Bab 13
Serina memandangnya dengan acuh tak acuh sambil berkata, "Sepertinya kamu tak memenuhi syarat untuk melontarkan pertanyaan ini kepadaku."
Setelah dia selesai berbicara, dia berbalik dan naik ke atas.
Suara dingin Merina terdengar di belakangnya dan berkata, "Berhenti!"
Sebuah cibiran muncul di sudut bibir Serina, lalu dia berbalik untuk melihat Merina dengan ekspresi mengejek dan berkata, "Kamu adalah selingkuhan pertama yang pernah kulihat bertindak begitu sombong."
Merina mengubah ekspresinya, menatap Serina dengan tajam sambil berkata, "Aldi mencintaiku. Walaupun kamu menggunakan trik untuk tetap di sini, dia tak mungkin mencintaimu. Kalau kamu tahu diri, lebih baik segera bercerai dengannya!"
Lebih baik kamu menjauh sejauh mungkin dan tidak pernah muncul di hadapan mereka lagi!
Serina mengangkat alisnya, mengangguk dan berkata, "Baiklah, kalau kamu memberi aku 10 miliar, aku akan segera menceraikan Aldi."
Pupil Merina menyempit. Kemudian, dengan gigi gemeretak, dia berkata, "Uang yang diberikan Kak Aldi padamu selama beberapa tahun ini belum cukup bagimu! Serina, jangan terlalu serakah!"
"Itu kamu yang mendesak agar aku bercerai dengan Aldi. Bagaimana mungkin aku membuktikan perasaanmu padanya tanpa memberi pengorbanan sedikit pun?"
"Kamu!"
Serina melihat dengan ekspresi menyindir dan berkata, "Tampaknya cintamu pada Aldi tak ada artinya, bahkan kamu tak mau memberikan 10 miliar."
Merina hendak bicara, namun dia melihat bayangan yang muncul di tangga. Ekspresinya seketika berubah menjadi polos dan menyedihkan.
"Kakak, bukan karena aku tidak ingin memberimu 10 miliar. Hanya saja, kalau aku memberikannya padamu, pasti Kak Aldi akan marah," ucap Merina
"Kenapa harus membuatnya tahu? Kamu bisa saja tidak memberitahunya," saran Serina.
....
Saat keduanya terdiam, suara dingin terdengar dari tangga.
"Serina, aku pikir kamu punya keahlian untuk mengumpulkan 10 miliar itu sendiri. Ternyata kamu ingin memanfaatkan Merina!"
Serina menatap mata dingin Aldi dengan tenang dan berkata, "Menurutku, Merina seharusnya dengan senang hati membayar 10 miliar itu, jadi beri dia kesempatan."
Melihat mereka berdua sama sekali mengabaikan Merina, dia tanpa sadar mengepalkan ujung roknya, dengan sedikit ekspresi suram di matanya.
"Kak Aldi, apa yang kamu katakan tentang 10 miliar? Kalau kakak benar-benar butuh uang, aku bisa meminjamkannya lebih dulu."
Serina melirik Merina dengan penuh arti. Ketika dia hendak berbicara, Aldi berkata dengan nada dingin, "Masalah ini tak ada hubungannya denganmu. Kalau dia meminta uang padamu lain kali, tolak saja."
Mendapatkan 10 miliar begitu saja hilang begitu saja. Serina menggelengkan kepala, tidak ingin berbicara lebih lanjut dengan kedua orang itu, dia pun naik ke lantai atas untuk tidur sejenak.
Ketika Serina melewati Aldi, di tiba-tiba meraih pergelangan tangan Serina.
Dia mencondongkan tubuh ke telinga Serina lalu membisikkan peringatan, "Serina, kalau aku melihatmu meminta uang lagi kepada Merina. Walaupun kamu benar-benar mendapat 10 miliar itu, aku tak akan menceraikanmu!"
Merina di lantai bawah sangat marah hingga matanya merah saat melihat tingkah mesra kedua orang itu.
Serina menepis tangan Aldi, mundur satu langkah dengan ekspresi dingin lalu berkata, "Aku tahu, mulai sekarang kalau mau bicara, bicara saja. Jangan mendekat, aku memiliki fobia terhadap orang bodoh!"
Aldi memicingkan matanya. Terlihat kilatan bahaya melintas di matanya, lalu dia berkata. "Serina, jangan buat masalah!"
Serina bahkan tidak melihatnya, berbalik dan langsung masuk ke kamar tidur lalu mengunci pintu.
Aldi menatap pintu kamar tidur kedua dengan amarah di matanya.
"Kak Aldi ...."
Suara Merina membawa Aldi kembali ke dunia nyata. Dia berbalik lalu bergegas turun. Dia mengerutkan kening pada Merina sambil berkata, "Apa yang kamu lakukan di sini sepagi ini?"
Merasakan ketidaksenangan dalam suara Aldi, Merina menggigit bibir bawahnya lalu berkata, "Aku mengkhawatirkanmu, jadi aku datang ke sini untuk melihatnya. Aku tak menyangka kakakku juga ada di sini. Kalau aku tahu dia sudah pulang, aku tak akan datang."
Aldi tanpa sadar mengerutkan kening sambil berkata, "Merina, Serina adalah istriku."
Merina tiba-tiba merahkan matanya, "Tapi kita saling mencintai. Kamu dan kakak juga tak saling cinta. Kenapa kamu bersikeras mempertahankan pernikahan tanpa cinta ini?"
Aldi terdiam beberapa saat, memandang Merina dan berkata perlahan, "Hubungan kita sudah selesai. Walaupun aku tak menyukainya, Serina tetap istriku dan ini tak akan berubah."
Air mata tiba-tiba jatuh dari mata Merina, matanya dipenuhi rasa tidak percaya.
"Hanya karena saat kamu mengalami kecelakaan mobil, dia memanfaatkan kesempatan itu untuk menikahimu lalu merawatmu selama dua tahun, jadi kamu jatuh cinta padanya, benarkah?"
"Aku tidak mencintainya, tapi aku juga tak akan menceraikannya."
"Kenapa!" bentak Merina.
"Aku tak. bisa berdiri selama dua tahun karena kecelakaan mobil dan Serina-lah yang selalu ada disampingku untuk merawatku."
Setiap kali memikirkan untuk bercerai dengan Serina, Aldi merasakan kegelisahan yang sulit diungkapkan dalam hatinya.
Dengan air mata bercucuran, Merina berkata dengan tergagap, "Kamu tak boleh melupakan jasanya, tapi bagaimana dengan aku? Kamu selalu menyembunyikan kecelakaan itu dariku, saat aku mengetahuinya, kamu sudah menikah dengan kakakku. Tahukah kamu perasaanku saat itu!"
"Aku ingin kembali ke Pansia untuk menanyaimu, tetapi aku merasa itu tidak ada artinya lagi. Kalau kamu ingin berterima kasih pada kakakku, kamu bisa menggunakan cara lain. Kenapa kamu harus mengorbankan seluruh hidupmu?"
Aldi terlihat agak acuh tak acuh. Dia menatap Merina sambil berkata, "Memang benar bahwa aku bersalah padamu. Itulah sebabnya saat kamu bilang ingin tinggal di rumah setelah kembali ke Pansia, aku setuju. Kamu juga menyebutkan keinginan untuk memiliki Madelinne, saat itu pun aku sedang memajukan proses akuisisi. Tapi satu hal yang tak dapat aku berikan padamu adalah perasaan."
Setelah mengatakan itu, terlepas dari reaksi Merina, Aldi langsung pergi.
Merina menatap punggung Aldi dengan mata berkaca-kaca, hatinya terasa sangat sakit.
Merina tidak akan menyerah begitu saja! Tidak akan!
Ketika Serina turun ke lantai bawah, Aldi dan Merina sudah tidak ada. Dia juga memedulikan hal itu dan langsung menuju kantor.
Begitu dia tiba di kantor, dia langsung memanggil Sandara.
"Aku akan pergi selama beberapa hari mulai besok. Kamu harus mengurus masalah di perusahaan terlebih dahulu. Kalau kamu menemui sesuatu yang benar-benar tak bisa kamu tangani, tunggu saja sampai aku kembali."
"Baik, aku mengerti," jawab Sandara.
Melihat Sandara belum pergi, Serina menatapnya sambil berkata, "Apakah kamu punya yang lain?"
"Iya, kurasa Bagas akan mempersulitmu dalam rapat nanti. Setelah karyawan di departemennya diberhentikan kemarin, kudengar dia kehilangan kesabaran di kantor."
Serina mengangguk lalu berkata, "Oke, kembali bekerja saja."
Setelah Sandara pergi, Serina menundukkan kepalanya lalu terus membaca dokumen, jelas tidak memikirkan masalah ini.
Pada pukul sepuluh pagi, rapat dilaksanakan tepat waktu.
Serina menekankan rencana kerja dan fokusnya saat ini dengan ekspresi datar. Kemudian, dia melempar pandangan sekilas kepada semua orang di ruangan sambil berkata, "Kalau tak ada hal yang mendesak, rapat kita hari ini sampai di sini. Rapat dibubarkan."
Segera setelah dia selesai berbicara, Bagas berbicara, "Bu Serina, ada yang ingin saya katakan."
Serina menatapnya dengan tenang sambil berkata, "Ada apa?"
Bagas tersenyum lalu berkata, "Bu Serina, akhir-akhir ini kami memiliki kerjasama yang belum berhasil terwujud. Kalau Bu Serina bisa turun tangan, pasti kesepakatan ini bisa tercapai. Lagipula, Ibu sudah meninggalkan Madelinne selama tiga tahun, kami juga ingin melihat kemampuan Bu Serina. Sebuah perusahaan sebesar ini tentu tak bisa diserahkan kepada orang yang tak kompeten untuk dikelola."
Senyuman tipis muncul di bibir Serina, dia mengangguk dan berkata, "Oke, kalau begitu kamu bisa mengirimkan kontraknya ke kantorku nanti."
Bagas tidak menyangka Serina akan langsung setuju, dia tertegun sejenak sebelum berkata, "Baiklah, kalau begitu saya harap Bu Serina akan memenangkan kerja sama ini secepat mungkin!"
Setelah rapat, Sandara mengikuti Serina ke kantornya.
"Serina, aku sudah bilang untuk berhati-hati terhadap Bagas, kenapa kamu masih jatuh ke dalam perangkapnya ?!"