Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

Teresa membuka pintu dengan pelan. Arvin masih tidur. Arvin sudah kehilangan banyak darah dari kemarin malam hingga hari. Sekuat apa pun fisiknya, Arvin tidak bertubuh besi. Arvin benar-benar tidak peduli dengan nyawanya sendiri. Teresa mengendap-endap ke sisi ranjang. Cairan infus sudah mau habis. Jadi, Teresa mengambil botol cairan infus yang baru. Sebelum Teresa bisa berdiri tegak, pergelangan tangannya digenggam. Entah kapan Arvin sudah membuka mata. Tatapan mata Arvin yang dingin membuat hati Teresa tersentak kaget. "Cairan infus sudah mau habis, aku gantikan." Mengapa tatapan Arvin padanya aneh? Ada apa lagi? Teresa berusaha mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Sayangnya, Teresa terlalu cuek di kehidupan sebelumnya sehingga tidak bisa mengingat banyak hal. Arvin bertanya dengan suara yang dalam, "Dia sudah mengontakmu?" Siapa? Seketika, Teresa mengerti siapa yang dimaksud oleh Arvin. Tidak heran Irvan memberinya tatapan mata seperti itu di bawah tadi. Ternyata, mereka mengira Darlon akan mulai merebut kekuasaan di Keluarga Hisno sehingga dia rela mengorbankan diri untuk menjadi mata-mata di sisi Arvin? Teresa mencaci maki Darlon di dalam hatinya. Melihat Teresa diam saja, kilatan di mata Arvin menjadi lebih dingin. Teresa langsung menggenggam tangan Arvin yang dingin. "Sayang, hubungan kami nggak seperti yang kamu pikirkan. Percayalah padaku!" Teresa berkata dengan sungguh-sungguh dan lugas. Arvin diam saja. Teresa tahu bahwa sulit untuk mendapatkan kepercayaannya lagi setelah mengecewakan Arvin berulang kali. Dulu, dia telah melakukan banyak hal yang tidak waras demi Darlon. Mustahil jika Arvin percaya padanya hanya karena beberapa kalimat ini. "Kamu tunggu saja!" Teresa mengambil ponselnya dan melihat jam. Sudah tiga jam yang lalu sejak Darlon meneleponnya. Teresa langsung menelepon balik dan mengaktifkan pengeras suara. Dua detik kemudian, telepon tersambung. "Sasa, aku sedang di jalan. Aku cari kamu nanti." Suara Darlon begitu lembut. Suasana di kamar menjadi tegang. Ekspresi Arvin membuat Teresa gelisah. Suasana hati Arvin yang buruk juga memengaruhi Teresa. Dia berteriak di telepon, "Cari apaan? Aku bibimu, jangan cari aku kalau nggak ada urusan penting!" Teresa buru-buru menyangkal hubungannya dengan Darlon. Suasana menjadi hening! Suara napas yang berat di telepon terdengar jelas di ruang yang hening itu. Ekspresi Arvin makin masam. Teresa ingin menutup telepon dan menghibur Arvin lagi. Alhasil, Darlon berkata di telepon, "Dia ancam kamu, ya? Jangan khawatir, aku akan kirim kamu ke luar negeri secepatnya." Mendengar ucapan Darlon, Teresa melirik ekspresi Arvin yang masam dengan waswas. Lalu, dia berteriak sambil menggertakkan gigi, "Kamu benaran serasi dengan Mela, nggak bisa mengerti bahasa manusia!" Darlon terdiam. Apakah kaget karena Teresa langsung mengekspos hubungannya dengan Mela? Teresa berteriak lagi dengan tegas, "Jangan kira aku nggak tahu apa hubunganmu dengan Mela. Kalau kalian masih berani menjebakku lagi, aku nggak akan ampuni kalian!" Teresa langsung menutup telepon. Arvin menatap Teresa dengan mata yang gelap. Teresa lebih menciut lagi karena telepon ini tidak dapat menjelaskan apa-apa. "Sayang, kita ganti botol cairan infus dulu, oke?" Meski masih berwajah masam, Arvin melepaskan tangan Teresa. Teresa menghela napas lega karena Arvin tidak marah lagi. Setelah kejadian penukaran obat, Teresa sangat teliti terhadap masalah Arvin dan takut akan terjadi kendala. Saat mengganti cairan infus, Teresa memeriksa berulang kali terlebih dahulu. Setelah itu, Teresa hendak membawa botol cairan infus yang kosong ke luar. Begitu Teresa berbalik badan, Arvin berkata dengan suara dingin, "Jangan ketemu dia lagi." Teresa menoleh ke belakang dan bertemu dengan tatapan mata Arvin yang berbahaya. Dia agak dilema. Namun, kedilemaannya justru membuat ekspresi Arvin makin dingin. Ini ...! Belum sampai lima menit dia menghibur Arvin barusan. Teresa merebahkan diri di ujung ranjang dan menatap Arvin dengan polos. "Sayang, jangan salah paham! Aku nggak akan pergi ketemu dia. Dia yang cari aku." "Nggak boleh ketemu!" perintah Arvin dengan mendominasi. Teresa berujar, "Aku mau hajar dia." "Nggak usah!" Arvin akan menghajar pria itu secara pribadi. Teresa tidak bisa berkata-kata. Baiklah! Arvin sedang terluka sekarang sehingga Teresa tidak berani membuatnya marah. "Oke, aku nggak akan ketemu dia. Kalau dia cari aku, juga akan kutolak." Suamiku sayang terluka, aku hanya bisa menghiburnya dulu. Pada saat ini, omongan Arvin adalah perintah absolut. Aura berbahaya di mata Arvin akhirnya hilang setelah melihat Teresa begitu patuh. Teresa berbalik badan lagi, tetapi pergelangan tangannya dipegang erat-erat. "Kenapa lagi?" Teresa kebingungan. Dia sudah setuju, masih kurang apa lagi? Arvin berujar, "Temani aku tidur sebentar." Teresa terbengong. Tubuh Teresa gemetar tak terkendali ketika mendengar kata "tidur". Kamar itu sudah dirapikan oleh pelayan, tetapi kekacauan tadi pagi tetap melekat di benak Teresa. Teresa duduk di sisi ranjang. "Aku temani di sini saja. Cepat tidur." Mata Arvin menjadi gelap karena Teresa tidak mau naik ke ranjang. Teresa buru-buru melepaskan sandal dan naik ke ranjang! Teresa berbaring membelakangi Arvin. Dada Arvin yang hangat membuatnya tidak berani bergerak, khawatir akan memperparah luka Arvin. "Nggak mengantuk?" tanya Arvin dengan suara rendah karena tubuh Teresa tegang sepanjang waktu. Teresa menjawab, "Nggak, nggak, aku mengantuk sekali." Teresa cukup lelah setelah aktivitas kemarin malam dan hari ini. Di tengah suhu yang hangat, dia berangsur-angsur menjadi rileks. Kemudian, Teresa terlelap. Saat masuk ke dunia mimpi, dia merasa rohnya seakan-akan ditarik keluar dari tubuhnya. Detik berikutnya, timbul adegan di mana Mela yang seksi memasuki ruangan bersama Darlon dan mata Darlon yang penuh rasa cinta. Pada akhirnya adalah adegan di tebing yang diterpa angin dingin ...! Mimpi itu bagaikan perpisahan dengan masa lalu. "Jangan, jangan!" Entah kapan Teresa berguling ke dalam pelukan Arvin. Igauannya membangunkan Arvin. Arvin melihat ada dua baris air mata di wajah Teresa. Teresa membuka mata dengan linglung dan bertemu dengan mata Arvin yang gelap. Masih ada keputusasaan dalam suaranya. "Sayang." Arvin mengernyit. Arvin dengan lembut menyeka air mata di sudut mata Teresa. "Mimpi apa?" Teresa memeluk erat pinggang Arvin yang ramping. Di kehidupan ini, dia tidak akan membiarkan kejadian itu terulang. "Mimpi buruk yang sangat mengerikan. Aku bermimpi kamu nggak menginginkan aku lagi." Tubuh Arvin membeku! Telapak tangannya yang lebar mengelus punggung Teresa. Sentuhan pelan itu memberikan rasa aman yang tiada habis untuk Teresa. Arvin mengembuskan napas. "Kamu yang selalu mau kabur dariku. Kapan aku nggak menginginkan kamu?" Teresa menangis sampai kejang-kejang. Di kehidupan sebelumnya, Arvin benar-benar tidak menginginkannya lagi dan meninggalkannya dengan cara seperti itu. Tidak ada yang tahu betapa Teresa merasa putus asa kala itu. Dia ingin sekali membunuh Darlon dan Mela, tetapi dia tidak berdaya. "Sasa, jawab aku. Kita baik-baik saja selama ini, kamu juga bilang akan menikah denganku setelah sudah dewasa. Kenapa kamu berubah?" Arvin akhirnya mengajukan pertanyaan yang telah dia simpan selama bertahun-tahun. Teresa yang baru lahir dibuang di depan pintu rumah sakit. Pada saat itu, Arvin berumur delapan tahun. Dia terlalu menyukai Teresa sehingga memohon orang tuanya untuk membawa Teresa pulang. Sejak Teresa berumur tiga tahun, Arvin bahkan membawanya saat pergi ke sekolah. Mereka tumbuh dewasa bersama-sama. Mengapa Teresa mulai menjauh darinya di umur enam belas tahun, bahkan jijik padanya? Mengungkit soal perubahannya, potongan-potongan adegan melintas di benak Teresa. Terbersit kesedihan di matanya. "Maafkan aku. Aku harusnya jangan percayai omongan Mela." Teresa yang telah mengetahui kebenarannya tidak lagi membela Mela. Saat Teresa berumur sepuluh tahun, Mela berumur enam belas tahun! Setelah Mela bertemu dengan Arvin di perayaan ulang tahun Nenek Dena, Keluarga Wisra tiba-tiba datang dan mengaku sebagai keluarganya. Teresa berpikir dia bisa bersatu kembali dengan keluarganya! Alhasil, Keluarga Wisra hanya memanfaatkannya agar Mela bisa mendekati Arvin!

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.