Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 11 Suara yang Membuat Tenang

Payung menutupi cahaya lampu jalan sehingga Ariana tidak sempat melihat ekspresi Leonard. Pria itu berkata, "Aku nggak bisa mampir, sebentar lagi ada rapat video." Melihat baju Ariana yang juga basah, Leonard buru-buru menyuruhnya kembali ke apartemen agar tidak kedinginan. Ariana mengangguk. "Hati-hati di jalan," ujarnya. Dia lalu memberikan payungnya pada Leonard. Leonard baru berbalik setelah sosok Ariana masuk ke gedung apartemen dan menghilang di belakang pintu lift. Segera, dia memencet nomor di ponselnya dan berbicara dengan suara lembut. "Kamu sudah tahu kalau aku harus membuat Ariana meneruskan pernikahan, 'kan? Aku juga selalu bersamamu tiap kali dia ulang tahun. Iya, Sayang. Tunggu saja aku di vila." Usai berbicara, dia menutup telepon dan mempercepat langkah kakinya. Sebuah sosok yang membawa payung keluar dari balik pohon, melirik ke arah Leonard, lalu berjalan ke arah yang berlawanan. Setelah masuk lift, Ariana menekan tombol lantai enam belas dan tenggelam dalam lamunannya. Saat menyadari perasaannya mulai ragu lagi, dia segera mengingatkan diri untuk tidak bimbang setelah mengambil keputusan. Krak! Lift tiba-tiba bergoyang dan mendadak berhenti. Ariana yang terkejut segera melihat panel tombol dengan panik. Lampu angka tujuh menyala, tetapi angkanya tidak ditampilkan utuh. Rasanya seolah dia berada tepat di antara lantai enam dan tujuh. Ariana buru-buru menekan tombol darurat yang langsung menghubungkannya dengan staf pengelola apartemen. "Halo, dengan Apartemen Kota Harmonia di sini." "Halo, saya penghuni Unit 1 Gedung 8 di lantai 16. Liftnya rusak dan saya terjebak di dalam!" Staf pengelola apartemen segera menenangkan Ariana dan memintanya untuk tidak khawatir. Mereka pun segera menghubungi teknisi. Biasanya, teknisi akan memeriksa situasi terlebih dahulu. Jika masalahnya serius atau mereka tidak mampu menanganinya, barulah pemadam kebakaran dipanggil. Ini pertama kalinya Ariana mengalami kejadian seperti ini. Ditambah lagi, beberapa hari lalu dia membaca berita tentang kecelakaan lift di kompleks apartemen lain. Ariana pun makin ketakutan sampai tangannya berkeringat. Dia mengeluarkan ponsel dan melihat masih ada dua bar sinyal. Jari-jarinya gemetar saat menghubungi nomor Leonard. Ariana tahu bahwa saat ini tidak ada gunanya menelepon pria itu. Namun, dia ingin mendengar suara Leonard untuk mengurangi kepanikannya. Lagi pula, saat dahulu dia sedang sedih, Leonard yang selalu menghiburnya. Alih-alih suara Leonard, yang didengar Ariana hanya bunyi "tut-tut" hingga akhirnya panggilan otomatis terputus setelah terdengar suara operator. Ariana tiba-tiba ingat. Tadi pria itu bilang, dia akan ada rapat video. Jadi, sekarang mungkin bukan waktu yang tepat untuk menelepon Leonard. Namun, lift yang sunyi membuatnya makin cemas. Lampu di langit-langit lift tiba-tiba berkedip dua kali dan lift seketika jatuh ke bawah. Merasakan tubuhnya sedikit melayang, Ariana langsung menjerit. Brak! Terdengar suara keras. Lift akhirnya berhenti jatuh. Ariana gemetar saat melihat angka lima menyala di panel lift. Dia terduduk lemas di lantai. Wajah pucatnya yang terpantul di cermin lift tampak komat-kamit berdoa agar teknisi cepat datang. "Ariana?" Tiba-tiba ada suara yang memanggilnya dari luar. "Pak, saya ada di dalam!" Ariana tidak heran jika teknisi apartemen tahu namanya. Tadi dia sudah memberikan nomor unitnya ke staf pengelola. "Apa kerusakan liftnya parah? Bisa diperbaiki nggak, Pak? Kapan aku bisa keluar?" tanya Ariana cemas. Terdengar suara dari luar lagi. "Jangan takut. Teknisi sebentar lagi datang. Sekarang, lakukan apa yang aku katakan." Malam-malam begini, teknisi pasti sudah pulang. Orang di luar itu mungkin satpam apartemen. Ariana benar-benar lupa saking paniknya. "Ya, Pak. Saya harus bagaimana?" Biarpun tidak mengenal satpam itu, suaranya mampu membuat Ariana merasa tenang. "Tarik napas dalam-dalam dan pegang erat pegangan di sisi lift." Ariana berdiri dan mengatur napasnya sambil menggenggam pegangan di sisi kanan. Seakan-akan tahu Ariana sudah melakukan instruksinya, suara dari luar terdengar lagi. "Tekuk sedikit lututmu dan berpijaklah pada jari-jari kaki, lalu tempelkan kepala dan punggungmu ke dinding lift." Dengan patuh, Ariana mengikuti arahan itu satu per satu dan perlahan hatinya mulai tenang. "Terima kasih, Pak. Saya sudah nggak takut lagi, tapi apa Bapak bisa menunggu dulu sampai teknisi datang?" Ariana tidak akan merasa terlalu cemas jika tahu ada orang di luar. "Ya, aku akan tetap di sini," jawab suara itu. Waktu berlalu lambat. Untuk meredakan kecemasannya Ariana mencoba mengobrol, "Apa saya boleh tahu nama Bapak? Bapak sudah sangat membantu saya. Saya ingin berterima kasih." Suara orang berdatangan tiba-tiba terdengar dari luar. Seseorang bertanya di depan pintu lift, apakah yang berada di dalam adalah penghuni Unit 1 di lantai 16, Nona Ariana. Ternyata teknisi sudah datang. Lebih dari sepuluh menit kemudian, pintu lift akhirnya terbuka perlahan. Ariana berhasil diselamatkan. Seorang staf apartemen perempuan membawanya ke luar. Saat melintasi kerumunan orang yang menonton, Ariana melihat sosok yang tak asing lagi.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.