Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8 Mungkin, Sebentar Lagi

Sally tercengang mendengar kata-katanya. Maksudnya apa ingin berbagi setengah tempat tidur dengannya? Sally menyangka orang ini benar-benar tidak tahu sopan santun. Apakah dia benar-benar Farrel? Desas-desus mengatakan bahwa pria ini dihormati dan suka menyendiri, tetapi hanya yang pertama saja tampaknya yang benar. Sally meragukan yang kedua mengingat apa yang baru saja dikatakannya. Saat Sally dipenuhi dengan keraguan, Farrel baru menyadari bahwa dia mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan. Dia pura-pura batuk untuk menutupi kesalahan cepat-cepat, seraya memberi sinyal bahwa dia tidak enak hati dengan Sally. "Aku mungkin harus merepotkanmu soal ini – Xander belum mandi." Sally sadar dan menjawab, "Jangan khawatir." Tak lama dia memberikan jawabannya, dia menyadari topik ini harusnya dapat dengan mudah dia hindari. Dia hanya tidak bisa menahannya untuk menjawab demikian. Akan tetapi dia tidak kapok untuk mengangkat topik itu lagi. Dia pasrahkan saja kepada takdirnya seraya berbalik untuk mencari baju untuk Xander. Rumah Sally terlihat kecil tetapi apa yang dia butuhkan semuanya ada. Tidak terkecuali pakaian anak-anak yang memenuhi lemarinya. Selama lima tahun terakhir, dia telah menyiapkan pakaian untuk anak kecil yang dia lahirkan. Bahkan meskipun dia tahu bahwa dia tidak akan pernah melihat anak itu seumur hidupnya, dia tetap akan menyiapkan beberapa set pakaian anak-anak setiap musim di setiap tahunnya. Lucunya, Xander dan anak itu memiliki usia yang sama. Dia bahkan tidak perlu memikirkannya sebelum mengambil piyama yang bergambar sapi dari rak paling atas lemari. Piyama ini terlihat sangat menggemaskan! Namun, dia tidak memiliki sesuatu yang cocok untuk Farrel. Laki-laki itu pun tampaknya tidak keberatan. Dua puluh menit kemudian, Sally membawa Xander yang lucu dan harum keluar dari kamar mandi. Dia mengenakan piyama bergambar sapi, yang ternyata sangat cocok untuknya. Seolah-olah piyama itu telah disiapkan hanya untuknya. Farrel termangu dan penasaran bagaimana bisa Sally berperilaku manis kepada Xander. Namun, dia menarik diri untuk menanyakan itu. Sally juga tidak mencoba menjelaskan apa pun. Tak disangka mereka telah saling kenal kurang dari sehari. Meskipun dekat, Sally juga tidak mau berbicara panjang lebar tentang masa lalunya. Sally kemudian membawa Xander ke kamarnya lalu menemukan selimut bersih untuk Farrel. "Kau mungkin merasa tidak nyaman tidur di sofa yang sempit." "Tidak apa-apa. Terima kasih untuk malam ini." Ketika Farrel mengambil selimut dari tangannya, jarinya tidak sengaja menyentuh punggung tangan Sally. Sentuhan itu mengejutkan Sally dan gelisah menyelimuti wajahnya. Dengan pipi memerah, dia buru-buru menarik tangannya. Farrel masih memikirkan sensasi lembut dan halus kulitnya. Tanpa disadari, pupil matanya membesar mensinyalir ketertarikan dan membuatnya linglung. Entah karena apa, tiba-tiba rasa kewaspadaannya terhadap Sally memudar. Perasaan seperti inilah yang belum pernah dialaminya dalam hidupnya. Aneh, sekaligus luar biasa! Sally tidak tahu apa yang sedang ada dalam pikirannya. Dia kembali ke kamarnya untuk mengambil pakaian tidurnya dan mandi. Segalanya menjadi jauh lebih tidak nyaman dengan seorang pria di rumahnya. Untungnya, Sally adalah orang yang konservatif dan pakaian tidurnya selalu rapi dan pantas. Ketika dia melangkah keluar dari kamarnya, dia menemukan Farrel sudah terbaring di sofa. Matanya terpejam, nafasnya teratur. Dia tampak tertidur. Sally menghela nafas lega dan diam-diam mematikan lampu, siap untuk kembali ke kamarnya. Namun tiba-tiba dia dikejutkan sosok pria itu yang sekarang membuka matanya. Matanya yang hitam seperti gelapnya malam, tertuju pada sosoknya - tubuh kurus yang dibalut gaun tidur yang sama sekali tidak membuatnya berimajinasi dengan corak kartun layaknya anak kecil, bahkan remaja kecil. Namun, entah bagaimana, dia merasakan aliran darah yang deras di dalam dirinya. Hatinya berdebar kencang. Tepat ketika pintu kamar tidur tertutup barulah Farrel merasa dirinya tenang. Matanya mensinyalir ketidakpercayaan. Dia merasakan sesuatu pada seorang wanita yang dia kenal kurang dari sehari! ... Pada saat Sally bangun keesokan harinya, Farrel sudah pergi. Hanya secarik kertas yang tersisa di mejanya Aku harus pergi untuk urusan yang mendesak. Aku menyerahkan Xander padamu. Aku akan menjemputnya malam ini. Kehilangan waktu kerjamu hari ini akan diganti. Dia benar-benar tidak bisa berkata-kata setelah membaca catatan itu. Ayah macam apa yang begitu tenang meninggalkan anaknya di rumah wanita yang "tidak dikenal"? Apa tidak pernah terbesit di hatinya kalau bisa saja Sally memiliki motif tersembunyi? Setelah berpikiran yang bukan-bukan di benaknya, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon manajernya untuk meminta hari libur. Awalnya dia pikir itu akan berhasil, karena dia tahu keadaan di kantor sedang hektik hektiknya. Namun ternyata manajer itu setuju tanpa sepatah kata pun. "Aku tahu. Jahn Group telah memberitahu kami bahwa kau sedang mendiskusikan detail perayaan ulang tahun anaknya dengan mereka. Sally, baik proyek ini membuahkan hasil atau tidak, itu terserah kau sekarang. Namun ini kesempatan emas, karena itu kau harus sungguh-sungguh terhadap proyek ini. Akan ada 100.000 yuan jika kau berhasil melakukan proyek ini.” Sally tercengang. ‘100.000 yuan?’ Itu cukup untuk membayar beberapa bulan tagihan rumah sakit ibunya. Dia tidak pernah berpikir bahwa dia akan mendapatkan keuntungan yang begitu besar berkat Xander! Sementara itu, di kantor presiden Jahn Group ... George sedang memberi Farrel urutan agendanya hari ini. "Tuan, kau ada pertemuan dengan Perusahaan C-suite pada jam 9 pagi, pertemuan dengan pemegang saham pada jam 10 pagi, dan panggilan telekonferensi dengan anak perusahaan kita di luar negeri pada jam 11 siang. Sore harinya, kau ada pertemuan dengan Presiden Gin dari Bank Asia-Pasifik pada jam 2 siang, dan sesi golf dengan Presiden Chang dari Grup Huanqiu. Malamnya, Tuan Besar Song meminta kehadiranmu di perayaan ulang tahunnya pada jam 7 malam." Farrel membiarkan urutan jadwalnya itu. "Aku akan menghadiri pertemuan di pagi hari, tapi untuk sisanya, aku akan meminta Felix menggantikanku” George baru saja menerima arahannya namun sebuah pekikan terkejut hendak terdengar dari luar. "Kenapa aku mendengar rentetan pekerjaan menyerangku begitu aku sampai di sini? Saudaraku, ini kelewatan! Aku ini baru saja kembali dari perjalanan bisnis. Bahkan mengatur nafas saja, belum." Pria yang baru saja tiba adalah Tuan Muda Kedua dari keluarga Jahn, Felix. Dia juga Wakil Presiden Jahn Group. Meskipun dia agak kurang ajar dan sulit untuk diandalkan, dia tidak kekurangan dalam hal apapun dibandingkan dengan kakaknya. Wajahnya yang tampan, pribadi yang santun, tidak temperamental, serta kemunculannya di media sebagai perwakilan dari Jahn Group yang sering, membuat banyak wanita jatuh hati padanya. Dia sama sekali tidak kalah populer dari Farrel. Kakinya baru saja melewati pintu kantor ketika dia berhenti berjalan. Dia tampak seperti siap melarikan diri kapan saja. Farrel menatapnya dengan cuek, tatapannya datar. Nada suaranya begitu berwibawa sehingga tidak ada ruang untuk perbedaan pendapat. "Masuk!" Dengan rintihan dan gerutunya, Felix sangat terpaksa untuk masuk ke dalam kantor. George menatapnya dengan simpatik. "Tuan Muda Kedua," sapa George. Felix melambaikan tangan sebagai jawaban. Dia kemudian menyerahkan dokumen yang dia pegang kepada kakaknya. Dia di sini hanya untuk mengantarkan dokumen. Tidak ada yang tahu kalau dia akan mendapati musibah dari sang Abang. Dia tidak bisa menahan diri untuk mencoba menyelamatkan dirinya sendiri. "Kakakku, aku sudah ada janji malam ini. Kurasa aku tidak bisa menghadiri rapat-rapatmu itu." Farrel berkata dengan dingin, "Wanita-wanita itu tidak akan meninggalkanmu sekalipun kau meninggalkan mereka selama sehari." "Kata siapa? Aku bekerja keras untuk mendapatkan tanggal kali ini!" Felix membenarkan. Farrel mendengus menghina. "Aku lebih suka tidak memiliki wanita yang hanya minum-minum dan main-main sepanjang hari. Lebih baik kau menikah saja. Kurasa ayah dan ibu akan sangat senang." Kata-katanya meneror Felix ketakutan sehingga dia mundur beberapa langkah. "Kakakku, tidak bisakah kita bahas topik lain saja? Aku ini bujangan seumur hidup. Aku tidak ingin menyerahkan hidupku hanya untuk seorang wanita. Lihatlah ayah kita! Dia sudah seperti pria yang takut akan istri! Setiap kali kulihat mereka, aku malah melihat hidup yang sangat gelap dan sengsara." "Kau sudah tidak muda lagi. Ibu menunjukkanku foto-foto wanita muda dari keluarga terpandang beberapa hari yang lalu. Menurutku mereka semua adalah kandidat yang layak buatmu. Harusnya dia mengatur kencan buta untukmu dengan salah satu dari mereka." Farrel menatapnya tanpa emosi namun nada suaranya seperti sebuah ancaman kecil. Terlihat menyedihkan, Felix berkata dengan marah, "Kau tahu, ‘kan, berapa umurku? Aku ini baru 27 tahun! Dua tahun lebih muda darimu! Kenapa aku harus khawatir ketika kau bahkan belum menikah?!" Farrel sontak terdiam. Barulah beberapa saat kemudian dia menjawab, "Mungkin… sebentar lagi."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.