Bab 40
Begitu telepon tersambung, ibu terus menangis.
Tangisan itu membuat hatiku tegang dan kepalaku sakit.
Aku bertanya dengan cemas, "Ada apa lagi?"
"Ayahmu yang payah itu pergi judi lagi. Dia kalah sepuluh miliar lagi."
"Apa?" Aku tidak tahan lagi sehingga berteriak, "Keluarga kita sudah miskin, kenapa Ayah masih pergi judi? Ayah mau paksa kita semua mati baru puas?"
"Mei ...."
"Apa katamu?" Ayah merebut ponsel. "Aku pergi judi karena mau menangkan uang agar keluarga kita bisa hidup makmur lagi. Apa salahku?"
"Apa Ayah sudah menang? Apa Ayah pernah menang?" Aku menangis saking marah. "Nggak usah pakai alasan 'agar keluarga kita bisa hidup makmur'. Ayah kecanduan judi, nggak tahan mau pergi judi!"
"Sudah, sudah. Sekarang sudah kalah judi. Ayah juga nggak mau begitu. Cepat kamu minta uang dengan Carson. Paling baik minta empat puluh miliar."
"Nggak mau!" teriakku dengan marah.
Ayah menjadi panik. "Kalau kamu nggak mau, siapa lagi? Kamu mau lihat mereka tagih utang ke rumah, lalu potong tang
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda