Carson tidak berbicara. Dia memelototiku dengan ekspresi suram.
Aku bangun dan hendak berjalan ke luar.
Carson tiba-tiba menarikku dengan kuat. Lukanya pun robek.
Carson mengeluarkan erangan yang ditahan. Kain kasa langsung dibasahi oleh darah.
Aku terkejut dan buru-buru mengecek luka Carson. Makin banyak darah yang membasahi kain kasa.
Saking cemas, aku mulai menangis.
"Bagaimana ini? Sakit nggak? Bagaimana sekarang? Aku panggilkan dokter."
Carson menarikku sekali lagi.
Caron menatapku dengan ekspresi mata suram sambil menyeringai sinis. "Buat apa panggil dokter? Bukannya kamu benci aku? Bukannya lebih baik kalau aku kehabisan darah dan mati kesakitan?"
"Apa baiknya? Dasar kamu gila dan aneh!"
Aku tidak tahan lagi, lalu berteriak, "Kamu ini bodoh! Siapa bilang aku benci kamu? Kapan aku bilang aku nggak mau lihat kamu?"
"Kamu sendiri yang suka tebak sembarangan dan marah-marah nggak jelas."
"Kamu nggak tahu betapa cemasnya aku melihatmu terluka parah."
"Kamu nggak tahu betapa khawatirn