Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 12

Siena mengernyitkan dahinya dan tampak sedang berpikir keras. Mobil itu terlihat sangat mirip dengan mobil yang sering dia lihat terparkir di halaman rumah keluarga Lucian. Meskipun begitu, dia ragu bahwa pengemudi mobil itu adalah Zane karena ada banyak orang yang memiliki mobil dengan model yang sama. Saat mobil itu berhenti, semua orang yang berada di pintu gerbang lokasi proyek buru-buru membungkuk dengan hormat, seakan-akan sangat menghormati orang di dalam mobil tersebut. Namun, sikap mereka terasa seperti dibuat-buat. Hati Siena berdebar kencang dan dia berharap bahwa orang yang ada di dalam mobil mewah itu adalah bos baru yang telah berjanji akan membantunya. Dengan penuh harap, dia mendekati mobil tersebut dan berusaha mengintip ke dalam sambil memamerkan senyum terbaiknya. Sayangnya, jendela mobil itu dilapisi kaca film gelap sehingga dia tidak bisa melihat siapa yang ada di dalam. Namun, orang di dalam mobil tersebut pasti bisa melihatnya dengan jelas. Zane melirik sekilas wanita di luar jendela dan senyum penuh ejekan pun merekah di wajahnya. Sifat hina wanita ini memang sudah mendarah daging! Di sisi lain, Siena yang hendak mendekat langsung ditarik mundur oleh seseorang di pintu masuk. "Minggir! Jangan menghalangi jalan bos baru kami!" Ternyata orang yang di dalam mobil itu memang bos baru proyek konstruksi ini! Saat ini, mobil itu pun sudah memasuki lokasi proyek. Siena berusaha melepaskan diri dan mengejar mobil itu. Alan yang melihat melalui kaca spion pun bertanya dengan ragu-ragu, "Pak Zane, apa kita harus berhenti?" Sambil memainkan liontin giok yang ada di tangannya, Zane menjawab dengan nada santai, "Kalau kamu sudah nggak mau bekerja lagi, silakan berhenti." Alan langsung terdiam. Dia memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Namun, tiba-tiba dia berseru lagi, "Pak Zane, sepertinya Bu Siena jatuh!" Zane mengangkat alis, lalu bertanya, "Apa lukanya parah?" Alan kembali melihat ke kaca spion, lalu berkata, "Sepertinya nggak terlalu parah. Orang-orang yang ada di pintu masuk sudah membawanya keluar." Zane menyimpan kembali liontin gioknya dan berkata dengan acuh tak acuh, "Fokus saja menyetir! Nggak usah memperhatikan orang yang nggak penting." Alan terdiam dan merasa heran bagaimana bisa Bu Siena dianggap tidak penting. "Pak Zane, apa hari ini Anda datang ke sini untuk melakukan inspeksi?" Zane duduk dengan ekspresi datar dan jari-jarinya yang ramping mengetuk tepian meja dengan pelan sehingga membuat orang-orang di sekitarnya merasa gelisah. Suasana di kantor departemen proyek pun menjadi sangat tegang. Kemudian, seorang petugas arsip meletakkan tumpukan dokumen di depan Zane dan berkata dengan hormat, "Pak Zane, ini rancangan konstruksi sebelumnya dan perencanaan khusus untuk proyek berisiko tingginya. Silakan diperiksa dulu." "Sebenarnya tidak ada masalah dengan rancangan tersebut. Tapi, karena kelalaian Pak Cory yang tidak menerapkan prosedur keselamatan yang benar, kecelakaan tersebut pun akhirnya terjadi." Sudah beberapa bulan berlalu sejak peristiwa itu terjadi dan Pak Zane tiba-tiba meminta semua informasi terkait dengan proyek tersebut. Hal ini tentu saja membuat semua orang merasa takut dan khawatir. Zane memberi isyarat pada Alan untuk menyimpan dokumen-dokumen tersebut. Lalu, dia menatap seorang pria yang tadi menarik Siena di pintu masuk. "Apa yang dilakukan wanita yang ada di pintu masuk barusan?" tanyanya. Pria itu terkejut dan buru-buru menjawab, "Wanita itu ingin bekerja di lokasi proyek konstruksi kita, Pak." Alan langsung menatap Zane dengan heran. Zane terkekeh dan bertanya pada pria itu, "Lalu, kenapa kamu nggak mempekerjakannya? Bukannya kita masih butuh pekerja wanita di lokasi proyek ini?" "Pak Zane, mungkin Bapak belum tahu, tapi wanita itu adalah putri dari Pak Cory. Karena kesalahan besar yang dilakukan Pak Cory, bagaimana mungkin kami bisa menerima putrinya bekerja di sini? Sudah sewajarnya kami menolaknya untuk bekerja di sini." "Tapi, wanita ini sangat keras kepala dan kurang memahami situasi. Awalnya, saya menolaknya dengan alasan orang yang bekerja di lokasi proyek ini harus lulus ujian Insinyur Konstruksi Tingkat 2 terlebih dahulu. Tapi, yang mengejutkan saya, dia berhasil lulus ujian itu! Kali ini, saya menaikkan standar lagi dengan meminta dia lulus ujian Tingkat 1. Saya khawatir dia akan terus mengikuti ujian demi ujian. Wanita itu benar-benar tidak bisa memahami maksud tersembunyi dari kata-kata saya. Pak Zane, sepertinya wanita itu memang bodoh." Zane menegakkan tubuhnya, merapikan kerah jasnya, dan menatap pria itu sambil berkata, "Jabatan apa yang kamu pegang di lokasi proyek konstruksi ini?" Pria itu terkejut dan menjawab dengan tergagap, "Saya ... saya wakil manajer proyek ini, Pak." "Oke, mulai sekarang aku akan mengangkatmu jadi manajer umum," ujar Zane dengan santai. Alan langsung berkeringat dingin saat mendengar keputusan bosnya. Sepertinya bosnya akan menaikkan jabatan semua orang yang menyulitkan Bu Siena. Mengapa dia bisa sebenci itu pada Bu Siena? Di sisi lain, lutut Siena terluka dan berdarah cukup banyak. Yang lebih membuatnya takut adalah rasa sakit yang tiba-tiba menusuk di perut bagian bawahnya, sehingga membuat wajahnya menjadi pucat. Saat menyadari lukanya cukup parah, dia pun berjalan gontai ke pinggir jalan untuk memanggil taksi. Dia harus segera ke rumah sakit untuk mengobati lukanya. Sesampainya di rumah sakit, dokter merawat luka di lututnya terlebih dahulu. Setelah Siena menjelaskan rasa sakit di perutnya, dokter pun menanyakan beberapa pertanyaan yang membuatnya merasa canggung. Misalnya, apakah dia sudah menikah? Apakah baru-baru ini dia pernah berhubungan seksual? Apakah siklus menstruasinya teratur? Siena menjawab semua pertanyaan itu dengan jujur. Akhirnya, dokter memberinya surat rujukan untuk melakukan USG. Setelah melihat hasil USG, Siena sangat terkejut. Hasil USG menunjukkan adanya kantung bayi di rahimnya! Dia hamil! Dia pun teringat akan peringatan Zane dan merasakan hawa dingin menusuk hingga ke tulang. Tanpa sadar, dia pun berkata, "Aku nggak menginginkan anak ini." Dokter menatapnya lekat-lekat, lalu berkata dengan bijak, "Setiap kelahiran adalah kehendak Tuhan. Pertimbangkanlah keputusan Anda dengan matang." "Apalagi, kondisi kehamilan Anda saat ini berisiko mengalami keguguran dan belum tentu janin Anda bisa bertahan." Siena mengerucutkan bibirnya dan tidak berkata-kata lagi. Sebagai langkah pencegahan, dokter pun memberikan resep obat untuk melindungi janin dalam kandungannya. Dengan perasaan kalut, Siena meninggalkan rumah sakit. Sinar matahari yang menyilaukan mata pun seakan memperburuk kebingungannya. Dia bersandar pada tiang batu, sementara jari-jarinya menyentuh perutnya yang masih rata dengan lembut. Saat ini, pikirannya sangat kacau. Saat mengingat betapa Zane sangat membencinya, dia yakin bahwa pria itu tidak akan menerima kehadiran anak ini. Apa yang harus dia lakukan? Tepat pada saat itu, Zirca tiba-tiba meneleponnya. Wanita tua itu mengatakan di telepon bahwa dirinya sedang sakit dan dengan nada tegas meminta Siena untuk segera pulang. Karena tidak punya pilihan lain, Siena pun berjalan tertatih-tatih menuju jalan besar untuk mencari taksi. Saat memasuki rumah, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Siena terkejut dan terdiam sejenak setelah menerima tamparan itu. "Bu, kenapa kamu menamparku?" tanya Siena sambil menatap mata ibunya yang merah. "Jangan memanggilku Ibu!" balas Ibunya dengan geram. "Aku nggak punya anak durhaka sepertimu yang tega merusak rumah tangga orang lain!" Siena sangat terpukul mendengar makian ibunya. Dia mengalihkan pandangan ke sekitar, menarik napas panjang, lalu bertanya, "Apa maksud Ibu aku merusak rumah tangga orang lain?" "Masih berani menyangkal?" tanya Ibunya dengan sinis. "Zane dan Nona Tina hampir menikah! Tapi, kamu sengaja merebut Zane darinya!" "Tiga tahun adalah waktu yang sangat berharga bagi seorang wanita! Tapi, kamu tega membuat Nona Tina menunggu selama itu!" Saat mendengar kata-kata tersebut, Siena akhirnya mengerti. Sepertinya Zane telah memberi tahu Tina tentang perjanjian tiga tahun itu dan Tina melampiaskan kemarahannya pada ibunya. Zirca mendorong putrinya dengan keras seraya berkata dengan penuh kebencian, "Aku nggak tahu cara apa yang kamu gunakan sampai semuanya jadi seperti ini. Harusnya kamu menikah dengan orang yang koma itu! Tapi, kenapa kamu malah jadi istrinya Zane? Kamu sudah membuat Nona Tina menangis tanpa henti! Siena, lebih baik kamu mati saja!" Siena terdorong hingga membentur pintu kayu. Dia pun mengepalkan tangannya erat-erat dan menatap ibunya dengan penuh ketidakpercayaan. "Apa aku membunuh Tina? Atau aku melakukan sesuatu yang buruk padanya? Bu, apa Ibu benar-benar ingin aku mati?" "Kamu sudah merebut suaminya! Kamu pantas mati!" teriak Zirca dengan penuh amarah. Siena tersenyum getir mendengar jawaban Ibunya. Kemudian, dia pun berkata, "Dengan sikap Ibu yang seperti ini, aku jadi ragu siapa yang sebenarnya putri kandung Ibu!" Seketika itu juga, ekspresi Zirca berubah menjadi tidak biasa dan dia berseru dengan penuh kemarahan, "Ini semua salahmu! Aku sudah memperingatkanmu untuk nggak bersaing dengan Nona Tina! Tapi, kamu masih saja melakukannya! Apa kamu nggak sadar betapa bedanya kastamu dengan kastanya? Kalau bukan karena cara-cara yang licik, bagaimana mungkin Zane mau menikah denganmu?" "Huh! Cara licik?" Siena menggelengkan kepalanya, lalu berkata dengan sinis, "Bu, aku bisa menikah dengan Zane dan nggak bisa bercerai darinya karena ulah Ibu sendiri!" Zirca mengerutkan kening, lalu bertanya dengan bingung, "Apa maksudmu?" Kemudian, Siena menceritakan secara detail bagaimana dia bisa menikah dengan Zane. Saat mendengar cerita itu, Zirca langsung menyesal dan memukul-mukul dadanya sendiri. Siena menatap Ibunya dengan sedih, lalu berkata, "Bukannya lebih baik aku menikah dengan Zane daripada dengan Omnya yang koma?" "Apanya yang lebih baik? Zane harusnya jadi suami Nona Tina!" bentak Zirca. Kemudian, dia menarik tangan Siena dan berjalan keluar. "Kita harus pergi ke kediaman keluarga Lucian dan membatalkan perjanjian itu! Setelah itu, kamu bisa bercerai dari Zane dan dia bisa menikah dengan Nona Tina!" Zirca berjalan tergesa-gesa dan sama sekali tidak peduli dengan kakinya yang pincang. Saat ini, fokusnya hanya pada Tina sehingga dia tidak merasakan sakit di kakinya. Tidak lama kemudian, Zirca dan Siena tiba di kediaman keluarga Lucian. Nenek Safira memperlakukan mereka dengan sangat hormat dan bahkan meminta kepala pelayan untuk menyambut mereka secara khusus. Namun, begitu mereka memasuki rumah keluarga Lucian, Zirca langsung berlutut di hadapan Nenek Safira. Sikap rendah hati Zirca ini justru memicu tawa terbahak-bahak dari Linda dan Hannah. Saat itu, Zane juga berada di sana. Dia duduk di sofa dengan kaki disilangkan sambil mengamati ibu dan anak itu dengan tatapan dingin.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.