Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2 Pengakuan Cinta

Sambil menahan emosi yang membuncah di dalam hati, aku pun perlahan berbalik badan. Sosok Chris tampak begitu tinggi menjulang di balik derasnya hujan. Kulihat secara kasar, Chris setidaknya memiliki tinggi sekitar 185 cm. Chris mengarahkan payungnya ke atasku sehingga tubuhnya yang dibalut dengan setelan jas hitam rapi basah kuyup diguyur hujan. Matanya yang hitam pekat menatapku dan berubah menjadi makin tajam. Sulit sekali bisa membaca suasana hati dan emosi Chris. Di kehidupanku yang sebelumnya, aku selalu menganggapnya sebagai seorang pria yang lebih tua yang dingin, tidak banyak bicara dan tidak berperasaan. Dia selalu pandai menyembunyikan emosinya. Mana mungkin aku yang dulu selalu berpikiran sempit itu bisa menyadari perbedaan sikapnya terhadapku? Namun, setelah terlahir kembali, segalanya menjadi berbeda. Di balik wajahnya yang dingin, aku tahu betul seberapa dia mencintaiku. Belum sempat aku membuka mulutku, aku sudah tersedak isak tangisku. "Aku bukan mencarinya, tapi kamu," jawabku dengan suara yang gemetar. Aku sengaja memanggilnya dengan akrab tanpa embel-embel panggilan "paman" seperti yang Gerald lakukan. Aku sedang menguji Chris. Aku tahu dia tidak suka dekat dengan orang lain dan selalu menyendiri, jadi aku harus mendekatinya setahap demi setahap. Benar saja, dia juga tidak ambil pusing dengan caraku memanggilnya. Namun, sorot tatapannya menjadi sedikit lebih dingin. "Aku nggak bisa bantu apa-apa." Aku mengerti maksudnya. Di kehidupan yang sebelumnya, demi membuat Gerald hanya mencintaiku, aku berusaha sebaik mungkin untuk menyenangkan semua orang di sekitarnya agar mereka mau membelaku. Termasuk Chris. Chris pasti sudah tahu soal Gerald dan Valen, jadi dia salah mengira aku ke sini untuk meminta bantuannya menjadi perantara. Aku langsung mengibaskan tanganku dan buru-buru menjelaskan, "Chris, kamu salah paham. Aku ke sini untuk menemuimu ...." "Aku masih ada kerjaan." Chris menyelaku dengan dingin, lalu menyuruh sopir untuk mengantarku pulang. Setelah itu, Chris berbalik badan dan berjalan pergi. Aku sontak merasa gelisah. Aku langsung mengaduh dan terhuyung nyaris pingsan sambil memegangi perutku. Benar sekali, aku sedang berakting. Hanya ini satu-satunya cara untuk menahan Chris agar tidak pergi. Lagi pula, akibat terburuk dari aktingku ini paling rasa malu atau terbentur jalan. Itu sebabnya aku benar-benar membuat tubuhku jatuh tersungkur. Aku bertaruh pada rasa tidak tega Chris terhadapku. "Hati-hati!" Beberapa detik kemudian, aku terbukti menang bertaruh. Chris yang tidak tega melihatku terjatuh pun langsung merangkul pinggangku dengan lengannya yang kekar. Dia memelukku dengan erat sekaligus melindungiku dari terpaan angin badai. Berada begitu dekat dengannya seperti ini membuatku bisa mencium aroma tubuhnya. Ada aroma tembakau yang pekat, samar-samar aroma anggur dan juga aroma cendana yang menjadi ciri khas Chris. Aku meringkuk di dalam pelukan Chris. Aku langsung merangkul leher Chris karena takut didorong menjauh oleh pria itu. Aku bergelung dalam pelukan Chris seperti anak kucing yang dibuang, lalu berkata dengan mata berkaca-kaca sambil terisak, "Chris, rasanya dingin banget. Apa aku masuk angin karena kehujanan, ya .... Hatsyii!" Aku juga pura-pura bersin. Aku tidak peduli aktingku ini terlihat natural atau tidak, pokoknya aku tidak akan melepaskan diri dari Chris. Orang bilang menaklukkan hati pria itu lebih mudah daripada wanita. Selama aku cukup berusaha dan konsisten, aku pasti bisa mendapatkan hati Chris selama musim liburan panjang ini. "Amelia!" Sepertinya Chris tahu aku sedang berakting, nada suaranya terdengar jelas sedang memperingatkan. Aku tidak peduli. Aku langsung menangis dengan kencang tanpa tahu rasa malu. Aku tidak peduli apa yang dipikirkan si sopir terhadapku, aku juga tidak peduli bagaimana pandangan Chris terhadapku. Lagi pula, sekarang aku baru berusia 18 tahun. Ini usia di mana aku berhak bersikap dengan naif dan manja. "Kakiku sampai kaku dan mati rasa saking lamanya menunggumu, aku juga basah kuyup diguyur hujan. Kenapa kamu kejam banget sih ...." Aku menangis dengan kencang sambil mengeluh panjang lebar. Entah Chris merasa takut malu atau tidak, yang jelas hatinya akhirnya melunak. Dia pun masuk ke dalam mobil sambil menggendongku. Di dalam pelukan Chris. Aku yang awalnya hanya pura-pura menangis pun akhirnya pura-pura jatuh tertidur. Uhuk. Setelah itu, aku tidur cukup lama. Aku baru bangun keesokan harinya. Dan posisiku berada di vila Chris. Walaupun aku tidur di kamar tamu, tetap saja aku merasa sangat senang. Aku berhasil memenangkan pertarungan pertamaku. Hehehe .... Habis ini, aku akan mencari kesempatan untuk menyatakan perasaanku. "Chris? Kamu di rumah?" Aku pun berlari keluar dengan penuh pengharapan. Namun, sosok Chris tidak terlihat. Yang sedang duduk di sofa ruang tamu justru adalah sekretaris Chris, Linda Josel. Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam yang terlihat elegan dan memikat, lalu menatapku dengan marah sambil berkacak pinggang. "Dasar kamu ini nggak tahu malu! Jangan pikir Pak Chris itu memperlakukanmu dengan spesial hanya karena dia membawamu pulang! Dia nggak suka dengan anak bau bawang sepertimu, jadi cepat pergi dari sini!" Aku tahu siapa Linda, dia adalah putri dari seorang petinggi di Kota Opena. Dia suka pada Chris, jadi dia mencoba mendekati Chris. Namun, Chris sama sekali tidak luluh padanya. Itu sebabnya dia akhirnya melancarkan serangkaian balas dendam pada Keluarga Buseno. Aku punya nomor telepon Chris, jadi aku mengabaikan Linda dan langsung menelepon Chris. "Kak Chris ...." Benar sekali, aku menangis lagi. Walaupun tetap saja aku berpura-pura. Aku pun mengadu pada Chris tanpa rasa sungkan, "Sekretarismu memarahiku dan bahkan ingin memukuliku. Tolong bantu aku, Kak Chris." Aku tidak tahu di mana Chris berada. Yang jelas, suasana di belakangnya terdengar agak bising. "Kasih ponselmu ke dia," jawab Chris dengan nada serius. Aku tidak tahu apa yang Chris katakan, yang jelas setelah menerima telepon itu, Linda meminta maaf kepadaku meskipun dengan tidak rela. "Yah, aku bisa saja sih memaafkanmu. Tapi, aku minta jadwal Kak Chris." Benar sekali, inilah tujuan aku. Aku harus segera meyakinkan Chris bahwa aku benar-benar tidak menyukai Gerald lagi. Linda yang merasa bersalah dan takut aku mengadukannya pada Chris lagi pun memberitahuku jadwal bisnis Chris dengan enggan. Ternyata Chris sedang dinas. Dia baru pulang tiga hari lagi. Setelah mengantar Linda pergi, aku mulai membersihkan vila. Sebenarnya tidak ada yang perlu dibersihkan. Namun, ini rumah Chris dan aku suka menyibukkan diri di sini. Tiga hari pun berlalu dengan cepat. Setelah mengetahui bahwa Chris sudah pulang, aku langsung pergi ke perusahaan. Aku mengeluarkan ponselku dan mengirimkan pesan kepadanya, "Kak Chris, aku lapar banget." Aku sekaligus melampirkan foto dapur rumahnya. Barulah pada saat itu Chris menyadari bahwa aku tidak pulang. Dia bergegas pulang sebelum hari berubah menjadi gelap. Begitu Chris berjalan masuk. Aku langsung melemparkan tubuhku ke Chris seperti burung yang menukik. Aku sudah tidak sempat lagi merasa kikuk ataupun malu. Setiap hari Gerald mengirimiku pesan yang mendesakku untuk pulang dan membatalkan pertunangan. Dia juga memperingatkanku bahwa percuma saja aku kabur. Aku memeluk leher Chris, lalu menengadah menatapnya sambil tersenyum. "Aku mau makan rebusan, Kak Chris." Ekspresi Chris terlihat begitu dingin. Dia memegang dasinya dengan satu tangan sambil menegurku dengan dingin, "Lepaskan." Auranya mendominasi sekali. Aku juga tidak berani cari mati, jadi aku segera melepaskannya dan kembali ke sofanya dengan patuh. Aku tidak berani bersuara sedikit pun. Tidak lama kemudian. Chris mandi sebentar, lalu berganti pakaian dan berjalan keluar. Dia menatap bunga dan tanaman di vilanya yang kurawat dengan baik itu, lalu berjalan ke hadapanku lagi. Kali ini, ekspresi dinginnya sudah jauh lebih hangat. "Sudah nggak mau makan rebusan lagi?" tanya Chris. Aku segera bangkit berdiri. "Mau, mau! Kak Chris memang yang paling baik denganku!" ujarku kembali riang. Aku pun menggandeng lengan Chris dan berjalan keluar dengan gembira. Sialnya, begitu memasuki restoran yang menjual menu rebusan, aku malah bertemu dengan Gerald dan Valen yang sama-sama sedang makan di sana. Aku refleks berbalik badan hendak berjalan pergi. Namun, Gerald bergegas menyusulku dengan tidak sabar. "Ini tujuanmu, Amelia? Kamu pikir aku nggak akan membatalkan pertunangan kita kalau kamu mengadu pada pamanku? Kuberi tahu saja padamu, nggak akan bisa!" Bisa-bisanya dia mengucapkan hal yang begitu tidak tahu malu tentangku di hadapan umum begini. Aku langsung balas menampar Gerald dengan kencang. "Gerald! Kamu ini nggak tahu malu apa!" Gerald sontak terpana. Dia menatapku dengan tidak percaya seolah-olah mengatakan bisa-bisanya aku menamparnya. Aku pun balas mencibir, "Sana ngaca dulu baik-baik! Buat apa juga aku melakukan itu padamu? Memangnya kamu pikir aku ini ibarat pungguk merindukan bulan?" "Dengar, ya, Gerald! Sekalipun semua pria di dunia mati dan hanya kamu yang tersisa, aku tetap nggak akan suka padamu!" Setelah itu, aku berbalik badan. Aku berjinjit dan langsung mencium bibir Chris, lalu menyatakan perasaanku dengan lantang, "Kak Chris, cuma kamu yang paling kucintai di dunia ini."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.