Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab.8

Tidak tahu berapa lama, setelah minum bir Briella tertidur karena mabuk. Ketika dia bangun, langit sudah berwarna abu-abu, dan dia duduk dengan linglung. Botol bir di atas meja bergoyang-goyang saat tersenggol olehnya, dan ada catatan di samping segepok uang di atas meja, yang ditinggalkan Karen. 'Aku harus pergi dulu karena ada urusan mendadak. Simpanlah uangnya. Jangan terlalu berhemat, belilah makanan dan minuman yang cukup!' Melihat kehangatan yang terungkap dalam kata-kata Karen, Briella merasa jauh lebih baik. Dia bangun dengan mengantuk dan berencana untuk membersihkan ruang tamu yang berantakan. Namun, ketika dia mengangkat ponselnya untuk melihat waktu, dia menemukan pesan teks yang dia terima dua jam yang lalu. Melihat nomor yang tidak dikenal dan pesan yang tidak negitu jelas, Briella mengerutkan kening. Dia beranggapan bahwa pesan itu sebagai pesan spam, jadi dia meletakkan ponselnya dan membersihkan ruang tamu. Ketika Briella hampir selesai membersihkan dan kembali ke sofa untuk duduk, matanya kembali tertuju pada ponsel. Memikirkan pesan teks yang tidak bisa dijelaskan tadi membuatnya merasa tidak nyaman, jadi dia menghubungi nomor aneh itu. Setelah beberapa kali bip berturut-turut, tepat ketika dia akan menutup telepon, suara rendah dan serak keluar dari ponselnya, “Halo?” Briella terkejut, dan kemudian bereaksi. "Justin Carlton?" Pria di ujung telepon itu terdiam selama beberapa detik sebelum dia berkata, "Hmm." "Kau ... um, pesan yang kau kirimkan tadi adalah ...?" Briella tidak bisa mengerti. "JJ sedang menunggumu untuk menjemputnya di taman kanak-kanak, dan dia menolak untuk pulang." Suara Justin terdengar tenang, tanpa ada rasa marah sama sekali. Briella tiba-tiba berdiri setelah beberapa detik. "Ah! Aduh ... kau, apa kau masih di sana sekarang?" "Ya." "Aku akan ke sana!" Briella tidak bisa mengurus yang lain lagi, dan langsung menutup telepon. .... Sore ini saat dia minum-minum dengan Karen, dia sama sekali tidak ingat tentang perjanjiannya dengan JJ. Dalam perjalanannya dengan taksi, Briella menyalahkan dirinya sendiri dalam hati. Dia melirik waktu yang mendekati jam enam sore, dan hampir tiga jam telah berlalu sejak JJ selesai dari sekolah. Briella merasa bersalah karena telah melanggar kata-katanya. Ia menyesali hanya peduli melampiaskan emosinya, dan tidak menepati janjinya pada JJ. "Tuan, bisakah lebih cepat? Aku sedang terburu-buru!” Briella mendesak supir taksi itu. Supir taksi meliriknya dengan kesal dari kaca spion mobil. “Bagian jalan ini macet karena ini adalah jam sibuk malam hari. Bagaimana kau bisa memintaku untuk lebih cepat?" Melihat rangkaian mobil di depan, itu tampak sangat jauh. Briella kembali melihat arlojinya dan memperkirakan ada empat atau lima kilometer tersisa. "Kalau begitu, aku akan turun disini!" Setelah itu, dia membayar ongkos taksi, membuka pintu dan pergi. "Hei! Kembalian--" Sebelum kata-kata pengemudi itu terdengar, Briella sudah bergegas ke trotoar di sampingnya seperti embusan angin, dan menghilang dalam sekejap. Briella berlari jauh. Sekitar setengah jam kemudian, dia tiba di 280 South Street. Lampu kuning hangat di jalanan telah menyala. Bersinar terang di depan "Star Kindergarten" yang terukir dengan huruf besar di atas batu. Briella bergegas mengatur napas dan melangkah masuk. Namun, dia dihentikan di gerbang keamanan. Saat Briella hendak menjelaskan situasinya, terdengar suara tajam JJ datang dari kejauhan. "Lala!" Penjaga keamanan dan Briella menatapnya pada saat yang bersamaan. Briella melihat JJ mengenakan setelan jas kecil, duduk di tepi air mancur di halaman depan, dan memegang tas sekolah kulit kecil di tangannya. JJ menatapnya dengan cerah, dan sudut bibirnya terangkat karena kehadiran Briella. Di sampingnya, berdiri dua pengawal pria berpakaian hitam dengan wajah tanpa ekspresi. "Anda dan JJ ...?" Penjaga keamanan itu ragu-ragu dan melirik Briella lagi. Ini adalah pertama kalinya dia melihat seorang wanita datang menjemput Jerome dari sekolah. Briella tidak menjawabnya, dan berlari menuju JJ. Ia kemudian berjongkok untuk memeluknya. "Maaf, aku terlambat ...." Dia memeluknya dengan erat, meletakkan dagunya di atas kepala kecilnya, dan dengan tulus meminta maaf padanya. “Aku tahu kau akan datang menjemputku, hehe ...." JJ tidak menyalahkannya, tapi dia senang karena Briella menepati janjinya. Nada suaranya membuat Briella merasa lebih bersalah. Untuk pertama kalinya Briella merasa dia dibutuhkan dan dipercaya, tapi sayangnya dia tidak melakukannya dengan baik. Emosi tersisa tentang hidupnya yang berantakan akhirnya meleleh menjadi kabut hangat yang menutupi matanya. JJ menyadari bahwa perilaku Briella agak tidak benar. Dia menarik tubuh kecilnya keluar dari pelukan Briella, lalu dia mendongak dan melihat wajah Briella yang berlinangan air mata. "Wow, Lala, matamu sangat indah, bersinar dan berkelap-kelip, seperti bintang di langit.” JJ berbicara sambil mengulurkan tangan untuk menyeka air matanya. Saat tangan mungil itu menutupi matanya, air mata Briella semakin jatuh tak terkendali. Kepolosan dan kebaikan JJ seperti obat yang sangat manjur, yang perlahan menyembuhkan luka di hatinya. Langit sudah gelap, dan lampu jalan menerangi mereka berdua. Sebuah kendaraan off-road berwarna hitam diparkir di pinggir jalan di luar sekolah, dan jendela mobil yang awalnya terbuka perlahan terangkat saat menyaksikan adegan menyentuh tersebut. Di dalam mobil, Justin duduk di samping jendela. Sorotan matanya begitu dalam yang membuat orang tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan. "Wow! Kedua orang itu seperti ibu dan anak! Aku hampir menangis karena terharu!" Jacob yang ada bersamanya langsung mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya dengan penuh semangat. Justin meliriknya dengan acuh tak acuh, dan bertanya dengan tenang, "Bagaimana kau tahu bahwa mereka bukan ibu dan anak?" "Hah?" Jacob tidak bisa bereaksi begitu mendengar kata-kata Justin. Asisten Dean yang ada di kursi penumpang menundukkan kepalanya, dan mendorong kacamata di pangkal hidungnya. Mata di belakang lensa itu terlihat penuh dengan makna. "Hei, Kak! Apa maksudmu? Kau tidak mungkin suka pada Briella, kan? Shit! Dia adalah model liar kecil dengan banyak berita negatif. Kudengar pacarnya bahkan tidak bisa dihitung dengan jari tangan." Jacob begitu terperanjat dan terus berceloteh sebelum sempat Justin menanggapi ucapannya, "Eh ... tidak benar. Bukannya kau tidak tertarik pada wanita? Aku tahu! Kakak pasti melakukan ini karena JJ, kan? Apakah Kakak ingin mengorbankan diri sendiri demi kebahagiaan JJ? Aih ... betapa besarnya cinta seorang ayah." Sebelum dia selesai berbicara, Justin sudah menatapnya dengan dingin. Mendapat tatapan yang begitu mematikan, Jacob segera menutup mulutnya, dan membuat tanda zip di bibirnya. "Ayo pergi!" Justin memerintahkan sopirnya. Sebelum berangkat, dia melihat ke taman kanak-kanak sekali lagi. Kedekatan Briella dan JJ membuat alisnya sedikit terangkat. ***

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.