Ariana. Ariana menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong pria itu. "Kamu pikir memaksaku adalah cara untuk membuatku percaya sama kamu?" Dahulu, dia memang ingin menyerahkan diri seutuhnya pada Leonard. Namun, sekarang, dia tidak ingin pria itu menyentuh tubuhnya sedikit pun. "Memaksamu?" tanya Leonard dengan senyum sinis. "Ariana, memangnya kamu nggak pernah berpikir untuk menyerahkan tubuhmu padaku?" Dia tahu bahwa Ariana mencintainya hingga rela menyerahkan segalanya. Ucapan Leonard sangat menusuk hati. Ariana tidak ingin berbicara lagi dengannya. Dia meronta sekuat tenaga untuk melepaskan diri. Namun, pria pada dasarnya lebih kuat. Dengan satu tangan, Leonard menahan kedua tangan Ariana di atas, sementara tangan Leonard yang lain masuk ke balik baju Ariana. Telapak tangan Leonard yang terasa panas menyentuh kulit Ariana. Mata pria itu dipenuhi nafsu. "Kalau kamu nggak percaya sama aku, bagaimana kalau kita punya anak. Kakek pasti akan senang dan kamu juga bisa tenang." Sambil membuka ritsleting celana, Leonard hendak mencium Ariana. Ariana buru-buru memalingkan wajah ke samping. "Leonard! Apa kamu nggak peduli sama perasaan Mia?" teriak Ariana dengan putus asa. Gerakan Leonard terhenti. Benar saja. Menyebut nama Mia sangat ampuh. Detik berikutnya, Leonard mencengkeram dagu Ariana dan memaksa perempuan itu menatapnya. "Entah aku peduli atau nggak, itu nggak ada hubungannya sama ini." "Kalau begitu, kamu mengakuinya ... " Meskipun sudah siap secara mental, mendengar pengakuan Leonard tetap saja membuat dadanya terasa sakit. "Bukannya kamu yang memaksaku berbuat begini?" Usai berbicara, Leonard melanjutkan aksinya. Dia tidak melepaskan dagu Ariana. Ariana menutup mata dengan putus asa saat Leonard kembali ingin menciumnya. Drrtt ... drrtt ... Ponsel di meja tiba-tiba bergetar. Leonard yang ingin mencium Ariana tidak ingin diganggu. Namun, getaran ponsel itu tidak kunjung berhenti. Mungkin ada hal penting yang mendesak. Leonard menghela napas dan berdiri untuk mengangkat telepon. Ariana buru-buru berdiri dan menjauh mumpung ada kesempatan. "Pak Leonard, tadi Nona Mia mengeluh nggak enak badan, jadi Nona menyuruh saya untuk membeli obat. Tapi, waktu saya kembali, Nona sudah nggak ada di mobil." Suara sopir Leonard terdengar dari telepon. Ekspresi Leonard langsung muram. Nada suaranya kesal. "Mengawasi satu orang saja kamu nggak becus. Aku potong gajimu sebulan. Cepat kirim lokasinya! Aku ke sana sekarang." Setelah menutup telepon, Leonard berbalik dan melihat Ariana yang sudah berdiri jauh darinya. "Jangan kayak anak kecil lagi. Ingat, cuma kamu yang bisa jadi Nyonya Leonard." Ariana menatap ke arah lain dan tidak menjawab. Setelah mendengar suara pintu ditutup, barulah dia merasa lega. Tubuhnya langsung terasa lemas. Jika tidak berpegangan pada meja, dia mungkin sudah tidak sanggup berdiri. Ariana benar-benar tidak mengira bahwa Leonard hampir memperkosanya. Selama ini, pria itu selalu bersikap lembut dan tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar. Jika Ariana sakit, Leonard bahkan sangat khawatir. Namun, perhatian dan kasih sayang pria itu hanya untuk Mia sekarang. Untuk apa mereka menikah bulan depan? Agar Ariana bisa melihat Leonard selingkuh dengan perempuan lain? Ariana mengusap air mata yang tanpa sadar menetes. Setelah merapikan baju, dia naik ke lantai atas untuk mengemasi barang-barangnya. Semua pakaiannya bisa dimuat dalam satu koper. Dia tidak ingin membawa barang-barang pemberian Leonard. Ariana tidak ingin tinggal di sini lagi. Siapa pun perempuan yang akan menjadi nyonya di rumah ini, dia sudah tidak peduli lagi. Di jalan, Leonard menerima telepon dari pengawalnya. "Pak, Nona Ariana meninggalkan vila sambil membawa koper." Dia memang sudah meninggalkan pengawal untuk menjaga Ariana. Leonard tidak bisa menahan amarahnya. "Apa kamu nggak menghentikan seorang perempuan?" "Maaf, Pak Leonard. Nona Ariana mengacungkan pisau ke lehernya sendiri. Kami nggak berani menghalangi." Suasana di mobil mendadak senyap. Leonard menggertakkan gigi dan menggeram, "Ikuti dia. Kalau sampai kehilangan jejak, kamu nggak perlu bekerja lagi!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.