Bab 2
Saat alarm berbunyi pukul 11 malam, Jordan keluar kamar mandi. Sambil mengeringkan rambut dengan handuk, dia mengambil ponselnya dan berjalan menuju ruang kerja.
Selina mengernyitkan keningnya seraya membatin, 'Jordan belum pergi tidur?'
Pria itu memiliki jadwal yang teratur dan tidak pernah begadang. Alarm ini adalah pengingat waktu tidurnya.
Mau tidak mau, Selina turut berdiri dan bertanya.
"Sudah mau tengah malam, kamu nggak tidur?"
Jemari Jordan mengetuk cepat. Matanya terus tertuju pada ponselnya tanpa menoleh ke arah Selina.
"Nanti. Masih banyak tugas."
Setelah tiga tahun bersama, Selina baru pertama kali melihat Jordan bersikap seperti ini.
Mencari alasan untuk menjemput Giselle saja, dia baru pulang pukul 10.30 malam. Setibanya di rumah, Jordan pun tidak kunjung tidur dengan berbagai alasan asal.
Selina tidak mengusut kebohongan sejelas ini dan memilih untuk tetap diam, lalu pergi ke kamar.
Kamar tidurnya langsung berhadapan dengan ruang kerja, sehingga dia bisa melihat gerak-gerik di sana.
Sorot mata pria yang mengaku punya banyak tugas itu justru sedang terlekat erat ke arah ponsel yang dia genggam dan senyum tipis di sudut bibirnya.
Sekian tahun bersama, ini kali pertamanya Selina melihat Jordan begitu bahagia. Dia pun terpana saat menyaksikan ekspresi pria itu.
Ternyata, di hadapan orang yang disukai, gunung es paling dingin pun akan mencair.
Bukannya tidak tahu-menahu cara mencintai orang lain, Jordan hanya tidak jatuh cinta pada Selina.
Tanpa suara, Selina menutup pintu kamarnya seraya tersenyum.
Dia akan pergi 30 hari lagi, memudahkan Jordan mengejar sang kasih tanpa ragu.
Mengapa harus tetap meragu kalau sudah ikhlas untuk melepasnya?
Besoknya, langit tampak cerah, sehingga Selina keluar pagi-pagi sekali untuk membeli sarapan.
Jordan baru bangun ketika dia kembali. Pria itu duduk berseberangan dengannya saat menyantap sarapan, lalu mengambil jaketnya dan beranjak keluar.
Teringat janji minggu lalu, Selina langsung menahannya.
"Ini hari Sabtu. Bukannya kita sudah janji mau lihat matahari terbenam ke Gunung Bayan?"
Langkah Jordan yang buru-buru pun sontak terhenti.
"Nggak bisa. Dosen pembimbingku mendadak kasih tugas pagi ini."
Selina menelan roti di mulutnya dalam diam seraya mengangguk.
Melihatnya tidak berkata apa-apa, Jordan menambahkan dua kalimat lagi.
"Bulan depan saja. Aku baru punya waktu bulan depan."
Selina di masa lalu pasti akan melompat kegirangan ketika mendengar pria itu punya inisiatif untuk berjanji seperti ini.
Sayangnya, dia sudah tidak menunjukkan ekspresi apa pun, hanya ada anggukan pelan darinya.
Jordan merasa janggal saat mengamati reaksi Selina yang begitu berbeda dari biasanya. Matanya melirik kalender di atas meja, menemukan sebuah topik pembicaraan.
"Sejak kapan kamu punya kalender hitung mundur? Apa yang ditunggu buat 30 hari lagi?"
Selina menatap angka 30 yang ditandai warna merah, lalu bergerak untuk merobeknya dan angka 29 langsung tampil di sana.
"Beli tadi, buat pengingat harian. Ada hal yang penting sebulan lagi."
Tidak ada keanehan apa pun dari nada bicaranya. Jadi, Jordan tidak bertanya lagi dan berjalan menuju rak sepatu untuk mengenakan sepatunya, kemudian membuka pintu.
"Nanti malam, kubawakan kue nastar. Selamat istirahat di rumah."
Kalimat kedua terdengar samar karena bersinggungan dengan suara pintu ditutup. Selina tertawa pelan, matanya terlihat agak kemerahan.
Selesai sarapan, dia mengeluarkan sebuah kantong plastik besar dan membersihkan semua barang yang tidak digunakan di apartemen supaya siap untuk dibuang.
Cangkir pasangan yang belum pernah dipakai meskipun sudah dibeli sejak lama, beragam jenis pisau cukur, bahkan bingkai foto yang kosong karena tidak ada foto berdua yang mengisi di sana.
Barang-barang itu dia pilih dengan hati-hati, tetapi Jordan tidak pernah menggunakannya sekali pun.
Sama halnya dengan apartemen ini. Selena sudah menghias tempat ini dan menganggapnya sebagai rumah, tetapi Jordan memperlakukannya bagai asrama atau hotel untuk bermalam saja, tanpa pernah menaruh peduli sekalipun.
Namun, tidak masalah. Dia tidak butuh benda-benda itu lagi di masa depan. Pria itu pasti akan pindah selepas kepergiannya, kemudian apartemen ini akan kosong.
Semua kenangan milik keduanya juga akan terhapus.