Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 12

Di sisi lain. Sepulangnya ke rumah Keluarga Gunawan, Silvia dan Sinthia melihat bahwa Petrus bertelepon sambil turun dari lantai atas. Ekspresi Petrus tampak sangat cemas. "Pak Thomas, bukannya kita sudah sepakat? Negosiasi kita tentang persyaratannya juga sudah hampir selesai. Kenapa Grup Kusnamon tiba-tiba bilang tidak jadi kerja sama?" Ucapan itu membuat Silvia dan Sinthia tersentak kaget. Mereka saling bertatapan dan melihat rasa kecut di mata satu sama lain. Ketika Sinthia ingin maju dan berbicara, Petrus mengangkat tangan dengan ekspresi serius agar Sinthia jangan mengganggunya. Kemudian, Petrus menahan emosi saat berbicara di telepon, bahkan dengan nada menjilat, "Apa karena persyaratan yang Grup Gunawan ajukan terlalu tinggi? Itu semua bisa dibicarakan. Persentase laba yang sudah disepakati sebelumnya juga bisa kami turunkan. Aku dengan sangat tulus ingin bekerja sama dengan Grup Kusnamon." Otot wajah Petrus berkedut-kedut setelah mendengar jawaban di telepon. Detik berikutnya, Petrus duduk di kursi dekat pintu, seperti telah kehilangan seluruh tenaga. Silvia dan Sinthia buru-buru maju. "Petrus, ada apa?" Petrus mencengkeram kepalanya dengan jengkel. "Ada apa? Mana aku tahu ada apa? Grup Kusnamon tiba-tiba telepon dan batalkan kerja sama. Sebelumnya baik-baik saja kok!" Kemudian, Petrus menoleh pada Silvia. "Bukannya kamu bawa Sinthia ketemu Nyonya Ketiga Keluarga Kusnadi? Apa kalian membuat masalah di rumah Keluarga Kusnadi?" Jantung Silvia berdebar-debar karena pertanyaan Petrus. Jelas bahwa Grup Kusnamon tidak mengungkapkan apa yang terjadi di rumah Keluarga Kusnadi. Ketika Silvia membuka mulut dan ingin menjelaskan, Silvia ditahan oleh Sinthia yang berada di sampingnya. "Tidak ada apa-apa, Ayah. Kami bahkan tidak ketemu Nyonya Helen." Silvia secara refleks menoleh pada Sinthia. Sinthia mencubit lengan Silvia agar Silvia jangan berbicara. Petrus tidak mencurigai apa-apa. Lalu, Petrus dengan jengkel menjambak kepalanya yang cukup tipis dan bergumam sendiri. "Apa alasannya? Grup Kusnamon adalah mitra kerja sama yang sangat bagus .... Kalau bisa menjalin hubungan dengan Grup Kusnamon, keluarga kita bisa lebih sukses lagi! Tidak bisa, aku tidak bisa menyerah begitu saja." Sambil berbicara, Petrus buru-buru berjalan keluar tanpa menghiraukan Silvia dan Sinthia yang berada di belakangnya. Baru setelah Petrus pergi, Silvia menoleh pada Sinthia. "Sinthia, kenapa kamu tahan Ibu tadi? Keluarga Kusnadi sudah batalkan kerja sama, mungkin karena anak sialan itu ...." "Ibu!" tukas Sinthia. Lalu, Sinthia berujar, "Aku sudah pikirkan baik-baik dalam perjalanan pulang. Bapak itu juga tidak bilang Cindy adalah putrinya. Mungkin saja kita salah dengar." Sinthia tidak mau memercayai Cindy yang telah diusir dari rumah Keluarga Gunawan malah menjadi putri dari Keluarga Kusnadi yang elite. Sinthia tidak bisa menerima bahwa status Cindy lebih tinggi darinya. "Mana mungkin kita salah dengar? Kalau Cindy bukan anak Pak Adrian, kenapa Pak Adrian tiba-tiba batalkan kerja sama dengan keluarga kita? Kenapa pengurus itu bilang begitu?" Silvia yakin Cindy adalah putri Keluarga Kusnadi yang baru ditemukan. Jika tidak, tidak mungkin bisa begitu kebetulan. Jika benar seperti itu, dia harus segera memberi tahu Petrus. Keluarga Kusnadi begitu kaya. Dia telah membesarkan anak mereka, sudah sepantasnya mereka memberikan banyak harta sebagai bentuk terima kasih. Bagaimana bisa mereka membatalkan kerja sama? Bukankah Cindy adalah anak durhaka? "Pokoknya, aku tidak percaya. Coba Ibu pikirkan. Kalau Cindy adalah putri Keluarga Kusnadi yang telah hilang selama bertahun-tahun, kenapa Keluarga Kusnadi tidak kirim orang untuk jemput dia?" "Orang yang telepon ayah sebelumnya juga bilang mereka tinggal di pedalaman yang sinyalnya kurang bagus. Buat apa Keluarga Kusnadi bohongi kita?" Sinthia berusaha meyakinkan Silvia dan diri sendiri. "Pak Adrian tiba-tiba marah hari ini, mungkin hanya karena kita membuat onar di rumah Keluarga Kusnadi. Sedangkan batalkan kerja sama, harusnya itu kebetulan. Mana bisa main-main soal bisnis? Pasti tidak ada hubungan dengan perbuatan kita di rumah Keluarga Kusnadi hari ini." Pikiran Silvia menjadi goyah. "Benaran begitu?" "Pasti," sahut Sinthia dengan yakin. Lalu, Sinthia mengeluarkan ponselnya. "Tadi di grup juga sedang bahas tentang Nona Sulung Keluarga Kusnadi. Katanya Keluarga Kusnadi akan adakan pesta lusa besok untuk perkenalkan Nona Sulung Keluarga Kusnadi secara resmi. Kalau kita bisa dapatkan undangan pesta itu, kita bisa lihat langsung." Seketika, timbul sedikit keraguan di ekspresi Silvia. Bagaimanapun, Grup Kusnamon baru saja membatalkan kerja sama antar dua keluarga. Tidak mudah untuk mendapatkan undangan. Sinthia buru-buru berkata, "Paling bagus kalau Cindy bukan putri Keluarga Kusnadi yang baru ditemukan itu. Kita bisa cari kesempatan untuk jelaskan kesalahpahaman hari ini dengan Pak Adrian. Ayah mungkin bisa mendapatkan kembali proyek kerja sama mereka. Pak Adrian harusnya tidak bisa tolak di acara itu." Kemudian, Sinthia menekan kejengkelan di hati dan mengungkapkan kemungkinan lain. "Kalau Cindy benaran adalah putri Keluarga Kusnadi, keluarga kita sudah membesarkannya. Cindy tidak bisa tidak mengakui kita setelah menemukan orang tua kandungnya, 'kan?" Silvia tercerahkan oleh omongan Sinthia. Mata Silvia berbinar. Ya, mengapa dia tidak memikirkan hal itu? Tidak peduli Cindy adalah putri Keluarga Kusnadi atau bukan, itu bersifat menguntungkan bagi mereka! "Sinthia, kamu benar. Kalau Cindy si anak sialan itu benaran adalah putri Keluarga Kusnadi, Pak Adrian tidak akan bisa usir kita di depan orang banyak nanti. Entah itu proyek kerja sama atau yang lain, Keluarga Kusnadi harus memberikan sesuatu sebagai bentuk terima kasih karena kita telah membesarkan anak mereka." Makin dipikir, makin Silvia yakin. Silvia langsung bertepuk tangan. "Ibu akan cari cara untuk dapatkan undangan, bawa ayahmu nanti. Kamu juga, pergi beli gaun yang cantik. Kamu harus dandan dengan cantik lusa besok." Tamu undangan dari pesta yang diadakan oleh Keluarga Kusnadi pasti adalah anak dari kalangan atas dan keluarga elite di Kota Horia. Sinthia yang tampil pertama kali di lingkaran sosial seperti itu harus membuat semua orang terpesona. Seketika, Sinthia mendekatkan tubuhnya pada Silvia dengan malu-malu. Akan tetapi, dalam hati, Sinthia menyetujui pemikiran Silvia. ... Cindy tidak tahu-menahu tentang rencana Keluarga Gunawan. Usai makan malam, Cindy yang dituntun oleh bibi kedua, Linda Jimina, akhirnya melihat kamar barunya. Itu adalah kamar suite di sisi ujung lantai tiga. Kamar itu sangat luas, terdiri dari kamar luar dan kamar dalam. Seluruh kamar didekorasi dengan gaya putri kerajaan fantasi yang disukai anak-anak. Ada banyak mainan dan hadiah di sekeliling kamar luar. Bahkan ada kereta dorong bayi dan yang lain. "Ini kamar bayimu. Selama bertahun-tahun ini, Kak Adrian selalu suruh orang pertahankan. Tapi Bibi rasa dekorasinya terlalu kekanak-kanakan, jadi Bibi pikir atur kamar yang lain dulu untukmu, biar kamar ini didekorasi ulang. Tidak sangka malah bikin kamu tidak senang. Jangan salahkan Bibi, ya." Sambil berkata, Linda memeluk tangan Cindy dengan akrab. Cindy menarik tangannya dari pelukan Linda. "Tidak akan." Senyuman di wajah Linda membeku karena sikap Cindy yang dingin. Lalu, Linda mengatakan beberapa hal lagi sebelum pergi. Ketika pintu ditutup, senyuman ramah Linda langsung hilang. Tebersit kesuraman dalam tatapannya saat menoleh ke pintu kamar Cindy.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.