Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6 Aku Ingin Tinggal Bersama Bibi

Farrel tertegun menatapnya. Meskipun awalnya dia ragu tapi akhirnya dia mengangguk mempersilahkannya. Sally melangkah kecil dan mengetuk pintu. Pelan, dia berkata kepada anak kecil itu "Sayang, makan malamnya sudah siap. Kalau tidak segera dimakan, nanti dingin. Kau mau keluar?" Suara gemerisik datang dari dalam kamar, namun pintunya tetap tertutup. Sally terus berusaha. "Begini, perutku sangat lapar setelah bekerja seharian. Kau mau ‘kan temani aku? Karena kalau tidak, aku bisa saja kena maag dan mungkin harus minum obat dan pergi ke dokter. Kau tau ‘kan rasanya sangat tidak nyaman kalau sakit” Keheningan menyelimuti seluruh apartemen. Beberapa saat kemudian, pintu akhirnya terbuka dan menampakkan kepala kecil. Farrel tercengang. Anak ini biasanya akan merajuk selama lebih dari seminggu sebelum akhirnya amarahnya padam. Dia tidak mau mengalah bahkan ketika seluruh keluarga turun tangan untuk menenangkannya. Dia tidak pernah menyangka bahwa wanita bernama Sally ini akan bisa membuatnya berkompromi hanya dengan beberapa kata. Farrel mulai tertarik seraya melirik wanita mungil di sampingnya. Sally tidak menyadarinya. Dia dengan senang hati membawa Xander keluar ruangan dan berkata, "Kau anak yang pintar, Xander. Mari kita makan malam bersama." Xander mengangguk. Dia bahkan tetap tidak melirik ayahnya. Dia kembali ke kursinya dan bersiap untuk makan. Melihat Farrel masih berdiri di tempat dan sepertinya belum akan mengeluarkan sepatah dua patah kata pun, Sally dengan polos bertanya, "Tuan Jahn, apa kau sudah makan malam? Kenapa kau tidak bergabung dengan kami?" Sally hanya mencoba bersikap sopan. Dia tidak pernah berpikir bahwa pria itu akan menjawab, "Oke. Tapi aku akan merepotkanmu nanti." Sally tercengang. Dia tidak menyangka kalau pria ini tidak ragu untuk bersikap tidak sopan. Untungnya, dia menyiapkan lebih banyak hidangan dan nasi hari ini. Dia bergegas untuk mengambil mangkuk dan sumpit lagi. "Jika kau tidak terbiasa, kita bisa pergi ke restoran." Farrel dengan tenang mengambil sepotong daging babi dan mulai mengunyahnya. "Ini enak." Sally menghela nafas lega meskipun makan malam berlanjut dengan suasana yang agak canggung, apalagi dengan adanya seorang pria yang duduk di seberangnya. Bagaimanapun, itu adalah pertemuan pertama mereka. Benar-benar situasi yang canggung! Untung saja ada Xander yang menemani. Sesekali, Sally mengupas udang untuknya, memberinya makan nasi, dan menyeka mulutnya hingga bersih. Semua perhatiannya tiba-tiba jadi tertuju padanya. Setelah mereka selesai makan malam, Sally membersihkan meja dan kemudian membuat teh untuk pasangan ayah-anak sebagai penutup makan malam. Karena mereka telah menghabiskan tehnya, Sally berpikir sudah waktunya mereka pergi. Farrel bisa menebak, jadi dia memanfaatkan waktunya untuk berkata lebih dulu, "Terima kasih untuk makan malam, Nona Sally. Sudah larut, izinkan aku membawa Xander pulang." Sally diam-diam lega. Dia pikir mereka berencana untuk bermalam di sini! Dia segera menjawab, "Tidak masalah sama sekali, ini hanya makan malam saja." Percakapan mereka, bagaimanapun, malah membuat panik Xander. Dia segera memeluk pergelangan paha Sally dan menatap ayahnya dengan tatapan hati-hati. "Aku tidak akan pulang. Aku ingin tinggal dengan Bibi." Farrel mengerutkan kening. "Sudahlah, Xander. Kau sudah mengganggunya sepanjang hari." "Aku suka Bibi. Aku ingin tidur dengan Bibi," kata Xander keras kepala, yang makin mengencangkan genggamannya. Sally kembali tercengang. Dia merasa bahwa Xander sangat menyukainya seakan-akan dari awal permulaan mereka bertemu, tetapi dia tidak pernah membayangkan sampai sejauh ini hingga dia meminta tidur dengannya. Menyadari ekspresi Farrel yang kurang mengenakkan, dia segera mencoba membujuk anak itu. "Xander, sudah waktunya kau kembali. Jika tidak, kakek dan nenek akan sangat mengkhawatirkanmu." "Tidak. Aku akan tidur dengan kau, Bibi." Xander mengangkat kepalanya untuk menunjukkan matanya yang meminta belas kasihan layaknya sepasang mata kelinci. Air mata nya pun mulai jatuh membasahi pipinya. Melihat ini, hati Sally bergetar. Bagaimana mungkin dia bisa menolak permintaan anak ini dengan pandangan yang memelas? Dia masih tertegun dan tanpa disadarinya, dia berbalik untuk melihat reaksi Farrel. Dia bertanya-tanya apakah Farrel akan mengiranya mengambil kesempatan jika dia membiarkan anak itu tinggal. Farrel tidak pernah berpikir bahwa Xander akan begitu dekat dengan seorang wanita yang baru saja ditemuinya. Meski begitu, dia dengan tegas berkata, "Pulanglah denganku!" Dia tidak akan pernah membiarkan Xander tinggal dengan seorang wanita yang dia kenal kurang dari sehari sendirian. Sally dapat memahami kekhawatiran Farrel. Dia tidak punya pilihan selain meyakinkan Xander. "Xander, kau bisa datang kesini kapan-kapan kalau kau mau. Tapi masalahnya tidak ada tempat bagimu untuk tidur di sini. Hmm.. bagaimana kalau kau pulang saja dulu dengan ayahmu hari ini?” Xander menggelengkan kepalanya sekuat tenaga. Farrel tidak sesabar Sally. Dia mengambil langkah besar dan buru-buru membawa Xander. "Marahmu itu harus ada batasnya, kau tahu itu? Jangan berpikir kau bisa melakukan apapun yang kau suka karena aku menyayangimu." Setelah dimarahi sang ayah, emosi Xander malah makin menjadi. Dia menatap kesal Farrel seakan tidak mau berkompromi. Meskipun demikian, Farrel mengabaikannya. Dia menoleh untuk berbicara dengan Sally. "Maaf sudah mengganggumu malam ini, Nona Sally."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.