Bab 2
"Calvin, ke mana kamu malam-malam begini? Keringatan kamu ...."
Sepulangnya ke rumah, ibu Calvin, Sherline Siregar, memberi Calvin tatapan menegur dan perhatian.
Calvin tidak menjawab.
Saat melihat ibunya yang belasan tahun lebih muda, tatapan mata Calvin sangat dalam.
Bagi Sherline, Calvin hanya berjarak dua meter darinya.
Bagi Calvin, pertemuan ini telah melintasi ruang dan waktu, serta kematian.
"Ibu ...."
"Dasar kamu ini. Kenapa kamu agak aneh hari ini?"
Sherline awalnya ingin memarahi Calvin, tetapi tiba-tiba tidak tega.
Ayah Calvin duduk di sofa sambil merokok dan menonton televisi.
"Sherline, Calvin sudah besar, pasti punya urusan sendiri. Nggak usah banyak ikut campur."
"Iya, iya, aku nggak ikut campur. Daripada Calvin bilang aku cerewet. Herman, kamu nggak bisa padamkan rokokmu? Sudah kubilang berapa kali? Jangan merokok di depan Calvin!"
Herman Kencana terkekeh-kekeh dan segera memadamkan rokoknya.
Calvin tidak tahan lagi. Matanya mulai merah.
Sekeluarga menghabiskan waktu bersama adalah keharmonisan terbesar.
Akan tetapi, kebahagiaan yang sederhana itu menjadi harapan yang tak tergapai bagi Calvin yang telah sukses di kehidupan sebelumnya.
Sherline bertanya dengan penuh perhatian,
"Calvin, kenapa matamu merah? Kamu nangis? Ada masalah apa?"
Calvin memaksa diri untuk tersenyum.
"Nggak, kena asap tadi. Ibu, bisa nggak suruh Pak Herman berhenti merokok? Baunya nggak enak, ganggu aku belajar."
Herman menggerutu, "Ganggu kamu belajar? Nilaimu dalam ujian percobaan kedua kemarin juga nggak tinggi. Belum tentu bisa masuk universitas unggulan!"
Sherline membantah, "Jangan katai Calvin. Itu bukan usaha maksimalnya. Calvin pasti bisa masuk universitas kelas satu!"
Herman berujar, "Kalau Calvin bisa masuk universitas unggulan biasa, aku akan menyembahyanginya!"
"Aku ke kamar dulu, baca buku."
Melihat ayah dan ibu beradu mulut seperti biasa, Calvin takut bisa menangis di tempat sehingga mencari alasan untuk masuk ke kamar.
Dekorasi kamarnya asing sekaligus familier.
Meja dengan cat mengelupas. Ada banyak buku di atas meja, yang paling mencolok adalah buku tebal berjudul "Detik Detik Ujian Nasional". Permukaan meja ditempeli stiker Dragon Ball.
Setelah menenangkan diri, Calvin berseru dalam hati.
"Sistem, halo?"
"Sayang, ada nggak?"
Baiklah, tidak ada jawaban. Tidak masalah.
Orang yang sukses membangun usaha dari nol seperti dirinya tidak membutuhkan bantuan luar.
Hidup kembali sudah merupakan keuntungan terbesar.
Calvin ingin menghasilkan uang, menghasilkan uang sebanyak-banyaknya, tetapi sekarang bukan waktunya. Setidaknya harus melewati ujian nasional lebih dulu.
Jika tidak, memangnya dia bisa memberi tahu ayah dan ibu bahwa dia tidak ingin bersekolah, tetapi ingin menyongsong tren zaman yang akan datang dan menjadi sukses di kemudian hari?
Ayah dan ibu pasti akan menghajarnya.
Calvin juga merindukan masa kuliah.
Di kehidupan sebelumnya, Calvin selalu menghabiskan waktu untuk berada di dekat Wanika sehingga telah melewatkan banyak keindahan.
Setelah hidup kembali, Calvin tidak ingin meninggalkan penyesalan lagi.
"Ujian nasional, berapa nilaiku di kehidupan sebelumnya?"
Calvin mengingat kembali.
Nilai ujian nasional Calvin nyaris tidak mencukupi untuk masuk ke universitas unggulan. Pada akhirnya, Calvin bersekolah di universitas kelas menengah di ibu kota provinsi.
Ayah dan ibu agak kecewa terhadap nilai ujian Calvin. Wali kelas juga menggelengkan kepala dan menyayangkan nilai Calvin. Nilai ujian SMP Calvin adalah peringkat kedua di kelas. Calvin seharusnya berpotensi dapat masuk ke universitas kelas satu.
Banyak teman sekelas yang menertawakan Calvin. Betapa bodohnya Calvin sampai menelantarkan masa depan sendiri demi mengejar seorang gadis? Lebih bodoh lagi, Calvin gagal.
Selama masa SMA, Calvin telah menghabiskan terlalu banyak tenaga pada Wanika. Untungnya, Calvin diberi bakat yang cukup tinggi di bidang akademi.
Baru setelah Wanika memiliki pacar yang tinggi, kaya, dan tampan di tahun ketiga perkuliahan, Calvin akhirnya tercerahkan dan fokus mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian masuk pasca-sarjana.
Dengan kegigihan yang tinggi, Calvin berhasil lompat dari universitas kelas menengah ke Universitas Jimbaran yang merupakan universitas kelas satu. Berkat sumber daya dari kampus, Calvin berhasil membangun usaha dan mendirikan Panen Teknologi.
"Andaikan bisa masuk Universitas Jimbaran."
Calvin melakukan perhitungan sambil melirik kalender di dekat ranjang.
Tanggal 30 April 2009. Tidak sampai 40 hari lagi dari waktu ujian nasional.
"Astaga! Jangankan universitas kelas satu, aku sudah melupakan pengetahuan selama masa SMA. Mungkin masuk diploma pun sulit ...."
Calvin menyeka keringat. Sirnalah rencana kesuksesanku.
Calvin mengambil buku "Detik Detik Ujian Nasional", mencoba mengerjakan satu paket soal matematika.
Calvin mengira dirinya akan kebingungan, tetapi setelah disimak, pengetahuan yang berkaitan mulai muncul di dalam benak.
Bagian soal pilihan ganda yang pertama menguji pemahaman himpunan rumus. Setelah membaca soal, Calvin sudah memiliki jawaban di kepala.
Bagian soal kedua adalah trigonometri yang lebih sulit dari bagian soal pertama. Setelah merenungkannya selama dua detik, Calvin sudah mendapat jawaban.
"Ada apa ini?"
Calvin lanjut mengerjakan soal.
Perlahan-lahan, Calvin paham.
Dia bukan hidup kembali dengan cara dirinya yang berumur 36 tahun menggantikan dirinya yang berumur 18 tahun, tetapi kedua roh itu menyatu.
Mungkin ini adalah keuntungan kecil dari penyatuan tersebut.
Calvin bahkan dapat mengingat sebagian besar pengetahuan masa kuliah.
"Wah, ternyata aku punya andalan!"
Detak jantung Calvin berdebar dengan cepat.
Pengetahuan matematika Calvin cukup baik. Setelah tiba-tiba muncul banyak pengetahuan masa kuliah di dalam kepala, mudah sekali untuk mengerjakan soal SMA.
Adapun bahasa Inggris yang paling membuatnya pusing di kehidupan sebelumnya ....
Seberapa banyak kosakata bahasa Inggris masa SMA?
Di kehidupan sebelumnya, Calvin telah mempelajari bahasa Inggris dengan gigih untuk ujian masuk pasca-sarjana. Dengan mempelajari ulang teknik-teknik menghadapi ujian, tidak sulit untuk mendapat nilai 130 ke atas.
Hanya matematika dan bahasa Inggris, nilai Calvin dapat lebih tinggi 50 dari nilai di kehidupan sebelumnya.
Adapun mata pelajaran sains ... seiring meningkatnya pengetahuan matematika, seharusnya bisa bertambah 10 atau 20 nilai.
Untuk bahasa Indonesia, yang penting lulus seperti di kehidupan sebelumnya.
Eh ... Calvin mengingat soal karangan sastra dalam Ujian Nasional.
Calvin dapat menaikkan nilainya dari 30-an hingga 50-an. Bertambah 20-an nilai!
Jika dihitung-hitung, nilai Ujian Nasional-nya dapat lebih tinggi 100 dari nilai di kehidupan sebelumnya?
Dengan kenaikan nilai setinggi itu, dia bahkan bisa lulus ujian masuk Universitas Kintani dan Universitas Benin!
"Wah, aku akan menjadi luar biasa!"
Kota Likinang merupakan kota setingkat kabupaten di bawah pemerintahan Kota Romaya. Tingkat pendidikannya tentu tidak dapat dibandingkan dengan di ibu kota provinsi. Setiap tahun, paling hanya ada dua atau tiga murid yang berpotensi masuk ke Universitas Kintani dan Universitas Benin.
Dengan prestasi seperti itu, beberapa perusahaan besar di kota akan memberikan penghargaan sebesar dua ratusan juta. Di tahun 2009, jumlah uang itu sangat besar.
Selama Calvin melewati batas nilai untuk masuk ke Universitas Kintani dan Universitas Benin, dia akan mendapatkan modal usaha.
Buku adalah jendela dunia. Pepatah itu benar.
Hanya dalam satu setengah jam, Calvin sudah menyelesaikan paket soal matematika itu. Setelah dicocokkan dengan kunci jawaban, hampir semua jawaban Calvin benar. Ada agak kesalahan dalam tahap pengerjaan di soal terakhir.
"147!"
Usai menghitung nilai, Calvin terkejut.
Soal yang dia kerjakan adalah soal Ujian Nasional. Artinya, dia kurang lebih bisa mendapat nilai 140-an saat Ujian Nasional.
Hore! Ternyata seperti inilah kegembiraan dari memiliki andalan.
"Tok! Tok!"
Sherline mengetuk pintu, lalu membawakan semangkuk sup tremella untuk Calvin. Tidak lupa dia menasihati Calvin.
"Calvin, jangan belajar sampai terlalu malam. Tidur awal."
"Iya."
Calvin mengangguk dan menutup buku.
Di kehidupan sebelumnya, Calvin pasti akan jengkel karena kecerewetan Sherline. Akan tetapi, sekarang Calvin merasa bahagia.
Setelah makan sup tremella, Calvin mengambil sebuah ponsel model slide dari dalam laci.
Nokia 5200 dengan sistem operasi Symbian S40. Itu adalah hadiah ulang tahun ke-18 Calvin yang dibelikan oleh Sherline dan Herman, ponsel pertama yang Calvin miliki.
Setelah mempelajari cara mengoperasikannya, Calvin menelusuri Facebook seluler.
Foto profil Calvin adalah foto default, pria bertopi toga.
"Bung Teguh"
Nama itu nyaris menghentikan detak jantung Calvin.
Bung apaan? Calvin buru-buru mengubahnya menjadi "Teguh".
Lalu, Calvin mengecek profil utama ... terutama bagian tanda tangan personalisasi.
"M3nc1nt41mu 4d4l4h urus4nku, buk4n urus4nmu."
Sealay itu?
Calvin benar-benar merasa canggung.
Calvin langsung menghapus tanda tangan personalisasi itu. Akan tetapi, aneh jika dibiarkan kosong. Jadi, Calvin mengetikkan yang baru.
"Pemuda punya impian besar, menjadi orang sukses!"