Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

"Kami menyampaikan pemberitahuan darurat. Pada pukul 10.23 pagi, penerbangan NA620 dari Maskapai Penerbangan Nawista kehilangan kontak di atas Samudra Paskal saat menjalankan tugas penerbangan ...." Air dari segala arah menerjang masuk. Dada Selina terasa seperti akan meledak. Sensasi sesak yang membuatnya tak bisa bernapas memaksanya untuk menggerakkan tangan dan kakinya dengan panik. Tiba-tiba, dia merasakan ada gaya apung yang mendorongnya ke atas. Entah setelah berapa lama, suara ombak di telinganya menghilang, sementara dia langsung membuka matanya. Kenapa dia duduk di dalam bak mandi? Selina mengingat dirinya sedang berada di dalam pesawat menuju Negara Avasta. Saat pramugari membagikan makanan, pesawat mulai berguncang hebat. Kemudian, seseorang berteriak, mengatakan bahwa sayap pesawat mengeluarkan asap hitam. Pesawat terjatuh ke laut. Orang-orang dengan panik memakai jaket pelampung, tapi gerakan mereka tidak secepat air yang mengalir masuk ke kabin. Permukaan air di dalam kabin makin tinggi. Pada saat itu, Selina merasa bingung. Apakah ini mimpi atau kenyataan? Rasa gatal di tenggorokannya membuat Selina terbatuk. Di saat bersamaan, terdengar langkah kaki dari luar, lalu pintu pun terbuka. Ketika melihat wajah yang familiar, mata Selina langsung basah. Dia mengulurkan tangan meminta pelukan dengan manja, sambil mengerucutkan bibir penuh rasa kesal. Selina berujar, "Kenzo!" Bulu mata panjangnya masih basah dengan tetesan air. Selina yang belum tahu apakah ini mimpi atau kenyataan, merasakan ketakutan yang tak bisa dijelaskan. Kenzo Raharjo adalah suami Selina. Keduanya sudah jatuh cinta sejak SMA, lalu melanjutkan hubungan hingga menikah setelah menyelesaikan kuliah. Jika harus menyebutkan siapa yang paling memanjakan Selina di dunia ini, Kenzo pasti berada di urutan pertama tanpa pesaing. Selina mengira Kenzo akan bersikap seperti dulu. Dia akan memeluknya, mencium pipinya, lalu berkata bahwa semua itu hanya mimpi. Pria itu akan berkata agar Selina tidak perlu takut, karena dia ada di sampingnya. Namun, pada detik berikutnya, dia dicekik dengan kuat. Saat itu Selina baru menyadari ada sesuatu yang salah. Pria di depannya mirip dengan Kenzo, tetapi juga tidak seperti Kenzo. "Siapa yang mengirimmu? Berani-beraninya menyamar seperti ini. Kamu punya nyali besar!" bentak Kenzo. Tatapan dingin pria itu jatuh pada wajah Selina, seakan dia sedang merindukan sesuatu. Namun, emosi itu hanya berlangsung sekejap, langsung digantikan oleh kilatan kebengisan yang gelap. Aura membunuh yang begitu kuat membuat pupil Selina menyempit. Selina tidak ragu sedikit pun bahwa pria di depannya benar-benar ingin membunuhnya saat ini. "Ada dua pilihan. Ganti wajahmu sendiri, atau aku yang akan menghancurkannya untukmu," ujar Kenzo. Nada bicaranya terdengar ringan, tetapi tekanan tak terbantahkan dalam suaranya menegaskan bahwa dia tidak main-main. Setelah mengatakan ini, pria itu berdiri tegak, mengambil tisu dari samping, lalu menyeka tangannya dengan kasar. Sikapnya seolah dia baru saja menyentuh sesuatu yang kotor. Rambut Selina masih meneteskan air. Dia menggigil, baik karena kedinginan mau pun karena ketakutan. Kenzo dalam ingatannya selalu tersenyum lembut, memanjakannya tanpa henti. Karena Selina pernah mengatakan bahwa dia suka dengan penampilan Kenzo yang tampak bersih dan segar, serta penuh semangat anak muda, Kenzo pun mempertahankan gaya itu bahkan setelah menjadi Ayah dan pemimpin perusahaan besar. Dia tidak seperti bos-bos lainnya yang menggunakan minyak rambut, menata rambutnya dengan gaya yang lebih dewasa. Selina bahkan pernah mengejek Kenzo, mengatakan bahwa dia tidak cocok dengan penampilan yang terlalu dewasa. Kenzo hanya tersenyum simpul, tidak mengatakan apa-apa, tetap dengan penampilannya yang selalu segar. Dia seakan memancarkan aroma sinar matahari. Namun, pria di depannya ini berbeda. Rambutnya disisir ke samping dengan gaya yang rapi, mengenakan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dengan dua kancing terbuka. Mata yang dulu jernih kini menjadi gelap dan dingin, memancarkan aura dingin yang mengintimidasi. Kenzo yang ada dalam ingatannya seperti kucing manja yang selalu menggemaskan, berjemur malas-malasan sambil meregangkan tubuh. Pria di depannya lebih seperti macan kumbang yang bersembunyi di kegelapan, siap menerkam mangsanya kapan saja. Tatapan Selina jatuh pada tulang selangka pria itu. Di sana ada bekas luka kecil yang hampir tidak terlihat. Ini adalah bekas dari kaca jendela yang pecah ketika dia menyelamatkan Selina dulu. Bibir Selina bergetar ketika melihat garis halus di sudut mata pria itu. Meski pria itu tampak lebih matang, tapi .... "Kenapa kamu jadi makin tua?" tanya Selina. Perubahannya sangat besar, tetapi Selina yakin pria di depannya adalah Kenzo. Mata pria itu, yang seperti mata elang, tampak menyipit sedikit. Wajah Kenzo makin muram serta penuh ekspresi merendahkan. Dia berkata, "Suaramu sangat mirip, tapi sayang, aku nggak pernah tertarik pada pengganti. Siapa pun yang mengirimmu, kalau nggak mau mati ...." "Kenzo, kamu nggak mengenaliku? Apa yang terjadi? Apa aku sedang bermimpi atau aku sudah menjelajahi waktu? Ini terlalu aneh!" Kata-kata tajam Kenzo disela sebelum sempat selesai. Selina yang marah memukul air, lalu bertanya dengan tegas, "Namamu Kenzo Raharjo, 'kan?" Kenzo tidak menjawab, hanya menatap Selina dengan wajah muram. Jika orang lain melihat ekspresinya saat ini, mereka pasti akan ketakutan setengah mati. Setiap kali Kenzo menunjukkan ekspresi ini, itu artinya dia akan membuat keributan besar. Tadi Selina merasa ketakutan, tetapi sekarang adrenalin mengalir deras dalam tubuhnya. Ditambah lagi wajah pria ini begitu familiar, membuat amarahnya mengalahkan rasa takut. "Dulu kamu tinggal di Jalan Manggar, Wilayah Enia, Kota Sandria, 'kan? Kamu sangat hebat dalam segala hal, kecuali kamu buta nada! Kamu alergi mangga, tapi tetap memakannya karena aku suka, 'kan? Kamu ...." Selina melontarkan sederet pertanyaan tanpa henti. Sambil meraba lehernya yang masih sakit akibat cekikan Kenzo, Selina berbicara sambil berlinang air mata. Dia merasa makin kesal dan sedih. Tadi dia sudah sangat takut, tetapi malah diperlakukan seperti ini. Makin Selina menangis, makin merasa malu dirinya. Dia mengangkat lengannya dengan gaya kekanak-kanakan untuk menghapus air matanya. Karena Kenzo sudah mencekiknya, perasaannya jadi makin terluka. Selina tidak menyadari bahwa wajah pria di depannya sudah menjadi makin pucat saat dia berbicara. Kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya gemetaran tanpa henti, sementara mata pria itu makin merah. Bahkan lebih parah dari saat dia sedang marah sebelumnya. "Siapa kamu?" Suara serak itu terdengar sedikit tercekat. Dua kata itu seolah diucapkan dengan seluruh tenaganya yang tersisa. "Selina! Aku Selina Baskoro! Siapa lagi kalau bukan?" jawab Selina. Selina keluar dari bak mandi, tetapi air matanya makin banyak mengalir, sehingga pandangannya menjadi kabur. Dia mengambil jubah mandi di samping, lalu mendorong pria yang berdiri di sana. "Minggir, dasar menyebalkan!" Menyebalkan adalah kata yang sering digunakan Selina untuk memarahi Kenzo ketika dia sedang marah. Kenzo yang didorong keluar terhuyung-huyung, bersandar pada dinding seperti orang yang baru saja diselamatkan dari tenggelam, tampak terengah-engah. Kemudian, seolah teringat sesuatu, Kenzo mengepalkan tangan yang menyokong tubuhnya, lalu dengan keras memukul dinding. Kening Kenzo yang berkerut tampak mengendur sedikit. Dia menatap jarinya yang penuh darah dengan tertegun. Rasanya sakit. Di dalam kamar mandi, Selina mengganti pakaian basahnya dengan jubah mandi. Setelah meluapkan emosinya, dia mulai merasa bingung dengan situasi saat ini. Dia yakin bahwa kecelakaan pesawat itu bukan mimpi. Pakaian yang dia kenakan juga adalah pakaian yang dia pakai saat naik pesawat. Namun, kenapa tiba-tiba dia ada di sini? Apa yang terjadi pada Kenzo? Ketika Selina berniat keluar untuk berbicara dengan Kenzo, pintu tiba-tiba terbuka dengan keras. Dia langsung dipeluk dengan erat. Pelukan yang familiar itu membuat saraf tegang Selina sedikit mereda. Dia bergumam, "Sebenarnya apa yang terjadi? Pesawat itu jatuh ke laut, tapi kenapa aku tiba-tiba ada di sini? Selain itu, sikapmu tadi ...." Kata-kata Selina terhenti. Dia merasa lehernya basah. Apakah Kenzo ... sedang menangis? "Selina, kamu sudah hilang selama 15 tahun. Aku sudah gila mencarimu, Selina," kata Kenzo. Merasakan pelukan yang makin erat di pinggangnya, Selina tertegun. Apa?
Bab Sebelumnya
1/100Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.