Bab 4
Sayangnya, yang baru saja masuk bukan Gerald.
“Danny! Mau apa kamu ke sini?” Ekspresi wajah Naomi berubah ketika dia melihat Danny. Mereka memang satu kelas dan lumayan akrab. Sampai kemudian Naomi tahu bahwa Danny mempermalukan Gerald. Naomi benar-benar kesal padanya.
Sayangnya, Danny tidak peduli dan dia tetap masuk meski Naomi menunjukkan sikap tidak suka.
“Naomi, kau masih marah? Aku hanya bercanda saja dengan Gerald malam itu. Mana aku tahu ternyata dia mengantarkan kotak itu ke Yuri?” Danny menjawab dengan senyum ceria, mencoba meyakinkan Naomi.
Terlihat beberapa undangan mulai berdatangan dengan membawa kado. Ya, Naomi memang berasal dari keluarga kaya dan beberapa kali menawarkan bantuan ke Gerald ketika dia dalam kondisi sulit, tapi selalu ditolak.
Sementara Danny sudah mengenal Naomi sejak bangku SMA.
“Naomi, apakah ini Gerald yang mau kau kenalkan padaku? Apa yang terjadi?” tanya Alice saat menghampiri mereka.
Saat melihat Alice, mata Danny langsung berbinar. Pasalnya, Danny sudah lama mengincarnya. Alice adalah mahasiswi tercantik yang pernah Danny lihat di Fakultas Media dan Broadcasting. Alasannya datang ke pesta Naomi dan berusaha minta maaf padanya adalah karena dia tahu Alice juga pasti ada disana.
Mendengar sapaan Alice, Danny menjawab, “Hai, Alice yang cantik, aku bukan Gerald. Dia adalah teman sekelasku dan hanya gembel yang kemarin malam kubodohi. Hahahaa!”
Kembali Danny ingat kejadian malam itu ketika ia meminta Gerald mengantarkan kotak barang ke hutan, dan menemukan mantan pacarnya bersama pria lain disana. Ah, malam yang sungguh menghibur!
“Diam!” Naomi semakin kesal. Alice yang berada di antara mereka menjadi bingung. Apa benar-benar ada kesenjangan antara mahasiswa miskin dan kaya di sini?
Teman-teman satu asrama Gerald yang sedari tadi melihat perilaku Danny juga turut kesal, tapi mereka tidak mau membuat keributan di pesta Naomi.
“Okay, aku tidak akan berkata apa-apa lagi” Danny lalu tersenyum kecil dan melanjutkan, “Oh, ya Naomi, lihat apa yang kubawakan untukmu!”
Belum sempat Danny memberikan kadonya, pintu restoran kembali terbuka. Terlihat Gerald memasuki ruangan dengan menjinjing kantong kresek merah di tangannya.
“Gerald, akhirnya kau datang!” Naomi berteriak bahagia. Gerald mengangguk pelan, lalu menyadari ada Danny di sana yang memandangnya dengan ekspresi merendahkan, seperti biasa.
Alice kemudian beralih memandang Gerald, orang yang akan dikenalkan Naomi padanya. Ya, dia memang sedang mencari pacar dan terlihat jelas Gerald bukan dari keluarga berada. Alice sebenarnya tidak masalah berpacaran dengan orang biasa selama dia tampan dan menarik. Sayangnya, meski sebenarnya Gerald memiliki wajah yang tampan, Alice melihat penampilan Gerald masih belum pantas, dia bahkan bisa menilai yang dipakai Gerald dari ujung kaki hingga kepala seharga tidak lebih dari lima puluh dolar.
Gerald sungguh terlalu biasa!
Ketika dia ingat yang dikatakan Danny sebelumnya, kesannya terhadap Gerald jadi ikut turun. Alice benar-benar kecewa.
“Gerald, ini Alice. Dan Alice, inilah Gerald yang kumaksud.” kata Naomi memperkenalkan mereka berdua.
Gerald mengangguk pelan, “Hai, aku Gerald. Senang bertemu denganmu, Alice.” Gerald mengulurkan tangan kanannya dengan sopan.
Tetapi secara mengejutkan, Alice tidak menghiraukannya. Dia berbalik menuju meja dan meminum jusnya kembali. Tangan Gerald menggantung di udara beberapa detik hingga kemudian dia menariknya dengan perasaan kecewa. Naomi paham sahabatnya memang biasa bersikap demikian. Jika tertarik dengan seorang pria, dia akan banyak bicara. Jika tidak, dia akan mengabaikan sama sekali!
Gerald terdiam seribu bahasa. Dia lalu berjalan mendekati salah satu meja. Di detik itu, Danny kemudian memperhatikan kantong kresek merah yang dibawa Gerald, “Hei, Gerald! ini ulang tahun Naomi. Kado apa yang kau bawa untuknya? Kenapa tidak kau tunjukkan pada kami?”
Ketua asrama Gerald yang sedari tadi memperhatikan mereka sudah tidak tahan lagi, “Danny! Kenapa sih kau selalu bersikap menjengkelkan dan mengintimidasi Gerald?” Danny hanya tertawa, sangat menyenangkan baginya melihat orang lain terlihat bodoh. Tapi dia sedang tidak berhasrat menanggapi perkataan ketua asrama Gerald.
Dengan tetap memandang Gerald dengan tatapan dingin, Danny lalu mengeluarkan hadiah yang dia siapkan untuk Naomi. Ternyata Danny membelikan tas mewah berwarna hitam. “Naomi, aku membelikannya untukmu. Tas Hermes yang mewah. Pasti akan sangat cocok kau pakai.”
Melihat Danny mengeluarkan tas Hermes-nya, Alice dan gadis-gadis di sana tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan lebih dekat.
“Sebuah tas Hermes? Harga pasarannya mulai dari delapan ribu dolar, kan?” terdengar kasak-kusuk di antara mereka. Seketika mereka terkesan dengan Danny. Dia benar-benar pria dermawan dan murah hati. Alice yang biasanya bersikap dingin pada orang lain, kali ini tidak bisa menahan diri memperhatikan Danny lekat.
“Ini bukan barang mahal untukku, ayahku mengenal manajer tokonya dengan sangat baik. Jadi aku mendapatkannya hanya dengan tujuh ribu sembilan ratus dolar saja,” kata Danny dengan senyum bangga, menikmati tatapan kagum orang-orang di sekelilingnya.
Meski Naomi masih jengkel pada Danny, dia mau menerima tas itu tanpa mengatakan apapun.
“Tas Hermes Rumble ini adalah keluaran terbaru. Sangat popular di Macau, Hong Kong dan Taiwan. Disana bahkan dibanderol seharga dua belas ribu dolar!” lanjut Danny bersemangat.
Alice semakin terkagum mendengar perkataan Danny. Danny yang menyadari ketertarikan Alice lalu berkata padanya, “Alice, bagaimana menurutmu tentang tas ini? Apa kau juga mengikuti tren barang-barang mewah?’’ Alice menatap Danny dengan senyum tipis dan berkata, “Ya, aku sudah lama mengidamkan tas itu tapi harganya terlalu mahal untukku.”
“Alice Sayang, jangan khawatir, aku juga akan membelikannya untukmu di hari ulang tahunmu nanti. Delapan atau sembilan ribu dolar bukan masalah besar untukku. Lagipula, aku mengenal semua orang yang bekerja di toko Hermes di seberang kampus kita,” jawab Danny dengan nada bangga. Alice tidak berkata apapun selain melempar senyum pada Danny. Meski tidak mengenal Danny secara pribadi, tapi dia sudah mendengar soal Danny bahwa dia adalah playboy. Yang Alice baru tahu, ternyata Danny juga seorang yang berani dan tidak pelit. Alice mulai tertarik padanya.
Setelahnya, ketua asrama Gerald dan undangan lain bergantian memberikan kado yang mereka siapkan untuk Naomi. Kado-kado dari mereka memang tidak semahal milik Danny, tapi masih termasuk pantas dengan kisaran nilai tiga sampai empat ratus dolar.
Gerald tidak ingin mengganggu mereka dan berniat memberikan kadonya kepada Naomi setelah semua orang selesai. Tetapi kemudian Danny memperhatikan kantong kresek merahnya dengan senyum sinis, “Ayo Gerald! Tunjukkan pada kami apa yang kau siapkan untuk Naomi. Kalau dilihat dari kantong kresek yang kau bawa, pasti isinya adalah sesuatu yang menarik.”
‘Danny!! Tidak bisakah kau menutup mulutmu yang menyebalkan itu? Aku akan menerima dengan senang hati apapun yang Gerald berikan untukku,” kembali Naomi memperingatkan Danny.
Naomi memandang Gerald dengan tatapan iba dan penuh harap. Gerald sempat menyesal kenapa tadi dia tidak menunggu saja pegawai toko mengemas tasnya agar terlihat lebih pantas. Gerald hanya tidak ingin terlambat datang ke pesta Naomi hanya karena harus menunggu pegawai toko mengemas tasnya selama setengah jam. Dia pikir ini hanya pesta kecil dengan beberapa undangan saja. Gerald tidak menyangka si brengsek Danny juga ada di sana!
“Naomi, aku juga membelikanmu sebuah tas,” kata Gerald sambil mengeluarkan benda dari kantong kreseknya. Sebuah tas mewah mengkilat diserahkannya pada Naomi.
Hahh!! Kali ini Alice benar-benar terbelalak mengetahui benda apa yang dikeluarkan Gerald. Dia adalah pria miskin! Ini benar-benar tidak bisa dipercaya!
“Wow!” teriak Danny seketika. “Lihat! rupanya Gerald juga membelikan tas mewah untuk Naomi! Gerald, bisa kau beritahu kami di mana kau mendapatkan tas ini? Apa ini barang yang murah?” Kata-kata Danny membuat para gadis tertawa.
Alice menggelengkan kepalanya pelan. Dia berpikir meskipun Gerald miskin, tapi dia berharap Gerald adalah teman yang baik.
“Ini adalah tas Hermes edisi terbatas yang dikeluarkan saat perayaan hari jadi Hermes ke-200. Hanya diproduksi dua ratus buah dan harga satuannya adalah lima puluh lima ribu dolar!”
Alice tahu betul tas yang dimaksud.
“Tapi sayangnya, banyak juga produk tiruannya yang dijual bebas di internet dengan harga kurang dari seratus dolar! Seberapapun orang ingin tampil pantas, akan sangat memalukan jika membeli barang palsu dari merk ternama!” Alice menatap Gerald dengan penuh benci. Pria ini benar-benar membuatnya muak!
Naomi masih tidak percaya. Dia sebenarnya berharap Gerald memberinya kado biasa saja. Bukan barang mewah, tapi palsu. Naomi memandang Gerald dan masih berusaha tersenyum, “Terima kasih, Gerald. Aku bersyukur dan senang dengan apapun yang kau berikan. Tapi kau tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membelikanku kado. Seratus dolar adalah jumlah yang besar untukmu, kan?”
Gerald ingin menjelaskan kesalahpahaman ini dan memberitahu bahwa itu adalah tas Hermes asli. Tetapi dia melihat sekelilingnya, menyadari Alice dan yang lain menatapnya dengan pandangan menghina. Dia lalu mengurungkan niat karena berpikir tidak akan ada seorangpun yang percaya dan justru akan semakin memperburuk keadaan.
Alice lalu berkata pada Naomi, “Naomi, kenapa kau mau berteman dengan orang yang tidak bisa dipercaya seperti dia?” Naomi tidak ingin semakin memojokkan Gerald. Jadi dia memutuskan untuk tidak menanggapi perkataan Naomi dengan mengalihkan perhatian para tamu.
“Baiklah, Semuanya! Ini adalah hari ulang tahunku dan aku sangat senang kalian semua datang untuk ikut merayakan. Ayo, mari kita bersulang!”
Alice dan teman-temannya masih menatap Gerald dengan kesal, Danny pun masih menunjukkan cibiran padanya, sementara para pria lain tidak terlalu menghiraukan yang sudah terjadi.
Gerald tidak ingin menempatkan Naomi di posisi sulit dengan berada diantara dia dan teman-temannya yang lain. Sejurus kemudian Gerald berdiri dan berpamitan, “Selamat ulang tahun, Naomi. Aku baru ingat aku harus mengerjakan sesuatu di asrama. Jadi aku harus pamit dulu. Semoga pestamu menyenangkan!”, katanya dengan senyum getir dan suara bergetar.
Gerald merasa tidak ada gunanya dia disana. Dia lalu bergegas meninggalkan pesta.
“Gerald!”