Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

"Apa katamu?" Wajah Surya seketika menjadi dingin. Pria ini tidak hanya menabraknya, tetapi juga bersikap kurang ajar. Pria itu mendengus dan berkata, "Dari departemen mana kamu, siapa namamu?" "Kamu yang berasal dari departemen apa?" balas Surya dengan dingin. Pria itu dengan arogan menjawab, "Aku Revan Saputra, wakil CEO Konsorsium Pelita. Apa kamu karyawan di sini?" "Bisa dibilang karyawan di sini," jawab Surya dengan tak acuh. Revan mendengus lagi. "Kamu dipecat. Sekarang cepat pergi." Surya marah dan tertawa. "Apa kalian memecat orang semudah ini?" "Kamu bisa apa? Kalau aku bilang kamu dipecat, ya kamu sudah dipecat," ucap Revan dengan kesal. Surya perlahan berkata, "Benar-benar pejabat yang hebat." "Aku adalah wakil CEO yang dikirim oleh kantor pusat luar negeri ke kantor pusat Provinsi Andaru. Aku juga bekerja sebagai direktur pengawasan. Bahkan Bu Linda berada di bawah pengawasanku, apalagi karyawan rendahan sepertimu," ucap Revan dengan kesal sambil memandang rendah Surya. Surya mengerutkan keningnya. Saat ini, Linda keluar dari kantornya dan melihat Revan. "Ada apa?" "Bu Linda, orang ini menabrakku dan nggak meminta maaf padaku. Sungguh karyawan yang nggak berkualitas, jadi aku memutuskan untuk memecatnya," jawab Revan dengan percaya diri. Linda bergegas maju dan menampar wajah Revan. Dengan suara tamparan yang keras, Revan langsung tercengang. "Bu Linda, apa yang kamu lakukan?" Revan berseru marah. Linda mendengus dan berkata, "Kamu sudah dipecat, pergilah dari sini." "Apa?" Revan dengan tidak percaya menatap Linda. Setelah beberapa saat, dia pun tersadar dan berkata, "Kamu nggak punya kuasa untuk memecatku, aku adalah direktur pengawasan." "Benarkah?" Linda mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon kantor pusat yang di luar negeri. Tak lama kemudian, dia memberikan ponsel tersebut pada Revan. "Terima teleponnya." Revan pun merinding dan menjawab telepon itu. Beberapa saat kemudian, seluruh tubuhnya bergetar. Tangan yang memegang ponsel tersebut terus bergetar tanpa henti. Dia pun tidak bisa berbicara. Linda mengambil kembali ponselnya dan berbicara dengan nada dingin, "Sekarang, bisakah kamu pergi?" "Nggak, Bu Linda. Tolong dengarkan penjelasanku." Revan sangat ketakutan. Kata-kata yang digunakan kantor pusat kepadanya tadi sangatlah kasar. Selain memecatnya, mereka juga menyuruhnya kembali ke kantor pusat untuk menerima tindakan pendisiplinan. Revan tahu betapa kejamnya grup keamanan ketika memberi hukuman, mungkin dia bisa kehilangan setengah hidupnya. Linda hanya berkata, "Jelaskan saja pada kantor pusat. Sekarang, cepat pergi dari sini." Begitu mendengar ucapan Linda, Revan tahu bahwa dia tidak punya harapan. Memikirkan konsekuensi yang akan dia hadapi, seluruh tubuhnya terasa lemas dan dia pun pingsan. Surya mengerutkan keningnya. "Orang-orang itu, bagaimana cara mereka menangani konsorsium ini? Apa siapa saja bisa masuk dan bekerja di sini?" "Maaf, Bos." Linda menundukkan kepalanya. Surya pun menghela napasnya, berkata, "Ini bukan salahmu." Setelah itu, Surya pun pergi. Linda memandang sosok Surya yang menjauh pergi. Lalu, wanita itu menghela napas lega dan mengelap keringat di keningnya. Di luar, Surya pergi makan sebentar sebelum pulang dengan taksi. Setibanya di rumah, hari sudah siang. Maya dan Adhi sedang berpelukan dan saling menggoda di ruang tamu. Surya melihat ke sekeliling dan menemukan bahwa mertuanya tidak ada di ruang tamu. Mereka pasti sengaja pergi. Surya mengabaikan dua orang itu dan langsung menuju ke kamarnya. "Berhenti!" teriak Maya. Surya berhenti melangkah dan menatap Maya. Maya berdiri dan berjalan ke hadapan Surya, lalu menyindirnya, "Kamu benar-benar bukan seorang pria. Istrimu berada di dalam pelukan pria lain, tapi kamu nggak berani melakukan apa pun?" "Aku bisa membuktikan kalau aku adalah seorang pria." Surya melanjutkan, "Tapi, sekarang aku ragu apakah kamu seorang manusia." "Kamu berani memarahiku?" Maya pun marah. Dia mengangkat tangannya dan hendak menampar Surya. Namun, Surya dengan cepat menangkap pergelangan tangan wanita itu, mengakibatkan Maya berteriak kesakitan. Melihat ini, Adhi buru-buru menghampiri mereka dan berteriak, "Lepaskan Maya!" Surya hanya tersenyum samar, sama sekali tidak menunjukkan niat untuk melepaskan. Adhi marah besar dan meluncurkan tinjunya ke wajah Surya. Akan tetapi, kaki Surya yang secepat kilat menendang pria itu. Dengan suara gedebuk, Adhi pun terjatuh ke lantai dan kesakitan. Setelah itu, Surya baru melepaskan Maya. Maya melangkah mundur sambil memegangi pergelangan tangannya yang terasa sakit. Mata dingin Surya mengamati wajah kedua orang itu. Lalu, dia berbicara dengan nada dingin, "Jangan sentuh aku, karena yang nantinya terluka adalah kalian." Adhi bersusah payah untuk berdiri. Ketika dia hendak memarahi Surya, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan menjawab telepon tersebut. Tak lama kemudian, dia menutup telepon dengan ekspresi senang di wajahnya. Bahkan dia lupa dengan rasa sakit yang dirasakannya tadi. Dia berkata pada Maya, "Maya, kelak baru beri dia pelajaran. Saat ini, Konsorsium Pelita ingin tanda tangan kontrak denganku. Aku harus pergi mengurus prosedurnya dulu, kamu juga pergilah ke kantor." Mendengar ini, Maya melirik Surya dengan kesal. Lalu, dia berkata pada Adhi, "Baiklah, aku akan mendengar katamu. Cepat pergi dan urus bisnismu." Adhi melihat ke arah Surya dan berkata dengan penuh kebencian, "Kamu tunggu saja, ini belum berakhir." "Aku akan menunggu kalian," balas Surya sambil tersenyum. Adhi mendengus dan mengabaikan Surya. Dia pun cepat-cepat pergi bersama Maya. Investasi sebesar 10 triliun itu sangat penting baginya, jadi dia harus segera mendapatkannya. Melihat kedua orang itu pergi, Surya tidak bisa menahan dirinya lagi dan tertawa terbahak-bahak. Sebelum kembali ke kamarnya, Surya bergumam pada dirinya sendiri, "Sungguh luar biasa. Aku penasaran, ekspresi apa yang akan kalian tunjukkan saat semua ini berakhir. Aku benar-benar menantikannya." Sementara itu, Adhi menuju gedung kantor Konsorsium Pelita dengan mengemudi mobil. Setibanya di sana, dia segera memasuki kantor Linda. Linda sedang duduk di atas kursi kantor. Kemudian, Adhi memasuki ruangan dengan senyum terpaksa dan berkali-kali memberi salam. "Silakan duduk," ucap Linda sambil tersenyum. Wanita itu bersikap sangat sopan. Adhi pun buru-buru duduk. Linda segera meletakkan setumpuk dokumen di hadapan pria itu dan berkata, "Pak Adhi, proposalmu sudah kami setujui. Silakan tanda tangani dokumen-dokumen ini, setelah itu 10 triliun akan segera dikirimkan ke rekening perusahaanmu." Adhi sangat senang. Dia buru-buru membuka dokumen tersebut dan membacanya. Namun tak lama kemudian, dia tampak kaget dan berseru, "Bu Linda, kelihatannya ini nggak benar. Kenapa kamu memerlukan orang sebanyak ini untuk dimasukkan ke dewan direksi?" "Untuk pengawasan dana." Linda tersenyum dan berkata, "Ini adalah transaksi senilai 10 triliun. Jika tidak ada pengawasan dan terjadi masalah, apa yang bisa kamu gunakan untuk ganti rugi?" "Tapi, hal itu juga nggak membutuhkan orang sebanyak ini." Adhi membaca persyaratan tersebut dan merasa tidak bersedia. Jika seperti ini, tidak peduli apakah itu jumlah kepemilikan atau anggota dewan, Konsorsium Pelita akan menjadi pemilik terbanyak dan dapat menyingkirkannya dari dewan direksi kapan saja. Linda mencondongkan tubuhnya dan memberi tekanan kepada Adhi. "Pak Adhi, kamu harus tahu, meskipun masa depan perusahaanmu terlihat baik, kamu telah mengambil langkah yang terlalu besar dan rantai keuanganmu telah terputus. Hanya Konsorsium Pelita yang memiliki kekuatan dan tekad untuk mengembalikan Grup Sukajaya kembali ke kondisi normal. Selain itu, dengan kekuatan kami, apakah kamu pikir kami akan tertarik dengan perusahaan kecil seperti Sukajaya? Kamu berpikir berlebihan." Batin Adhi pun bergulat. Grup Sukajaya memang sedang menghadapi kesulitan. Rantai keuangannya sudah putus dan situasinya menjadi sangat berbahaya. Karena itulah dia meminta pertolongan Konsorsium Pelita. Di sisi lain, dia juga mendekati Maya untuk rencana cadangan. Jika Konsorsium Pelita tidak menyetujuinya, dia berencana menggunakan Maya dan kekayaan Keluarga Lintang untuk melewati krisis, lalu menggabungkan perusahaannya dengan Keluarga Lintang. Akan tetapi, kekayaan Keluarga Lintang hanya dapat membuat perusahaannya tidak bangkrut. Sementara sepuluh triliun inilah yang akan menjadi kunci kebangkitan perusahaannya.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.