Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 10

Keesokan pagi, Calvin ditelepon oleh Berlina. Berlina dengan takut-takut menanyakan apa rencana Calvin hari ini dan ke mana Calvin akan membawanya menghabiskan waktu akhir pekan. Calvin menjawab hanya jalan-jalan. Kalau lelah, mereka bisa pergi beli makanan di pinggiran jalan. Setelah dipikir-pikir, Calvin menanyakan alamat Berlina dan mengatakan dia akan pergi menjemputnya. Berlina terlalu lugu. Jika menyuruh Berlina mendatanginya, Calvin khawatir Berlina akan tersesat. Sekitar jam 10 pagi, Calvin mengayuh sepeda usangnya ke alamat yang diberikan oleh Berlina. Seperti dugaannya, itu adalah kawasan perumahan elite di Kota Likinang. Bukan apartemen, melainkan vila. Di era di mana harga rumah belum melonjak, harga vila sudah mencapai puluhan miliar. Di parkiran depan vila, ada mobil Rolls-Royce putih yang setiap hari digunakan untuk mengantar dan menjemput Berlina, seperti yang Calvin lihat beberapa hari lalu. Calvin merasa tertekan. Calvin mengirim pesan pada Berlina untuk memberitahukan dia sudah sampai. Tak lama kemudian, Berlina keluar rumah. Berlina selalu berpakaian santai. Hari ini, Berlina juga berpakaian dengan kasual. Rambutnya masih agak basah, mungkin habis keramas. Berlina memakai kaos putih polos tak berlogo, rok hitam dengan lipatan sepanjang lutut, dan sandal berlian. Di bawah matahari terik, betisnya tampak putih, cerah, panjang, dan seperti porselen. Jari-jari kakinya tampak jelas, bulat, dan sangat sempurna. Calvin mendorong sepeda ke luar kawasan perumahan bersama Berlina. Setelah duduk di atas sepeda, Calvin mengisyaratkan Berlina untuk duduk di belakang. Berlina takut-takut karena belum pernah naik sepeda. Begitu duduk, dia langsung mencengkeram ujung baju Calvin dengan erat. Wajahnya yang cantik juga agak pucat. "Sudah?" "Sudah." "Jalan ...." Calvin menambah kecepatan secara perlahan. Calvin sudah bisa memakai sepeda sejak umur 10 tahun. Keterampilannya cukup terjamin. Sepeda berjalan dengan stabil di sepanjang jalan. Perlahan-lahan, Berlina tidak takut lagi. Matanya yang ramping melengkung seperti bulan sabit. Mungkin karena Calvin, Berlina merasa jauh lebih senang jalan-jalan naik sepeda dibanding jalan-jalan dengan dibonceng oleh sopir naik mobil. Mereka berhenti beberapa kali di sepanjang jalan. Ketika menemui pemandangan yang bagus, mereka akan berhenti dan memotretnya dengan ponsel. Tampaklah keunggulan dari sepeda ... tidak perlu pusing mencari tempat parkir. Pada siang hari, mereka mulai lapar. Jadi, mereka pergi ke pusat jajanan kuliner di pinggiran Jalan Bengawan. Di pusat jajanan kuliner, ada banyak pedagang yang mendorong gerobak untuk menjual makanan khas setempat. Ada kembang tahu, kwecap, perkedel, kentang goreng, dan lain-lain .... Berlina turun dari sepeda dan berlari kecil untuk pergi membeli makanan. Berlina kembali setelah membeli dua apam pinang. Dia menyodorkan satu untuk Calvin. Calvin sudah kelaparan setelah mengayuh sepeda selama hampir dua jam. Apam pinang itu juga tidak terlalu besar. Calvin menghabiskannya dalam beberapa gigitan. Berlina hanya makan separuh. "Nih." Berlina yang berjalan di depan berbalik badan. Dia mencondongkan badan ke depan dan menyodorkan apam pinangnya ke mulut Calvin. Mata Calvin membelalak. Berlina terlalu dekat dengannya. Bibir yang merah berona dan wajah cantik sempurna itu ada di depan mata. Mata Berlina yang polos justru menyiratkan kecerahan yang memicu imajinasi. "Calvin, kenapa kamu bengong? Lihat jalan ...." Berlina tiba-tiba berteriak. Sudah terlambat. Calvin yang mengayuh sepeda langsung menabrakkan sepedanya ke sebuah kios. Situasi menjadi kacau. Pemilik kios itu adalah ibu-ibu gemuk. Dia menunjuk Calvin sambil berteriak, "Astaga! Bagaimana kamu pakai sepeda? Ganti rugi!" Calvin bergegas bangun dan berkata dengan canggung, "Tante, jangan emosi. Sebut saja, mau berapa?" Wanita itu mengamati Calvin. Calvin jelas adalah murid yang mudah diperdaya. Benar saja, wanita itu meminta uang banyak. "Satu juta!" Calvin membeku di tempat. Dia tidak punya uang satu juta. Selain itu, pemilik kios tidak menderita kerugian besar. Hanya beberapa bumbu yang tumpah. Jumlah kerugiannya mungkin tidak sampai seratus ribu. "Tante, memangnya aku kayak orang yang punya satu juta?" Wanita itu mengotot. Dia menarik kerah baju Calvin dan berteriak-teriak, "Dua anak ini tabrak kiosku, tapi nggak mau ganti rugi. Apa masih ada hukum di negara ini ...." Teriakan wanita itu benar-benar nyaring. Hanya sebentar saja, pedagang kios di sekitar datang. Mereka semua mencemooh Calvin dan Berlina. Astaga, benar-benar seperti lautan manusia. Calvin tidak berdaya. Dia memutuskan untuk pasrah, menelepon Feryanto untuk membawakan uang. Feryanto punya kebiasaan menabung. Tabungannya sudah lebih dari sejuta. Pada saat ini, Berlina yang berdiri di samping mendapat ide. Dia tiba-tiba berteriak dengan suara melengking, "Satpol PP datang!" Seketika, para pedagang buru-buru mengemas barang dan kabur. Wanita gemuk itu juga melepaskan kerah baju Calvin. "Lari!" Seketika itu .... Berlina menarik Calvin dan berlari .... Barulah Calvin sadar. Entah berapa lama mereka berlari. Setelah makian pedagang kios di belakang tidak terdengar, mereka baru berhenti. Calvin bersandar pada pagar pembatas pinggiran sungai dengan ekspresi tidak berdaya. Berlina terengah-engah dengan wajah merah padam. Dia lelah sekaligus panik. Itu adalah pertama kalinya Berlina yang selalu menjadi murid teladan dan mendapat penghargaan berbohong. Jika Calvin yang meneriakkan kalimat itu, wanita gemuk tadi mungkin tidak akan percaya. Akan tetapi, Berlina jelas tidak terlihat seperti anak yang pandai berbohong. Calvin dan Berlina bertatapan satu sama lain. Entah siapa yang memulai lebih dulu, mereka tertawa terbahak-bahak. Setelah berhenti tertawa, Calvin menggosok pipinya yang pegal. "Berlina, hebat kamu. Dari mana kamu belajar teriak seperti itu?" Wajah Berlina masih merah. Dia menjawab dengan malu-malu, "Dari ... dari TV." Calvin tidak bisa berkata-kata, hanya bisa mengacungkan ibu jari. "Hebat." Berlina menjulurkan lidah. "Aku ... aku nggak suka. Bibi tadi jahat, dia palak uangmu." Cuaca di bulan Mei berubah-ubah tiap saat. Matahari yang awalnya bersinar terik di langit tiba-tiba ditutupi oleh awan gelap. Angin dingin juga bertiup di pinggiran sungai. Mereka sedang berkeringat karena telah berlari sepanjang jalan. Tiba-tiba ditiup oleh angin sungai, Calvin yang punya fisik kuat pun merinding tak terkendali. Calvin menoleh pada Berlina. "Kamu dingin nggak? Bagaimana kalau kita naik taksi saja?" "Nggak ...." Berlina menggelengkan kepala beberapa kali. "Baru keluar, aku belum puas bermain." "Tapi ... sudah mulai dingin. Aku nggak masalah, fisikku kuat. Bagaimana kalau kamu sakit flu?" "Aku nggak dingin." Berlina tersenyum. Matanya cerah, seperti bintang yang berkilauan. "Aku menyadari angin selalu terasa hangat di mana kamu berada." Mendengar Berlina berkata demikian, Calvin tidak berkomentar lagi. Lalu, mereka lanjut berkeliling. Mereka tidak berani kembali ke pusat jajanan kuliner barusan. Adapun sepeda usang Calvin, anggap saja sebagai ganti rugi untuk wanita gemuk itu. Jika dijual ke pengepul barang bekas, kira-kira bisa dijual seharga puluhan ribu. Itu sudah cukup untuk menebus kerugiannya. Setelah dipikirkan, Calvin memberi dua pilihan pada Berlina. Pergi ke taman hiburan atau pergi ke pusat permainan video. Berlina memilih untuk pergi ke pusat permainan video. Berlina sudah muak pergi ke teman hiburan karena sering pergi ketika masih kecil. Akan tetapi, dia belum pernah pergi ke pusat permainan video. Jika ini di akhir tahun 1990-an atau awal tahun 2000-an, Calvin tidak akan berani mengajak Berlina bermain game. Tempat bermain game era itu sangat kacau. Jika wanita cantik seperti Berlina pergi ke tempat macam itu, pasti akan terjadi masalah yang tidak diinginkan. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah Olimpiade 2008, tingkat keamanan dan ketertiban telah meningkat pesat. Tempat bermain game di era lama digantikan secara bertahap oleh pusat permainan video dengan lingkungan yang lebih baik dan lebih mahal. Pada tahun 2009, pusat permainan video juga termasuk sebagai tren. Investasinya besar, tetapi balik modal dengan cepat. Dengan mengadakan beberapa mesin tari dan membayar beberapa gadis cantik untuk menari secara seksi, jumlah orang yang datang pasti sangat banyak. Akan tetapi, tren ini sangat singkat. Dalam beberapa tahun lagi, tren ini sudah digantikan oleh metode hiburan yang lebih eksklusif. Setengah jam kemudian, Calvin dan Berlina tiba di pusat permainan video terdekat. Tak diragukan lagi, Berlina menyita perhatian banyak orang. Di pusat permainan video itu, ada banyak gadis muda yang cantik. Mereka semua berdandan dan berpakaian dengan seksi. Kecantikan selalu dibanding-bandingkan. Begitu Berlina masuk, semua gadis di pusat permainan video kalah telak. Untungnya, mereka yang datang ke pusat permainan video hanyalah murid dan pasangan kekasih. Tidak ada pria yang melakukan pendekatan dengan Berlina. Calvin menukar uang 40 ribu dengan 40 koin. Setelah itu, dia membawa Berlina bermain permainan video. Berlina tidak tahu-menahu sehingga harus diajari dari awal. Bagaimana mengisi koin, bagaimana menekan tombol, bagaimana membedakan karakter musuh dan karakter sendiri, bagaimana cara mengeluarkan jurus hebat .... Mungkin karena Calvin mengajarkan dengan baik, mungkin karena Berlina berbakat, Berlina sudah bisa bermain dalam waktu singkat. Sesaat kemudian, Calvin menyadari .... Berlian sama sekali tidak berminat dengan permainan pertarungan seperti Three Kingdoms, Cadillacs and Dinosaurs, dan yang lain. Berlina justru sangat berminat dengan permainan pertempuran seperti The King of Fighters, Street Fighter, Samurai Showdown, dan yang lain. Mungkin itu berkaitan dengan salah satu karakteristik dari sifat Berlina. Melalui interaksi selama beberapa waktu ini, Calvin menyadari bahwa Berlina sangat kompetitif. Sebenarnya, sebagian besar genius memiliki karakteristik seperti itu. Ada yang terlihat dengan jelas, ada yang tersembunyi. Permainan yang paling diminati oleh Berlina adalah The King of Fighters '97 dengan sensasi pertarungan yang sangat kuat. Setelah Calvin mengajarkan metode dasar untuk memainkan tiga karakter utama, yaitu Kyo Kusanagi, Benimaru Nikaido, dan Goro Daimon, Berlina bermain dengan asyik. Dia bertarung melawan komputer dengan penuh konsentrasi. Gadis genius memang genius, bahkan berbakat dalam permainkan video. Berlina berhasil melewati level pertama hanya dengan menggunakan tiga koin, padahal baru pertama kali bermain. Di layar, Kyo Kusanagi meninju punggung Iori Yagami dan menyegel ular raksasa. Mata ramping Berlina melengkung menjadi sabit karena girang. Berlina tiba-tiba bertanya, "Calvin, main bareng, yuk?" Calvin tersenyum sembari menggelengkan kepala. "Ini game pertarungan, mana bisa main bareng? Kecuali kita yang bertarung, lawan satu sama lain." "Oke, lawan satu sama lain." Mata Berlina yang cerah penuh semangat. "Pfft. Kamu baru belajar, mana mungkin bisa kalahkan aku?" "Ehm, coba dulu." "Cih. Karena kamu minta dihajar, kukabulkan keinginanmu." Calvin mengangkat alis. Kilatan tak berperasaan melintas di matanya. Sebagai anak zodiak Scorpio, Calvin juga bersifat kompetitif. Apa yang akan terjadi berikutnya mungkin akan sangat sadis ....

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.