Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 18

"Zane, coba tebak siapa yang baru saja aku lihat?" ujar Finn dengan nada main-main. "Siapa?" ujar Zane dengan acuh tak acuh. Namun Finn merasa tidak puas dengan reaksi Zane dan kembali berkata, "Kenapa kamu kelihatan nggak tertarik sih?" "Nggak usah bertele-tele. Kalau nggak ada yang penting, aku akan tutup teleponnya." "Hei, hei, hei. Tunggu, tunggu! Aku lihat istrimu sedang makan malam dengan beberapa pria di restoran yang ada di selatan kota." Finn buru-buru melanjutkan agar Zane tidak menutup teleponnya. Seketika itu juga, keheningan yang mencekam terasa melalui telepon tersebut. Zane biasanya tidak pernah bersikap seperti ini! Dengan hati-hati, Finn kembali memanggilnya, "Zane?" "Hmm." "Kalau nggak salah, dia ingin sekali kerja di lokasi proyek konstruksi, makanya dia makan malam dengan mereka." "Ck! Aku kenal beberapa orang itu dan mereka bukan orang yang baik! Istrimu mungkin akan diganggu oleh mereka." "Hei, kalau aku bilang ke dia kalau kamu bos baru di lokasi proyek konstruksi itu, apa dia akan patuh padamu?" "Urus saja urusanmu sendiri!" Zane menjawab tegas dan menutup teleponnya. Pukul 10.20 malam. Siena dan Dian buru-buru keluar dari restoran. Saat ini, bagian depan baju Siena basah karena salah satu dari pria itu menyiramnya dengan minuman. Dian pun mengutuk dengan marah, "Dasar bajingan! Mereka memang manusia, tapi tingkahnya seperti binatang! Ayahku juga bodoh! Setelah kejadian kemarin, bisa-bisanya dia masih memperkenalkanmu dengan orang-orang berengsek seperti itu!" "Sudahlah, ayahmu mungkin nggak tahu. Lagi pula, di dunia ini memang ada banyak orang yang kelihatan baik di luar, tapi aslinya sangat bejat." Namun, sebenarnya Siena merasa agak sedih. Sepertinya sangat sulit baginya untuk bekerja di lokasi proyek konstruksi. Dia pun mengelus perutnya yang baru hamil tiga bulan lebih. Apa yang harus dia lakukan? Ketika melihat wajah Siena yang pucat, Dian bertanya dengan khawatir, "Siena, apa kamu baik-baik saja?" "Hm. Aku nggak apa-apa," jawab Siena sambil tersenyum. "Sekarang sudah malam, kamu pulang saja. Jangan sampai orang tuamu khawatir." Dian merasa sangat bersalah karena kejadian barusan, jadi dia pun berkata, "Siena, maafkan aku. Karena kecerobohanku, kamu hampir saja diganggu pria-pria brengsek itu." "Nggak apa-apa. Aku tahu kalau kamu hanya ingin membantuku," kata Siena sambil mencubit pipi Dian yang agak basah karena air mata. "Aku akan cari jalan lain. Sana pulang dulu!" Dian mengangguk dan berkata dengan sedih, "Kalau begitu aku pergi dulu, ya. Hati-hati di jalan!" "Hmm!" Siena pun kembali ke loteng yang gelap gulita. Secara otomatis, dia menyalakan lampu di ruang tamu lantai satu. Saat berbalik, dia terkejut. Ternyata ada seorang pria yang sedang duduk di sofa. Pria itu mengenakan pakaian hitam dengan raut wajah yang dingin dan tanpa ekspresi. Aura mematikan seperti Raja Neraka pun memancar dari tubuhnya. Siena bertanya-tanya dalam hatinya mengapa pria itu duduk di sofa tanpa menyalakan lampu sama sekali? Tindakannya ini benar-benar di luar nalar. Namun, Siena berusaha untuk mengabaikannya dan kembali berjalan ke lantai atas. "Cepat kemari!" Pria itu tiba-tiba memanggilnya. Siena ingin berpura-pura tidak mendengarnya, tetapi dia tidak punya keberanian untuk melakukannya. Dia sadar bahwa suasana hati pria itu sedang buruk. Meskipun dia tidak tahu siapa yang sudah membuatnya marah, dia tahu bahwa dia harus menurutinya agar bisa selamat. Dengan senyum tipis yang dia paksakan, dia pun berbalik dan berjalan menuju pria itu. Begitu Siena mendekat, Zane langsung mencium bau alkohol yang menyengat. Dia menyipitkan matanya dengan tajam dan aura ganas pun langsung memenuhi tubuhnya. Dengan rasa takut, Siena segera bertanya, "Ada apa?" Zane menatapnya dengan tajam seraya berkata, "Apa kamu pergi minum dengan pria lain?" "Nggak." Siena tanpa sadar langsung membantah. Zane tersenyum sinis dan hal tersebut langsung membuat Siena gemetar ketakutan. Saat Siena hendak menjelaskan, pria itu tiba-tiba berdiri dan mendekatinya. "Apa kamu mengabaikan ucapanku? Sebagai istriku, beraninya kamu pergi keluar dan minum dengan pria lain! Apa kamu pikir aku ini orang yang bisa kamu perlakukan sembarangan?" Meskipun suara Zane terdengar tenang, Siena merasa sangat ketakutan. Dengan suara gemetar, Siena berusaha untuk menjelaskan. "Aku nggak minum dengan mereka, aku ... " "Nggak usah bohong!" Zane tiba-tiba mendorong Siena hingga terjatuh di sofa. Siena pun langsung merasakan kepalanya berputar dan perutnya terasa mual. Pria itu memandangnya dengan penuh kebencian dan matanya tertuju pada bahian depan bajunya yang basah sehingga pakaian dalamnya terlihat. Dasar wanita hina! Sambil berusaha menahan rasa tidak nyaman di perutnya, Siena tiba-tiba merasakan hawa dingin di bagian depan tubuhnya. Seketika itu juga, dia langsung menutupi bagian dadanya dan menatap tajam pada pria di hadapannya. "Apa yang kamu lakukan?" Dengan nada mengejek, Zane berkata, "Bukannya kamu suka bermain-main dengan pria-pria itu? Kenapa di sini kamu pura-pura sok suci?" "Kamu yang pura-pura! Dari mana kamu tahu aku minum dengan pria-pria itu? Dasar nggak waras! Lepaskan aku!" Siena mulai berusaha untuk, melepaskan diri. Namun, usaha Siena tersebut justru membuat pria itu makin brutal. Mata Zane memerah, lalu dia tertawa sinis sambil berkata, "Karena kamu suka bermain-main, maka aku akan membuatmu puas bermain denganku!" Dengan tubuhnya yang besar, dia pun langsung menindih Siena. Seketika itu juga, Siena berteriak dengan ketakutan, "Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku! Zane, apa kamu sudah nggak waras?" Saat berusaha melepaskan diri, selembar kertas terjatuh dari tubuhnya. Gerakan Zane pun tiba-tiba berhenti. "Apa itu?" Siena melirik sekilas dan raut wajahnya langsung berubah drastis. Kertas itu adalah laporan hasil tes kehamilan yang lupa dia ambil dan sembunyikan! Saat ini, Zane hendak mengambil kertas itu! Siena buru-buru meraih gelas yang ada di atas meja dan melemparkannya ke arah pria itu. Zane yang nyaris terkena serangan tersebut langsung pucat pasi. Ketika melihat Siena tampak gugup memegang kertas itu, Zane langsung menatapnya dengan tatapan dingin dan penuh tanya. "Apa itu? Kenapa aku nggak boleh melihatnya?" Zane bertanya seraya merebut paksa kertas tersebut dari tangan Siena. "Jangan!" teriak Siena dengan ketakutan.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.