Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 11

"Aku ...." Bagas merasa kesal di dalam hatinya. Beberapa tahun terakhir, selain merekrut kerabatnya, dia telah menyerahkan semua urusan pada pemegang saham lainnya. Bagaimana mungkin, dia tahu apa saja yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Di bawah tatapan tenang Serina, wajah Bagas menjadi canggung. Tanpa sadar dia pun menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah. "Pak Bagas tak bisa menjawab atau tidak mau menjawab?" tanya Serina. Tidak peduli pilihan yang diambil Bagas, dia pasti akan jatuh ke dalam lubang yang telah dibuat Serina untuknya. Saat ini, ekspresi marah melintas di wajah Bagas. "Bu Serina, Ibu tahu aku tak mahir dalam hal mengelola perusahaan, jadi apakah Ibu sengaja melontarkan pertanyaan-pertanyaan ini untuk menyulitkanku?" Mata Serina berkilat dingin, dia pun berkata tanpa ekspresi, "Karena Pak Bagas juga tahu kalau Bapak tak pandai mengelola perusahaan, sepertinya bukan posisi Pak Bagas untuk mendikte keputusan-keputusan yang aku ambil." .... Sandara datang dengan membawa berkas-berkas yang harus ditandatangani oleh Serina. Saat dia sampai di depan pintu, dia melihat Bagas tergesa-gesa keluar dari kantor lalu pergi tanpa menyapanya saat melihatnya. Sandara membuka pintu lalu melihat Serina sedang membaca dokumen dengan tenang. Dia pun tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Apa yang kamu katakan kepada Bagas? Dia terlihat buruk saat dia pergi." Serina bahkan tidak mengangkat kepalanya, dia melihat dokumen itu sambil berkata, "Kalau kamu keberatan dengan keputusanku untuk memecat kerabatmu, ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan?" Sandara menyerahkan dokumen kepada Serina lalu berkata, "Ini adalah kontrak yang harus ditandatangani hari ini. Silakan periksa dulu, kalau tak ada yang salah, tandatanganilah lalu kembalikan padaku." Serina mengambil dokumen itu lalu berkata dengan tenang, "Tolong pergi ke departemen personalia lalu carikan aku dua sekretaris, satu pria dan satu wanita." "Oke, aku akan menyuruh seseorang membuka rekrutmen," jawab Sandara. Setelah membaca dokumen tersebut dan melihat bahwa tidak ada yang salah, Serina menandatangani lalu melihat ke Sandara sambil berkata, "Omong-omong, berapa utang perusahaan saat ini?" Sandara terdiam beberapa detik, lalu berkata dengan ekspresi muram, "Setidaknya 10 miliar." Serina mengerutkan kening lalu berkata, "Oke, aku mengerti, kamu bisa keluar dulu." Setelah Sandara pergi, Serina memeriksa saldo yang ada di rekeningnya, ternyata hanya ada 10 miliar lebih sedikit. Serina memanggil akuntan, lalu mentransfer 10 miliar ke rekening perusahaan. Kemudian, dia berkata dengan tenang, "Aku meminjamkan uang pribadiku pada perusahaan, tolong dibayarkan kembali saat dividen dibagikan pada akhir tahun." "Baik, Bu Serina." Setelah akuntan pergi, Serina terus membaca dokumen. Bagas kehilangan kesabaran di kantor, masih terus memikirkan semuanya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia menelepon Dharma Halim. "Pak Dharma, apakah Anda punya waktu siang ini? Mari kita makan siang bersama." Siang hari, begitu Dharma masuk ke dalam ruangan, Bagas berdiri dengan wajah antusias sambil berkata, "Pak Dharma, silakan duduk!" Dharma pun langsung tersenyum. Setelah duduk, dia melihat ke arah Bagas lalu berkata, "Pak Bagas, kamu memintaku datang ke tempat yang sangat jauh dari kantor untuk makan siang. Pasti ada sesuatu yang penting, bukan?" Dengan senyum manis di wajahnya, Bagas mengangguk lalu berkata, "Pak Dharma memang paling mengerti saya. Pak Dharma pasti tahu tentang bagaimana perlakuan Bu Serina tadi pagi terhadapku, 'kan?" Dharma menyesap tehnya lalu berkata dengan tenang, "Pak Bagas, ini hanyalah rencana strategis Bu Serina untuk pengembangan perusahaan di masa depan. Wajar saja kalau dia memberhentikan beberapa orang." Ditambah lagi, orang-orang itu adalah kerabat Bagas yang tidak tahu apa-apa dan hanya bersantai sepanjang hari. Dharma tidak melihat ada masalah dengan hal itu. Bagas tertawa kecil lalu berkata, "Pak Dharma memang benar, tapi apa Pak Dharma pikir Bu Serina hanya akan menyentuh anak buah saya?" Dharma mempererat cengkeramannya pada cangkir teh tapi tetap diam. Bagas melanjutkan, "Pak Dharma, sebenarnya saya selalu merasa bahwa Bapak yang paling mahir di antara kami para pemegang saham. Meskipun Bu Serina memiliki kepemilikan saham terbesar, karena dia masih muda dan agak impulsif, saya tetap lebih memilih Pak Dharma untuk mengelola Madelinne." "Apa maksud dari perkataanmu?" tanya Dharma. "Saya mendengar bahwa Pak Dharma baru-baru ini bertemu dengan Pak Eddie dari Azura, tapi belum berhasil menandatangani kontrak. Karena Bu Serina sangat cakap, dia pasti bisa membuat Madelinne berhasil menandatangani kontrak dengan Azura, bagaimana menurut Pak Dharma?" Dharma terdiam beberapa saat lalu berkata, "Biarkan aku memikirkannya." .... Di malam hari, Serina baru saja pulang kerja menuju pintu masuk rumahnya di bagian utara kota saat dia dihadang oleh Aldi. Aldi menatap Serina dengan tatapan merendahkan juga penuh dengan kemarahan lalu berkata, "Serina, walaupun kamu ingin membuat keonaran, semua ada batasnya! Tinggal setiap hari di rumah pria lain, di mana kamu meletakkan kehormatan Keluarga Drajat dan Keluarga Barata!" Serina mencibir, "Kamu berani mengatakan ini kepadaku? Saat kamu dan Merina mengadakan pertemuan pribadi di ruang pernikahan kita, pernahkah kamu memikirkan tentang kehormatan Keluarga Drajat juga Keluarga Barata?" Aldi terlihat tidak sabar saat berkata, "Sudah kubilang, aku tak punya hubungan apa-apa dengan Merina!" "Apakah itu terjadi atau tidak, buatku tidak masalah. Bagaimanapun, kita akan bercerai." "Aku sudah merobek perjanjian perceraian itu. Aku menganggapmu hanya sedang marah sesaat. Sekarang, pulanglah bersamaku, kita bisa berpura-pura seolah-olah tak ada yang terjadi." Serina mengerutkan keningnya sambil berkata, "Aldi, kenapa kamu selalu menolak untuk bercerai? Apakah kamu jatuh cinta padaku?" Saat itu Aldi menatapnya dengan tatapan dingin penuh ejekan. "Apakah menurutmu itu mungkin?" kata Aldi. "Tentu saja itu tidak mungkin, makanya jangan menahanku. Tinggalkan aku secepatnya selagi kamu masih muda agar kamu bisa menemukan orang lain," jawab Serina. Melihat ekspresi Serina yang agak tidak sabar, Aldi hening sesaat. Tanpa disadari, alisnya menegang. "Kamu ingin mencari orang lain!" bentak Aldi. "Atau apa?" Serina menatapnya dengan ekspresi acuh tak acuh lalu lanjut berkata, "Apa bedanya antara terus berada di sisimu dengan jadi janda? Aku akan mengejar kebahagiaanku sendiri." .... Tiba-tiba, ada kemarahan yang tidak dapat diredam di hati Aldi. Aldi tahu di dalam hatinya bahwa dia tidak mencintai Serina, tapi dia masih mudah terpancing olehnya. Dengan wajah muram, Aldi mengucapkan kata demi kata sambil menggertakkan giginya, "Kalau kamu ingin cerai denganku, baiklah. Tapi, berikanlah ganti rugi untuk masa mudaku selama beberapa tahun ini!" "Apa maksudmu?" tanya Serina. Melihat ekspresi Serina yang seolah menganggap Aldi gila, dia dengan dingin berkata, "10 miliar, kalau kamu bisa membayar ganti rugi itu, maka aku akan setuju untuk bercerai." Serina terdiam beberapa saat lalu menatap Aldi dengan serius sambil berkata, "Apa kamu yakin mau menceraikanku kalau aku kasih 10 miliar?" "Ya, tapi kamu tak boleh menggunakan uang yang kuberikan padamu," kata Aldi. Selama beberapa tahun Serina makan dan tinggal di Keluarga Drajat. Ketika menikah, Aldi memberinya kartu hitam tanpa limit, tapi dia tidak pernah menggunakannya. Untuk ulang tahun Aldi, Serina memberikan kado yang dia buat sendiri, sehingga Aldi merasa yakin bahwa Serina tidak akan bisa menghasilkan uang sebanyak itu. Serina terdiam beberapa saat, mengangguk lalu berkata, "Oke, aku berjanji." "Aku hanya memberimu waktu seminggu, kalau kamu tak bisa memberiku 10 miliar dalam seminggu, jangan mengungkit perceraian lagi!" Serina mengerutkan kening sambil berkata, "Aldi, bukankah syaratmu terlalu berlebihan?" Aldi tersenyum dingin lalu berkata, "Kamu yang terus-terusan mau cerai. Sekarang saat aku memberikan kesempatan, kamu malah enggan. Serina, aku mulai meragukan semua ini. Apakah kamu sebenarnya hanya main-main?" Serina memutar bola matanya dan berkata dengan nada dingin, "Baiklah, seminggu. Sekarang, bisakah kamu pergi!" Melihat ketidaksabaran di matanya, Aldi melanjutkan, "Selama kita belum bercerai, kamu harus pulang." "Aldi, jangan keterlaluan!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.